Chapter 7

369 33 5
                                    

••• AFTER MEET YOU •••

Berbeda dari biasanya, Kali ini Kanya memperhatikan setiap materi yang disampaikan oleh guru. Terlebih wanita setengah baya yang mengajar di depan papan tulis itu menceritakan bagaimana kisah Asiyah istri Fir'aun.

Pembahasan yang menarik untuk perempuan. Di mana Asiyah binti Muzahim sangat mempertahankan keimanannya kepada Allah.

"Meskipun Asiyah hidup di dalam istana yang penuh dengan kemewahan dan bergelimangan harta, tetapi ia lebih memilih istana yang dibangun Allah dalam surga Firdaus dengan tetap menjaga kesucian dirinya. Iman dalam jiwa dan hati nya telah memberi kekuatan untuk berjuang ditengah keramaian orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Allah." Bu Melisa berjalan mengelilingi setiap kursi anak muridnya.

"Asiyah menjadi teladan yang baik untuk kita semua dalam menjaga dan mempertahankan tauhid-Nya. Meskipun hidup dimasyarakat yang kufur kepada Allah, ia tetap bertahan dalam keimanan, jiwanya tidak ternoda meski suaminya sendiri adalah musuh Allah,"
terang Bu Melisa lagi.

Keistiqomahannya sangat luar biasa. Zaman sekarang akan sulit sekali menemukan wanita seperti Asiyah. Ya, memang tidak bisa kita samakan percis, tetapi yang mendekati saja rasanya langka.

Siapa yang tidak tergiur oleh harta? Bahkan yang ditakutkan adalah sewaktu Dajjal datang, kaum wanita akan berbondong-bondong menjadi pengikutnya. Naudzubillah. Mungkin hanya beberapa dari mereka yang terselamatkan.

Salah satu murid mengacungkan tangannya dan mengajukan sebuah pertanyaan. "Bu, mengapa Asiyah lebih memilih keluar dari istana yang begitu banyak harta di dalamnya?"

"Pertanyaan yang bagus," jeda Bu Melisa, "karena Asiyah sudah dijanjikan oleh Allah, akan dibangunkan istana di dalam surga Firdaus-Nya, jika tetap menjaga keimanannya." Bu Melisa tersenyum jika mengingat ketaqwaan Asiyah kepada Rabb-Nya.

Pahlawan tanpa tanda jasa itu kembali berdiri di depan papan tulis. Mengedarkan pandangan ke seluruh murid. "Jika diberi dua pilihan, kalian akan memilih mana? Bertahan di dalam istana yang bergelimang harta namun menjadi orang yang tidak disukai Allah atau meninggalkan semua istana itu untuk mendapatkan istana terbaik didalam surga Firdaus-Nya?"

"Meninggalkan istana Fir'aun lahh Buu," jawab murid serentak.

Memang seharusnya seperti itu, tak baik jika terlalu mengejar kecintaan dunia yang tidak berarti di akhirat.

"Baik, sekian dari penjelasan singkat mengenai kisah Asiyah istri Fir'aun, semoga kalian bisa menjadi sosok seperti Asiyah yang mempertahankan tauhid-Nya." Bu Melisa merapihkan buku-buknya, sambil berjalan ke arah pintu. "Assalamualaikum warrahmatullah wabarakatuh," tutup Bu Melisa dalam pelajarannya.

"Waalaikumsalam warrahmatullah wabarakatuh," jawab semua murid serempak lagi.

Sesekali Kanya melamun, memikirkan betapa jauhnya dia dari Rabb-Nya. Selama ini Kanya hidup seperti di istana. Berfoya-foya tak memikirkan jerih payah orang tuanya.

Kanya tersadar itu semua salah. Lantas apa yang harus ia perbuat? Kebiasaan yang menyesatkan akan menjadi sebuah kebinasaan.

"Kanya!" Seseorang membuyarkan lamunan Kanya. Ia menoleh ke arah sumber suara itu.

"Kamu kenapa ngelamun?" tanya orang itu aneh melihat Kanya.

Gadis itu merutuki dirinya sendiri sebab tak sadar jika semuanya sudah pulang, hanya ada beberapa petugas piket. Bel sekolah pun sampai tak terdengar olehnya.

"Ini ada yang ketinggalan tadi," jawab Kanya gugup. Ia tak mau menanggung malu di depan laki-laki itu.

Kanya melangkah ke depan kelas. "Lo sendiri kenapa di sini, Kak?"

Justru sekarang Arga yang gelagapan. Dalam hatinya pun tak tahu mengapa ia bisa sampai di depan kelas gadis itu.

"Kebetulan lewat," jawabnya. Karena arah kelas Arga dan kelas Kanya berbeda, jadi Arga menggunakan kata 'Kebetulan' sebagai alasan.

Mereka sudah berjalan di koridor. Tampaknya hanya ada beberapa siswa saja yang berlalu lalang. Hingga sampai tepat di depan gerbang.

"Kamu dijemput atau ..."

"Kanya!"

Keduanya menoleh ke arah sumber suara itu. Kanya menelan salivanya kuat-kuat, sebab ekasihnya datang di saat yang tidak tepat. Arga masih berada bersamanya saat itu. Dan terjadilah saling beradu tatapan tajam.

"Saya duluan, Assalamualaikum." Karena tidak ingin membuat keributan, Arga beranjak pergi dari mereka. Namun, urung saat Bryan turun dari motornya, lalu ...

Bguh!

Satu pukulan keras melayang di wajah Arga, sampai membuat hidung laki-laki itu mengeluarkan sedikit darah segar. Ia mengatur napasnya sebentar, sama sekali tak berniat membalas pukulan emosi itu.

"BRYAN STOP!" teriak Kanya menengahi keduanya.

Kanya benar-benar tak menyangka Bryan sampai berbuat sedemikian kasarnya kepada Arga. Ia jadi merasa tidak enak hati.

"Stop atau kita putus!" Kanya membelakangi tubuh Arga, dan menghadap Bryan dengan tatapan kesal.

Perlahan Bryan mundur mendekati motornya. "Oh jadi kamu lebih pilih dia? Huh?" ujar Bryan sambil menunjuk Arga yang masih menyekat darah dari hidungnya.

"Ternyata dia alasan kamu belakangan ini jadi berubah?" tanya Bryan lagi. Nadanya begitu emosi. Ia mendekati Kanya dan menatap gadis itu lekat. "Benar bukan?"

Kanya menggeleng lirih. "Bukan. Nggak ada kaitannya sama Kak Arga," ucap Kanya menoleh ke arah Arga sebentar.

Bryan hendak mendekati Arga kembali, namun Kanya segera menahan lengannya. "Lebih baik kamu pulang," ucapnya tanpa melihat ke arah lawan bicara.

Tanpa menunggu lama, Bryan segera menuruti perintah kekasihnya. Kendaraan roda duanya melaju kencang tanpa ampun. Amarahnya menguasai dirinya tanpa bisa mengendalikannya sendiri.

Kanya menghampiri Arga yang duduk di kursi dekat gerbang. Wajah laki-laki itu terlihat sedikit memar di sudut bibirnya.

"Are you oke?" Arga tak menjawab pertanyaan dari Kanya. Gadis itu semakin merasa bersalah sebab dirinya lah Arga menjadi seperti itu.

"Lo tunggu di sini dulu sebentar, Kak." Tanpa menunggu persetujuan dari Arga, Kanya sudah pergi meninggalkan laki-laki itu sendiri.

Kanya berlari kecil mencari ruang UKS. Syukurlah petugas PMR masih ada yang bertugas. Kanya meminta bantuan salah satu PMR laki-laki untuk mengobati luka Arga. Karena ia tahu, Arga tidak akan mau disentuh dengan sembarang wanita. Kanya hargai itu.

Kompresan air dingin menjadi salah satu cara untuk membantu menyekat pendarahan di hidung, serta membantu mengurangi bengkak dan nyeri pada luka memar.

Laki-laki itu sedikit meringis kesakitan.

"Nanti di rumah, kompres lagi kalau masih nyeri," kata petugas PMR itu dan beranjak pergi membawa waskom stainless kembali.

Kanya duduk di sebelah Arga, namun jaraknya tidak terlalu dekat. Gadis itu memperhatikan secara intens wajah Arga.

"Gimana?"

"Sedikit membaik."

"Maaf," ucap Kanya lirih.

Kanya tahu betul mengapa Arga tidak membalas serangan dari Bryan. Karena Arga tidak ingin memancing keributan, terlebih jabatannya sebagai ketua Osis. Segala perilakunya harus dijaga.

"Lebih baik kamu pulang, dan jaga diri baik-baik." Arga sedikit kesulitan dalam berdiri, diliriknya Kanya sesaat, lalu pergi meninggalkan gadis itu sendiri.

Dari tempat di mana mereka duduk tadi, Kanya masih menatap punggung Arga yang kian menjauh. Rasa bersalah terus menghantuinya.

~Bersambung~

*Penjelasan mengenai kisah Asiyah binti Muzahim  dalam buku Muslimah, Tetaplah Shalihah Meski Zaman Berubah. Penulis Siswati Ummu Ahmad.

After Meet You [ REVISI SELESAI ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang