Chapter 14

308 23 5
                                    

•••AFTER MEET YOU•••

Kanya baru menyadari ada sesuatu yang berbeda dari wajah Arga ketika laki-laki itu memberikan pengumuman terkait masalah kegiatan perkemahan. Jarak Kanya dengan Arga yang berada di depan semua murid kelas X itu hanya terpaut beberapa orang saja. Sesekali Kanya menyipitkan matanya untuk sekadar memastikan bahwa itu adalah benar luka memar lagi.

Sepanjang hari ini, Kanya memang belum bertatap muka secara langsung dengan Arga. Makanya ketika mereka berkumpul selepas pulang sekolah, Kanya baru tersadar. Apakah karena Bryan lagi? Batin Kanya masih menduga-duga. Ia tak sepenuhnya menuduh Bryan, sebab Kanya tak mempunyai bukti apapun.

"Saya akan membagikan menjadi sepuluh kelompok. Dengarkan baik-baik nama kelompok kalian." Suara laki-laki itu di microphone memecahkan lamunan Kanya. Hampir saja membuat Kanya terkejut.

Kanya segera menyingkirkan masalah Bryan. Mungkin jika benar Bryan yang melakukan, Kanya harus berbicara padanya.

Satu per satu nama kelompok telah disebutkan dengan lantang. Kanya mendengus sebal karena belum juga disebutkan namanya.

"Kelompok 10, yaitu :
1. Difa X Ipa.1
2. Syifa Afia X Ips.2
3. Maya X Bahasa 2
4. Anggara X Ips.3
5. Kayla Safira X Ips.3
6. Bayu X Bahasa 1
7. Reza X Ipa.2
8. Kanya Aleysia Angwen X Ips.3
Dan akan dibimbing oleh Riko XII Bahasa 1, dan Anggia XII Ipa 2." Arga menurunkan kertas-kertas berisi catatan nama kelompoknya, usai mengatakan hal itu. Kemudian, dia mundur beberapa langkah dan digantikan oleh Bagas sebagai wakil ketua OSIS.

Akhirnya Kanya mendapatkan kelompok, dan itu yang terakhir. Kanya pikir namanya sulit ditemukan, makanya paling akhir. Dan yang membuat Kanya senang adalah ternyata ia satu kelompok dengan Kayla. Setidaknya, dia tidak harus mencari teman lagi. Atau lebih tepatnya tidak perlu SKSD.

Setengah jam di bawah teriknya matahari sudah cukup membuat siswa-siswi kelas X menjalankan aksi demonya. Setelah beberapa menit perdebatan, akhirnya para pengurus OSIS membubarkan barisan. Sontak membuat semuanya bersorak ria kegirangan. Terkecuali Kanya.

Gadis itu menghampiri Arga yang berada di tepi lapangan. Pengurus OSIS yang lainnya sibuk berlalu lalang, entah mengurus apa. Tapi yang terpenting bagi Kanya adalah berbicara serius dengan Arga.

"Jujur aja, Kak. Gue tahu itu ulah Bryan, kan?"

Arga masih bergeming. Ia pura-pura sibuk dengan menyusun kertas yang ada di tangannya. Di sini, Kanya bagaikan berbicara pada patung.

"Nggak penting juga," ucap Arga tanpa melihat ke arah Kanya sedikit pun. Ia masih sibuk dengan kegiatannya itu.

"Apanya yang nggak penting? Ini penting!"

Akhirnya Arga kalah. Ia menatap sebentar gadis itu, lalu mengalihkannya lagi. "Saya lagi sibuk, Kanya. Kamu bisa nanti aja? Lagian ini nggak ada urusannya sama kamu." Ia memang berbicara dengan nada tenang. Namun, bagi Kanya itu adalah sebuah sindiran halus untuk mengusirnya.

"Nggak ada urusannya gimana? Jelas-jelas lo kayak gitu karena dia."

"Kak, jawab jujur atau gue bakal neror lo dengan pertanyaan yang sama?" Kanya bertanya lagi, membuat Arga semakin geram. Memang gadis itu tak bisa dibohongi.

"Oke. Dari pada saya pusing sama pertanyaan kamu itu ...," kata Arga akhirnya, "kamu tahu siapa pelakunya."  Kalimat terakhir sudah cukup mewakilkan jawaban Kanya. It means, benar Bryan pelaku utamanya.

Kanya menatap Arga khawatir. "Kenapa nggak bilang dari kemarin, sih, Kak?" Tangannya hendak menyentuh luka di wajah Arga. Namun, laki-laki itu sudah keburu menjauhkan wajahnya ke belakang.

"Maaf, kebiasaan."

Kanya memang sudah memakai hijab hari ini, tetapi perilaku dan sikapnya belum sepenuhnya dapat berubah. Kebiasaan yang dulu sering dia lakukan masih melekat dalam tubuhnya. Hal itu membutuhkan proses. Proses yang panjang. Dengan seiring waktu berjalan, perlahan Kanya akan membenahi akhlaknya sebagai muslimah. Dan itu tidak bisa dilakukan secara spontan.

"Lebih baik kamu pulang dan siapkan untuk acara perkemahan. Saya masih ada urusan, Assalamualaikum." Arga beranjak dari hadapan Kanya menuju ruang OSIS dengan kertas yang sudah disusun rapih.

Sedangkan Kanya, gadis itu menatap kepergian punggung Arga yang semakin menjauh darinya. Semisalnya ia tetap mengejar, sepertinya Arga tetap tak akan mau berbicara lagi dengannya. Kanya memilih membalikan tubuhnya, hendak bersiap pergi. Sebelumnya, Kanya sempat menoleh sebentar ke belakang, namun hasilnya tetap nihil. Arga masih berjalan dengan tatapan lurus.

Begitu Kanya benar-benar pergi, justru Arga yang menoleh ke belakang. Mungkin hanya selisih beberapa detik saja, pandangan mereka tak sempat bertemu.

_____________

"Aku bilang juga apa, kamu pasti akan kembali ke sini, Kanya."

Kanya tak menghiraukan perkataan mantan kekasihnya itu. Ia menatap Bryan tajam. Tak peduli walaupun Kanya berada di kawasan geng sekolah Bryan.

"Ini pacar lo yang kemarin itu kan, man? ... cantik juga," tanya salah satu laki-laki yang duduk bersama Bryan dan lima orang lainnya.

"Sekarang jadi ukhty-ukhty nih ..., assalamualaikum ustadzah." Satunya lagi dengan gaya rambut gimbal itu berusaha menggoda Kanya dengan sindiran halus.

"Diem lo, jangan berani macem-macem!" omel Bryan pada mereka. Jelas saja, mereka seketika mengatup mulutnya.

Bryan membawa Kanya ke samping kedai itu untuk menjauh dari teman-temannya. Sekuat apapun Kanya menepis genggaman erat Bryan, laki-laki itu lebih kuat darinya. Kanya hanya bisa mendengus kesal.

"Aku tahu kenapa kamu kamu ke sini," ucap Bryan lebih dulu.

Kanya melepas genggaman itu dengan keras sambil mendelikan mata ke arah Bryan. "Bisa nggak, sih, kamu terima keputusan aku? Kita ini udah nggak ada apa-apa, Bryan. And, kamu jangan ganggu hidup aku atau dia lagi. It's not your business!"

"Apa kamu bilang? It's not my business? Apapun yang berkaitan sama hubungan kita, itu juga jadi urusanku!"

Kanya tertawa sinis. "Kita udah putus, kalau kamu lupa."

"Bryan, Please. Kamu jangan ganggu aku dan aku nggak akan ganggu kamu lagi," kata Kanya lagi. Sedangkan laki-laki itu mengalihkan pandangannya, seolah tak ingin mendengar apa yang Kanya ucapkan.

Akhirnya Bryan menatap Kanya, detik kemudian dia menunduk lesu. "Oke, kalau itu mau kamu. Aku nggak bisa paksa."

Kedua sudut bibir Kanya terangkat begitu saja ketika ia berhasil menghancurkan ego Bryan. Kanya rasa ini adalah awal yang baik untuk ke depannya.

Kanya baru saja melangkah pergi dari hadapan laki-laki itu, namun tiba-tiba Bryan memanggil namanya lagi. Mau tidak mau Kanya menoleh ke belakang.

"Kamu cantik pakai itu."

Satu kalimat yang terlontar dari mulut Bryan berhasil membuat Kanya tersenyum lagi padanya. Entah senyuman terakhir, atau mungkin akan bertemu lagi. Kanya tak tahu pasti soal itu.

~ Bersambung ~

After Meet You [ REVISI SELESAI ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang