-Buat apa terus mencari bila nyatanya ada kamu yang membuatku berhenti mencari-
"Dok, sore ini baru masuk pasien lagi, kalau dari gejalanya sepertinya DBD."
Aku yang baru saja menyerahkan beberapa berkas ke petugas meja resepsionis menoleh pada seorang suster yang berlari ke arahku. Wanita berseragam putih itu berbicara cukup cepat, tangannya sibuk menenteng tumpukan rekam medik. Beberapa hari ini pasien memang membeludak, kebanyakan menderita demam berdarah, penyakit klasik yang sering datang kala pergantian musim kemarau ke penghujan tiba. Sebenarnya penyakit ini bisa saja dihindari bila pola hidup masyarakat dibenahi. Penyakit ini pun tidak puas bila hanya menjangkit beberapa orang, biasanya akan ada banyak pasien yang datang dengan keluhan yang sama, sampai-sampai terkadang terpaksa kami harus merawat pasien di lorong rumah sakit, karena ruang inap sudah penuh.
"Di lorong atau sudah dapat kamar?"
"Alhamdulillah, semua pasien sudah bisa ditempatkan di kamar inap, Dok." Aku mengangguk lega, artinya korban terserang DBD sudah mulai menurun.
"Pasien yang masuk jumlahnya lima orang Dok, tiga pasien anak-anak, dan dua pasien dewasa." Cukup banyak untuk hari ini walau tidak sebanyak beberapa pekan lalu.
"Sudah diberi tindakan apa saja?"
"Pasien sudah diberi penanganan dasar, Dok." Aku mengangguk sekilas, suster itu mulai bergerak menunjukkan ruangan tempat pasien-pasien baru itu. Dan aku mengikuti langkah suster itu.
***
Sesibuk apapun urusan dunia yang menghadang, saat panggilan salat sudah berkumandang, tentu saja sebagai seorang hamba kita harus segera bertandang memenuhi panggilan. Kini aku duduk bersimpuh di hadapan Pemilik Semesta, memohon ampunan untuk segala kekhilafan. Sebagaimana pun aku berusaha menahan diri tapi tetap saja nafsu kadang kala memenangkan pertarungan, tidak jarang kesalahan demi kesalahan kembali terulang. Aku hanya bisa berharap di setiap sujudku, di setiap doaku, di setiap dzikirku dosa-dosa ini berguguran. Akan sulit memang menjadi manusia yang suci dari dosa, namun aku tidak pernah berhenti berharap menjadi pantas untuk disebut sebagai umat terbaik, umat Nabi Muhammad.
"Jodoh, rezeki dan maut itu takdir, takdir adalah misteri, tidak ada yang tahu, bahkan diri sendiri yang menjalani takdir tersebut. Semua menjadi rahasia Ilahi yang tertulis indah di lauhul mahfuz, kita sebagai manusia hanya bisa berusaha memperbaiki diri dan dekat pada Sang Pemilik Takdir, jangan khawatir perihal jodoh, dia akan datang bila waktunya telah tiba."
Untuk sesaat aku tertegun mendengar ceramah seusai salat zuhur itu. Tema kali ini sepertinya tentang jodoh, isu klasik yang tidak akan pernah habis pembahasannya.
Saat waktu salat tiba aku biasanya akan menyempatkan diri untuk berjamaah di Masjid Al Falah yang kebetulan tidak jauh dari rumah sakit tempatku praktek, tradisi di masjid ini pasti akan ada ceramah singkat sehabis salat wajib, dan kini aku menyempatkan diri untuk mendengarkannya, sebelum kembali lagi ke rumah sakit.
Tema kali ini tentang jodoh, hal yang cukup sensitif untukku. Umurku sebenarnya terbilang masih muda, tahun ini akan jadi 25 tahun tepat di bulan September nanti. Tapi karena sudah lulus kuliah dan bekerja tentu orang-orang di sekitar mulai bertanya-tanya tujuan hidupku yang lain seperti, kapan mau bekeluarga? Kapan mau nimang anak sendiri? Ga bosen hidup sendiri terus?
Jawabannya, siapa sih yang ga mau memiliki keluarga kecil sendiri? Siapa sih yang ga mau nimang anak sendiri? Siapa sih yang mau hidup sendiri terus? Naluriku sebagai lelaki dewasa tentu ingin membangun sebuah keluarga. Ingin kalau pulang ada istri yang udah nungguin sambil menghangatkan makan malam, ingin punya seseorang untuk berbagi cerita tentang hari ini, ingin disenyumin saat mau tidur maupun saat pertama kali bangun tidur. Masalahnya jodoh itu benar-benar rahasia, kan? Tidak ada yang tahu kapan dan siapa yang akan datang, aku hanya berusaha meniti takdir hidup ini sampai dipertemukan dengan dia, jodohku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menjemput Tulang Rusuk
General FictionAlthaf sedang sangat bingung mencari tulang rusuknya, alias penyempurna iman, kalau kata lumrahnya, jodoh. Apalagi teman-teman sebaya sudah mulai naik pelaminan. Mama dan keluarga juga sudah mendesak dengan pertanyaan, "Kapan nikah?" Dikira nyari j...