-Saat ini mungkin aku terlalu asing untukmu, tak usah khawatir, kenalilah aku sesukamu saat kita halal di mata Sang Pemilik Cinta-
"Thaf ini udah kesembilan kalinya kamu ke WC, lama-lama kusut dandananmu gara-gara bolak-balik ga jelas," omel mama saat mendapatiku yang baru saja menutup pintu kamar mandi.
Aku hanya mengangguk kecil, sungguh aku tidak punya hasrat untuk membalas omelan mama dengan celetuk jenaka seperti biasanya. Seluruh atensiku terkuras untuk hari ini. Hari ini adalah hari dimana aku akan bersaksi pada Allah untuk menghalalkan perasaanku. Keluargaku dan Shafa sepakat untuk melaksanakan pernikahan secepatnya, sebelum bulan puasa, kalau kata mama, "Biar puasa mereka makin berkah soalnya udah ganti status."
Mendengar godaan mama, aku merasa sangat malu, apalagi saat terbayang Shafa yang menjadi mukmimku saat salat bersama, ah aku rasa jantungku jadi berdegup makin kencang sekarang.
"Ma, dada aku kok sesek banget ya?" keluhku sambil memijit area dada.
Mama menghampiriku dengan wajah usil, "Sesek apa deg-degan?"
"Ma?" Aku melengos melihat mama yang malah tertawa, aku malah ditinggalkan di ruangan khusus keluarga pengantin pria.
Aku memilih menggeser tempat duduk ke arah jendela, aku yang tidak bisa diam ditinggal sendiri dalam keadaan gugup luar biasa adalah perpaduan yang tidak baik. Mau main ponsel tapi tidak berselera. Sedari tadi hanya pesan masuk yang memberi selamat atas hari pernikahanku dan aku sedang tidak fokus membalas pesan. Rencananya aku akan membalasnya setelah runtutan acara hari ini selesai atau besok mungkin?
Sungguh sekarang ini fokusku hanya seputar memastikan aku tak akan gagal mengucap akad!
Ah ada satu lagi, aku juga sedang fokus bertanya-tanya sekarang Shafa sedang apa ya? Apa dia juga merasa gugup?
"Eh calon penganten cakep bener," celetuk Bang Aldi, Bang Ikhsan, Zaidan dan Fariz yang masuk ke ruanganku. Baru sekarang aku benar-benar merasa lega akan kehadiran mereka. Sahabatku yang sangat berjasa membantuku menemukan takdirku.
"Setengah jam lagi ya akadnya mulai?" tanya Bang Aldi, aku mengangguk.
"Kalau penghulunya udah datang pasti bakal ada yang masuk ngasi tau," jawabku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menjemput Tulang Rusuk
Ficção GeralAlthaf sedang sangat bingung mencari tulang rusuknya, alias penyempurna iman, kalau kata lumrahnya, jodoh. Apalagi teman-teman sebaya sudah mulai naik pelaminan. Mama dan keluarga juga sudah mendesak dengan pertanyaan, "Kapan nikah?" Dikira nyari j...