7 Lamar

3.2K 237 0
                                    

-Bila memulai cinta dari mata, maka bila telah hilang indahnya hilang pula cintanya, namun bila memulai cinta dari ketulusan sampai raga terpisah ruang dan waktu pun cinta itu akan tetap mekar dengan indah-

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-Bila memulai cinta dari mata, maka bila telah hilang indahnya hilang pula cintanya, namun bila memulai cinta dari ketulusan sampai raga terpisah ruang dan waktu pun cinta itu akan tetap mekar dengan indah-

-Bila memulai cinta dari mata, maka bila telah hilang indahnya hilang pula cintanya, namun bila memulai cinta dari ketulusan sampai raga terpisah ruang dan waktu pun cinta itu akan tetap mekar dengan indah-

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Selamat pagi Shafa, baik-baik ya hari pertama kerjanya." Shafa mendelik sinis pada pemuda yang berusaha menyamai langkahnya.

"Wa'alaikumsalam." Fariz sontak menutup rapat mulutnya lalu menatap sebal pada Shafa.

"Dari dulu masih nyebelin ya." Shafa menyunggingkan senyum menang, ia senang berhasil membuat Fariz kesal. 

Pemuda di sebelahnya ini, Shafa tidak akan mudah lupa, teman sekelasnya saat SMA yang paling menyebalkan. Dulu, tidak ada satu pun orang yang mau mengganggunya, karena Shafa sendiri bukan tipe pemancing keributan. Shafa hanya akan diam dan menunggu dengan tenang di zona amannya. Tapi Fariz masih tetap mengganggunya meski Shafa tidak pernah menanggapi segala tingkah pola sebelumnya, sampai suatu saat Shafa akhirnya terpancing.

"Untuk bulan ini laporan bulanan udah bisa tuh kamu buat." Shafa menoleh menghadap Fariz penuh.

"Laporan bulan ini itu berdasarkan data bulan lalu, itu artinya masih tanggung jawab kamu, bagian aku itu bulan depan, udah jadi dokter jangan males!" tukas Shafa tajam, tanpa mau melihat respon Fariz, Shafa langsung melenggang meninggalkan Fariz yang berdiri mematung, megap-megap setelah diomelin Shafa pagi-pagi. Pemuda itu lalu menggeleng sambil berdecak gemas.

"Masih ga berubah tuh cewek, masih nyebelin."

***

"Thaf, itu beneran?" Aku mengalihkan pandangan dari rak buku di ruanganku ke arah Cantika yang duduk di kursi pasien.

"Apanya?" Aku mengambil buku bergambar tengkorak manusia dan duduk di seberang Cantika, sedang Zaidan duduk di kursi sebelah Cantika menerima buku yang tadi kuambilkan.

"Shafa udah balik ke sini lagi?" Aku tertawa mengingat tingkahku dan Sheren semalam yang membuat heboh di grup tadi malam.

"Menurut situ?"

"Tadi malam grup tiba-tiba ramai gara-gara kalian, kasihan anak orang diteror," ucap Cantika.

Aku sebagai mantan ketua kelas memang paling berpegaruh membuat pasukan grup WA kelas yang sunyi senyap muncul ke permukaan dan alumni XII MIPA 3 menggila. Sheren sebagai sahabat Shafa bisa dimanfaatkan untuk memancing Shafa keluar.

Menjemput Tulang RusukTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang