Chapter 24

258 19 2
                                    


•••AFTER MEET YOU•••

Gaun berwarna salem serta hijab senada mambuat Kanya terlihat sangat anggun di acara pernikahan kakaknya. Walaupun hanya memakai make up natural, itu tak membuat aura kecantikan di wajahnya berkurang, justru membuat Kanya terlihat sangat cantik hari ini. Tentu saja tak mengalahkan aura pengantin.

Dress code selain pengantin memang berwarna salem. Untuk para tamu undangan pun diwajibkan memakai warna senada. Itu semata-mata untuk membuat gaun pengantin putih Fanya dan Rizky terlihat kontras di antara mereka.

Setelah akad dilangsungkan setengah jam yang lalu, Kanya berdiri di tepi railing pagar kaca. Ia menghembuskan napas dalam-dalam sambil merasakan udara segar dari pegunungan. Mencoba menghilangkan sesuatu yang mengganggu pikirannya.

"Assalamualaikum." Tahu-tahu seseorang bersuara dari belakang. Dan, suara itu ... yang ditunggu-tunggunya sejak tadi.

"Maaf, saya terlambat. Ternyata cukup macet." Kanya masih bergeming. Salam pun belum dijawab. Seolah penampakan laki-laki itu menyihirnya.

Detik kemudian, Kanya tersadar sudah memandangnya terlalu lama. Ia langsung menunduk malu sambil menjawab salam yang tertunda.

Kanya mengajak Arga untuk duduk di kursi yang jaraknya tak jauh dari mereka berdiri saat ini. Masih dengan perasaan menggebu, Kanya benar-benar tak tahu lagi harus bersikap bagaimana.

"Kamu ... apa kabar?" tanya Arga lebih dulu.

"Alhamdulillah baik. Kak Arga sendiri gimana? Kuliahnya lancar?"

Arga mengangguk, tersenyum. "Alhamdulillah."

Setelah lama tidak berkomunikasi, ternyata cukup sulit untuk membangun topik pembicaraan selain menanyakan kabar. Iseng Kanya memperhatikan perbedaan rambut Arga yang sudah agak panjang dari terkahir yang dilihat. Raut wajahnya tak berbeda. Masih sama seperti beberapa bulan lalu.

"Dulu saya pernah bilang, kan bidadari itu menutup auratnya?" Kanya mengangguk, walau tak paham arah pembicaraan Arga.

Arga ingin sekali mengatakan bahwa Kanya sangat cantik hari ini. Namun, tenggorokannya seolah tercekat begitu saja. Arga juga tak pandai berkata demikian. Akhirnya Arga menggeleng, tidak jadi mengatakannya.

"Kenapa, sih, Kak?"

"Enggak——"

"Aku cariin, tahunya ada di sini!" Tiba-tiba seorang perempuan datang sambil membawa dua gelas sirup orange dengan napasnya yang terengah-engah. Kemudian, dia langsung duduk di kursi sebelah Arga.

Seketika Kanya membisu. Perempuan yang berada di hadapannya kini adalah perempuan yang sama dengan foto itu.

Arga pun belum berucap apa-apa sejak kedatangan Aira di tengah-tengah mereka. Suasana berubah menjadi dingin.

"Aku nggak dikenalin, nih, Ar?" Suara Aira memecahkan keheningan.

"Aira, ini Kanya." Arga melirik ke arah Aira. Berikutnya ke arah Kanya dengan tatapan canggung. "Kanya, ini Aira."

Kedua perempuan itu saling bersalaman. Aira tersenyum puas, sedangkan Kanya mungkin tersenyum palsu.

Bertepatan dengan kehadiran Aira, Kanya dipanggil oleh kakaknya untuk sesi foto. Bisa dikatakan Kanya selamat dari hal-hal yang tidak ingin ia lihat.

"Aku ke sana dulu, Kak." Sekali lagi Kanya tersenyum ke arah Arga dan Aira. Kemudian, dia beranjak meninnggalkan keduanya yang masih bungkam.

Kanya berdecak sebal. Satu sisi ia memang senang sebab Arga datang. Tapi sisi lain, justru Arga membawa perempuan itu. Kanya pikir, Aira memang spesial di hidup Arga. Dan dirinya, tidak ada apa-apa dibandingkan dengan teman masa kecilnya.

"Kak, kenapa nggak bilang-bilang sih kalau Kak Arga dateng sama dia?" Kanya berbisik di tengah-tengah sesi foto mereka.

"Mana Kakak tahu kalau temennya itu perempuan. Dia cuma bilang kalau bawa temen. Itu doang!" Mereka saling berbisik hingga foto siap diambil.

Kanya kembali duduk bersama orang tuanya setelah beberapa foto berhasil di abadikan. Sesekali pandangannya tertuju ke arah kursi di mana Arga, Aira dan kedua orang tua Arga duduk bersama.

Jealous? Mungkin memang itu yang menggambarkan kondisi hatinya saat ini. Bukan kebersamaan Arga dengan orang tuanya, pun keluarganya sudah baik-baik saja. Melainkan, kedekatan Aisyah dan Aira yang membuat Kanya sedikit merasa iri.

Sekaligus cemburu dengan perempuan itu.

_____________

Acara pernikahan Fanya dan Rizky berakhir pada pukul dua siang. Arga tidak langsung kembali ke Bandung, sebelumnya Danu mengajak Arga untuk berbicara serius di kafe terdekat.

"Kamu inget teman Abi yang sudah bantu Abi kerja di perusahaannya?" tanya Danu mengawali pembicaraan setelah minuman dihidangkan oleh waiters.

Arga mengangguk sambil mengingat-ingat kembali.

"Jadi teman Abi itu punya putri semata wayang," Danu menjeda kalimatnya sebentar, sembari menatap Arga, Aisyah dan Aira secara bergantian. "Abi dan teman Abi ingin menjodohkan kalian."

Arga tersedak tepat ketika Danu berkata hal yang tak terduga. Ini di luar dugaan Arga.

Menikah? Semuanya mungkin menginginkan. Apalagi melengkapi separuh agama. Tapi Arga tidak suka jika dijodohkan. Dirinya laki-laki dan berhak memilih siapa pendamping hidupnya kelak.

"Bi, Arga baru semester awal, masa udah mau nikah aja? Lagian nikah itu butuh kesiapan yang matang. Arga ini laki-laki, Bi. Punya tanggung jawab nafkah nantinya," protes Arga.

Arga melirik ke arah Aisyah, sambil memberi isyarat agar dapat membantunya. Namun, Aisyah hanya menggeleng.

"Abi nggak bilang dalam waktu dekat ini. Putri teman Abi juga masih kelas dua SMA, tapi nanti setelah dia lulus."

Pernyataan apa lagi yang membuat Arga terkejut? Ternyata perempuan itu masih menginjak bangku sekolah.

"Tapi Arga punya pilihan sendiri, Bi." Arga terus berusaha membujuk Abinya.

"Kanya?" Satu nama yang disebutkan Danu berhasil membuat Arga tak mengelak. Abinya benar. Memang Kanya pilihannya.

"Bi, Ummi rasa pilihan Arga itu sudah pas. InsyaAllah Kanya sudah masuk semua kriteria dalam memilih pasangan, termasuk agamanya." Kini Aisyah angkat bicara.

Danu diam. Arga mengangguk setuju dengan pendapat Umminya. Sedangkan Aira, perempuan itu hanya menyimak perdebatan yang terjadi.

"Putri teman Abi pun agamanya bagus. Nasabnya Abi sudah tahu, nggak ada yang perlu diragukan." Danu terus melakukan pembelaan. Sebagai orang tua, Danu merasa ia yang paling tahu betul siapa yang terbaik untuk anaknya. Padahal, itu akan menjadi perselisihan di antara hubungan anak dengan orang tua.

"Tapi, Bi, ..."

"Arga sudah, nanti biar Ummi yang bicara lagi," sahut Aisyah mengakhiri perdebatan mereka.

Vanila latte di hadapannya sudah tidak menarik lagi untuk diminum. Arga hanya mengaduk-aduk minuman itu sambil mencoba untuk tetap tenang. Ia tak mau jika harus selisih paham dengan Abinya. Apalagi mereka jauh, takut hal itu akan membuat semakin buruk ke depannya.

Berhubung adzan ashar sudah dikumandangkan, Danu mengajak semuanya untuk shalat terlebih dahulu di masjid sebelah kanan kafe.

Setelah itu, mereka berpisah di sana pada pukul setengah empat sore. Arga dengan sepeda motornya, sedangkan Aira tetap dengan Honda Jazz-nya. Bukannya Arga membiarkan Aira pergi sendiri, tetapi Aira memang sudah biasa bepergian jarak jauh seperti itu. Dan sebetulnya tidak ada yang mengajak Aira untuk hadir di acara pernikahan Fanya. Perempuan itu yang ingin ikut Arga. Katanya mencari udara segar. Dan Arga hanya bisa mengiyakan saja.

~Bersambung~

Tebak siapa yang dijodohin sama Arga?

Pembaca sebelum revisi pasti tau :v

After Meet You [ REVISI SELESAI ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang