11. Heartthrob

2.6K 352 305
                                    

Archibald bergeming. Iris mata hazel green-nya menatap lurus ke depan, ke arah lawan bicaranya. Wajahnya datar, tak menunjukkan ekspresi apa pun. Sementara kedua tangannya terlipat di dada menunjukkan superioritasnya.

Di hadapannya, Ammara menatap Archibald sengit. Matanya memicing penuh kecurigaan terhadap pangeran peri yang sekarang sedang duduk di hadapannya. Ammara cukup terkejut karena Archibald dan Claude adalah peri pertama yang mengunjunginya sejak ia dipindahkan sang Ratu ke kastel sebelah Timur.

Claude yang duduk tepat di samping Archibald merasa tidak nyaman dengan suasana saat itu. Ia menatap kedua peri yang bersitegang di hadapannya dengan kening berkerut. Claude menghembuskan nafas keras seraya mengucek surai hitam yang jatuh menutupi dahi dengan kesal. Ia mengira segala sesuatunya akan berjalan lancar. Namun, ternyata ia salah. Dua peri di hadapannya ini adalah sepasang peri paling keras kepala yang pernah dikenalnya.

"Tolong, hentikan sikap kalian yang kekanak-kanakan ini!" sergah Claude sambil mendengkus.

"Dia yang tidak sopan! Dia menutup pintu di hadapan tamu yang datang untuk menolongnya," desis Archibald dengan salah satu alis yang terangkat.

"Lihatlah sikapnya, Claude! Begitu kasar dan arogan. Aku ragu jika ia datang ke sini untuk menolongku. Jangan-jangan dia hanya ingin menyombongkan diri!" balas Ammara tak kalah sengit. Matanya menatap tidak suka ke arah Archibald.

"Aku tidak sombong, peri aneh! Aku memang hebat. Hampir seluruh peri di Fairyverse mengenalku sebagai peri terbaik di medan perang. Aku bahkan dapat keluar masuk Hutan Larangan tanpa terkena sihir atau kutukan. Jadi apa yang salah dari sikapku?!"

"Kau bilang membanggakan diri seperti itu tidak sombong? Di mana hatimu peri hebat? Apa kehebatanmu telah menutup hatimu atau kau memang tidak punya hati?!

"Dasar peri aneh! Aku kemari untuk membantumu. Bukan untuk mendengarmu merendahkanku. Sepertinya menolongmu adalah keputusan yang salah!"

Archibald menggebrak meja pualam hingga meninbulman retakan-retakan halus. Dengan gerakan cepat, peri laki-laki itu hendak beranjak dari duduknya, tetapi Claude menahan lengannya. Sementara, Ammara yang tampak ingin membalas ucapan Archibald jadi mengurungkan niatnya setelah melihat wajah putus asa Claude.

"Aku tidak tahu apa masalah kalian sebenarnya. Kalian tampak saling membenci. Namun, aku mohon dengan sangat, untuk saat ini tolong lupakan dulu kebencian kalian masing-masing. Kita harus menyelamatkan Ammara. Kalau tidak, Ammara bisa saja dibuang ke Hutan Larangan. Aku mohon fokuslah kali ini saja ..." ucap Claude sambil menatap Archibald dan Ammara bergantian.

Ammara dan Archibald bergeming. Mereka menunduk, sama-sama menghindari tatapan Claude yang terlihat menghakimi. Suasana yang tadinya memanas, kini mendadak hening.

"Baiklah," Claude menghela napas. "Aku akan mempertegas situasinya. Archibald, apakah kau benar-benar bersedia membantu Ammara?" Iris mata Claude yang hitam menyorot pada Archibald.

Archibald menatap Claude sekilas. Kemudian, ia mencuri pandang ke arah peri perempuan yang sedang tertunduk di hadapannya. Entah mengapa, Archibald merasa sangat iba pada peri itu meskipun Ammara sering membuatnya kesal tanpa alasan.

"Ya, aku bersedia," sahutnya dengan datar.

Ammara melirik Archibald, meyakinkan dirinya bahwa ia tidak salah dengar. Ia hampir tidak percaya bahwa peri sombong dan kasar seperti Archibald bersedia menolongnya. Ammara mengingatkan dirinya sendiri untuk tetap waspada terhadap peri itu.

"Bagus!" Claude menyeringai, kemudian mengalihkan pandangannya pada Ammara. "Apakah tidak masalah bagimu jika Archibald ikut terlibat untuk menolongmu?"

Fairyverse: a Fairy Tale Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang