Jangan pernah bertanya pada mulut karena dia tidak akan mengatakan hal sebenarnya, tanyakanlah pada hati yang tak akan pernah berdusta tentang rasa - camarseptakum
"Althaf, Ali, ayo bangun mau sampai kapan tidur terus?"
Aku bisa merasakan silau dari matahari yang masuk dengan tidak sopannya dari celah ventilasi, ah silau!
Aku menarik selimut yang menutupi pinggang ke arah puncak kepala, tapi masih belum juga membuat sesi tidurku menjadi sempurna. Dari dalam selimut aku mendengar suara abang tukang sayur idola emak-emak komplek yang mempromosikan sayurannya, katanya lagi diskon besar-besaran tapi saat ditanya harga cabe, katanya masih belum semurah cabe-cabean yang nongkrong dipinggir jembatan layang.
Kenapa jendela harus dibuka juga? Kan berisik.
Mama terus mengoceh tentang kamarku yang menurutnya lebih mirip seperti TKP perang dunia ninja dari pada kamar lelaki dewasa umur seperempat abad yang siap nikah, kacau sekali! Omelannya kini mulai merambah soal remah-remah makanan di bawah kasur, baju kotor di sudut kamar belum lagi kabel PS yang teronggok menyedihkan di atas lantai—aku mendesah dalam tidurku, ga akan bisa tidur lagi ini.
"Ya ampun dua bujang ini!" Aku bisa merasakan tangan mama yang menyingkap selimut tebalku, lalu menepuk-nepuk pipiku, lumayan sakit si kena cincin emas mama yang tebalnya ga nangung-nanggung.
"Ini hari libur Ma, plisss sekali aja bangun siang," rengek Ali, dia tadi malam tertidur di kamarku setelah kami berkali-kali adu PS sepanjang malam. Kakinya menendang-nendang udara untuk memperkuat aksi merengeknya, membuatku sangat kesal, karena mendapat tendangan nyasar. Tendangannya akhirnya berhenti saat mama sudah mengeluarkan putusan kasasinya.
"Bangun atau ga ada makan siang selama seminggu!"
***
Walau sudah keramas dan mencuci muka dua puluh tujuh kali, aku masih merasa mengantuk—sangat mengantuk. Baru kemarin aku bisa tidur nyenyak karena sebelumnya terpaksa harus tidur ayam saat di desa. Aku tidak terbiasa tidur di tempat asing. Dan kini mataku semakin terasa berat karena rasa panas saat berhadapan dengan bawang-bawang kejam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menjemput Tulang Rusuk
Fiction généraleAlthaf sedang sangat bingung mencari tulang rusuknya, alias penyempurna iman, kalau kata lumrahnya, jodoh. Apalagi teman-teman sebaya sudah mulai naik pelaminan. Mama dan keluarga juga sudah mendesak dengan pertanyaan, "Kapan nikah?" Dikira nyari j...