epilog

186 5 4
                                    

20 Februari

Sean mulai bisa menggerakkan tangannya. Perlahan sekali, ia membuka matanya. Kesadarannya pun perlahan kembali. Seketika, bau rumah sakit langsung memenuhi indra penciumannya. Ia ada di rumah sakit. Dilihatnya ke sekeliling. Terdapat ibunya yang sedang duduk di sofa sambil menonton TV. "Ma...." Sean memanggil mamanya dengan lirih.

Mama Sean langsung menengok dengan penuh ketidakpercayaan. Ia segera memencet tombol untuk memanggil suster dan dokter. Ia juga menelepon suaminya dan dua anak laki-laki lainnya untuk segera datang. "SEAN UDAH SADARRRRR!!" Entah mengapa, Sean merasa jika mamanya tampak lebih muda dan lebih berenergik dari sebelumnya.

Sean tak mengerti apa yang terjadi selanjutnya. Mentalnya masih lemah. Namun semua orang sudah mengerubunginya dan berbicara hal-hal yang terdengar sulit bagi telinganya. Ia tak mendengarkan percakapan semua orang. Matanya hanya sibuk melihat ke sekeliling. Yang membuatnya bingung adalah mengapa semua orang terlihat lebih muda? Dan mengapa kedua adiknya masih mengenakan seragam SD. Bukankah seharusnya mereka sudah SMP?

Kepalanya memikirkan beberapa pertanyaan; Sudah berapa lama ia dirawat? Bagaimana keadaan Kai waktu itu? Apakah Alexa, Naomi, dan Jojo pernah mengunjunginya selama koma?

Akhirnya setelah beberapa jam dikerumuni orang-orang, Sean memiliki waktu untuk sendiri. Walaupun baru sadar beberapa jam, Sean sudah mulai bisa beradaptasi dengan lingkungan rumah sakit. Ia hanya perlu menunggu sehari saja untuk mulai bisa berjalan lagi.

Sean mengangkat kausnya. Perutnya baik-baik saja. Tidak luka, tidak ada bekas tusukan, sama sekali bersih. Bukannya ia baru saja ditusuk oleh pacarnya Alexa? Sean berusaha meraih ponselnya yang tergeletak di atas meja sebelah kasur. Sean hanya menggunakannya untuk melihat refleksi dari penampilannya. Sean terkaget melihat potongan rambutnya sendiri. Apakah selama koma mamanya memotong rambutnya? Bukankah rambutnya sedikit gondrong dengan poni? Mengapa sekarang jadi sangat cepak? Dahinya pun bebas terlihat tanpa ada sehelai rambutpun menutupi. Sungguh, ini aneh. Yang membuatnya kaget adalah ketiga Sean sadar bahwa ponsel yang dipegangnya sendiri bukanlah miliknya. Ini ponsel yang ia pakai waktu SMA dulu. Dan seharusnya, ini sudah rusak sekar-

Sean menghentikan pikirannya sendiri. Ia menyalakan ponsel yang dipegangnya itu. Matanya membesar begitu ia melihat tanggal yang tertera di sana.

20 Februari 2020

Hati Sean terpukul. Jadi..... sekarang masih tahun 2020? Apa yang terjadi? Mengapa ia bisa ada di rumah sakit? Sean berusaha mengingat-ingat lagi kejadian yang terjadi sebelumnya. Mengingat sesuatu, Sean langsung mengecek sepanjang lengannya. Diperban di sekitar sikunya. Sedangkan pergelangan tangannya bersih. Ah, iya. Sean mencoba untuk mengiris tangannya. Namun karena kurangnya pengetahuan, Sean bukan mengiris bagian nadinya, sehingga ia masih bisa hidup hari ini.

Tepat di tengah-tengah kebingungannya, Mama Sean masuk ke dalam kamar. "Seaaaaaan! Gimana? Udah mendingan banget?" Tanyanya. Mama Sean langsung duduk di pinggiran kasur pasien.

Sean mengangguk pelan.

"Untungnya kamu cuma kehilangan sedikit darah. Jadi kamu komanya cuma 3 hari. Padahal dokter bilang setidaknya dua minggu." Tiba-tiba mama menjelaskan. Seakan-akan bisa membaca pikiran Sean.

Napas Sean tercekat. Kecewa bukan main. Jadi....... Alexa, Kai, Jojo, dan Naomi bukanlah orang yang nyata? Jadi mereka hanyalah mimpi Sean selama koma? "Cuma.... 3 hari?" Tanya Sean.

Mama Sean mengangguk. "Kenapa, Sean?"

Sean menggeleng lemah. "Rasanya kayak setahun."

Mama Sean terus bercerita apa yang sudah terjadi. Kalimat pujian syukur terus mengalir dari mulutnya. Sean hanya tersenyum. Pikirannya melayang entah kemana. Sean merasa semua temannya hanyalah imajinasinya saja. Namun di sisi lain, Sean merasa semuanya pasti nyata. Mimpinya itu pasti gambaran masa depan yang akan dilaluinya. Setidaknya, ia berharap tokoh yang bernama 'Alexa' itu nyata.

ALEXEAN // completedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang