dua puluh enam

70 3 1
                                    

Setelah agak jauh berjalan, akhirnya Alexa sampai di depan kos Sean juga. Alexa menduduki kursi taman yang ada, sambil menunggu Sean keluar dari kosannya. Untung saja, Sean langsung datang sebelum ada penghuni kos yang mencoba untuk menggodai Alexa. Sean langsung menempati tempat duduk kosong di sebelah kiri Alexa. Terdapat tas ransel hitam tergantung di bahu kirinya.

"Siniin tas gue!" Alexa menekan paha kanan Sean, agar dapat menjangkau tas miliknya.

Namun, Sean malah melepaskan tas Alexa dari bahunya, dan mengangkatnya tinggi-tinggi. Ia lalu menjulurkan lidahnya. "Gak bisa."

Kedua alis Alexa mulai menyudut. Ia lalu bangkit dari kursinya, agar bisa meraih tasnya. Baru saja bangkit berdiri, Sean sudah ikut berdiri, sehingga tinggi badan Alexa tetap
kalah. Naiklah Alexa ke atas bangku. Namun, strateginya tersebut juga diikuti oleh Sean. Jadilah mereka berdua berdiri di atas bangku taman, berebutan tas, seperti orang aneh. 3 menit kemudian, barulah Alexa berhasil mendapatkan tasnya kembali. Karena lelah bertengkar ringan, mereka berdua kembali terduduk dengan tenang.

"Ada yang lu sembunyiin dari gue, ya?" Tanya Sean setelah keheningan yang agak lama.

Alexa menengok. Langsung mematikan ponsel yang tadinya sedang ia mainkan. "Enggak. Orang di tas gue gak ada apa-apa." Jawabnya dengan sedikit ngotot.

"Bukan tas!" Balas Sean. "Maksud gue, ada sesuatu yang belom pernah lu ceritain ke gue, ya?" Tanyanya.

Alexa berpikir. "Kayaknya gue jarang ada rahasia penting, deh." Jawabnya. "Kehidupan gue juga gak penting-penting amat buat diceritain ke orang-orang." Lanjutnya dengan miris.

Sean diam sejenak. "Kalo soal si Boss?" Tanya Sean langsung pada intinya.

"Ohh, Kak Boss." Alexa manggut-manggut. "Gue jadi kenal dia karena ospek."

"Kok bisa deket gitu, sih?" Tanya Sean penasaran. "Lu gak bilang apa-apa, dah."

"Ihhh, itu bukan deket, tau." Kata Alexa. Ia lalu menceritakan rangkuman dari kisah bagaimana ia bisa sampai jadi asisten (baca: budak) Boss untuk satu bulan ke depan. "Untung belom disuruh yang aneh-aneh."

"Terus, terus?" Sean menanyakan hal-hal lain lagi yang mungkin belum Alexa ceritakan padanya. "Oh, lu bakal make baju apa ke reuni?" Tanyanya, mulai membahas soal reuni.

Alexa berpikir sejenak. "Oh!" Ekspresi wajahnya menjadi cerah 100%.  "Kayaknya gue punya dress baru, deh. Udah lama deh, kayaknya. Gue gak inget itu dari siapa, tapi ada aja gitu, di kamar gue. Masih di paperbagnya, bahkan."  Ceritanya. "Semoga sih, bakal cocok di gue." Harapnya.

Sean tersenyum. Ia lalu kembali mengingat-ingat apa aja yang telah ia lewatkan dari pertemanannya selama ia berpacaran dengan Athena. "Ada lagi gak yang gue lewatin?" Tanyanya.

"Lu sih, kebanyakan pacaran, temennya dilupain!" Balas Alexa.

Sean tertawa canggung. "Maaf." Mohonnya. "Tapi, gue agak lega sih, Athena lagi ngilang sejenak. Jadi gue bisa kumpul sama kalian-kalian."

"Emang dia kenapa, sih?" Tanya Alexa. "Maksud gue, emangnya dia suka merintah-merintah gitu? Atau posesif banget, mungkin?"

Sean mulai senyum-senyum sendiri, mengingat-ingatt memorinya dengan Athena. "Dia lucu sih, recehnya sama kayak gue."

Alexa memasang wajah aneh. "Sumpah, Se. Gak ada nyambung-nyambungnya." Katanya.

ALEXEAN // completedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang