-Tidak akan pernah menyesal membuang perasaan yang tidak halal hanya demi bersabar menunggu yang diridhai Ilahi. Dibalik janji cintanya hanya akan tersisa euforia sesaat yang semu.-
"Udah jadian ya?" Aku spontan beristighfar sembari dengan cepat menoleh ke samping, hampir saja stetoskop yang menggantung di leher mau aku layangkan untuk menyambit. Ini masih sangat pagi, udara begitu dingin dan suasana sangat sunyi, belum banyak pegawai yang datang bahkan sinar matahari belum masuk lewat jendela, patut saja aku lebih awas.
"Bang Ikhsan jangan ngagetin dong, datang pakai salam dulu," omelku, walau dia terbilang lebih senior, tapi kalau sudah muncul ke permukaan sifat kekanakannya, aku tidak akan ragu. Aku sedikit membetulkan letak stetoskop yang tadi sudah sempat bergeser dari letak nyamannya, sekarang aku terihat lebih keren, kan?
"Latihan jantung, Thaf biar kalau ditagih jawaban sama Nayla udah siap." Aku memutar bola mataku, latihan jantung apaan lagi. Lihatlah matanya yang mengerling jahil, aku heran bagaimana bisa lelaki ini sudah menjadi ayah, bagaimana nasib putrinya yang malang itu?
"Jadi udah dikasih apa aja selama pacaran?"
"Hush siapa yang pacaran sih, kalau orang denger bisa salah paham." Aku melihat ke sekitar, takut-takut ada yang mendengar omongan ngaco Bang Ikhsan. "Orang belum ngasi jawaban."
Aku spontan mengaduh, Bang Ikhsan menepuk ah bukan lebih tepatnya memukul punggungku dengan tidak santainya, keras sekali, sampai berbunyi.
"Gimana sih, udah berapa hari ini, Thaf?" Aku hanya mengedikkan bahuku, aku tidak menghitung sudah berapa lama menggantung jawaban untuk Nayla, yang pasti sudah lewat beberapa hari, mungkin... seminggu? Atau tiga minggu?
"Kamu tipe cowok yang seneng nyamarin status tapi nebar modus sampai baperin anak orang dulu ya?" Andai mencolok matanya yang menatapku dengan binar tuduhan itu halal, sudah aku colok matanya dari beberapa menit yang lalu.
"Thaf, ga boleh gitu, selama kamu belum ngasi jawaban dia bakal terus berharap lho, ga baik ngegantungin anak gadis orang." Aku mendesah berat, aku tidak mengatakan itu salah, kali ini Bang Ikhsan benar. Tapi aku harus gimana? Aku belum nemu jawabannya!
KAMU SEDANG MEMBACA
Menjemput Tulang Rusuk
Художественная прозаAlthaf sedang sangat bingung mencari tulang rusuknya, alias penyempurna iman, kalau kata lumrahnya, jodoh. Apalagi teman-teman sebaya sudah mulai naik pelaminan. Mama dan keluarga juga sudah mendesak dengan pertanyaan, "Kapan nikah?" Dikira nyari j...