Chapter 20

301 25 3
                                    

•••AFTER MEET YOU•••

Sore ini setelah Kanya menghabiskan waktunya untuk belajar, ia tampak senyum-senyum sendiri. Lebih tepatnya, karena satu pesan di whatsApp-nya. Sejak tadi jantungnya berdegub abnormal. Kanya sendiri tak bisa mengontrolnya untuk bisa kembali normal.

Rasa itu memang nyata adanya. Bukan halusinasi Kanya semata. Kanya pikir ini hanyalah rasa kagum karena sikap baik yang selama ini Arga perbuat. Namun, sepertinya ia keliru. Semakin lama semakin nyata. Meski Kanya tahu akhirnya ia harus mengalah dan mengubur rasa itu sebelum waktunya tiba.

Di ruang tamu bersama kakaknya, Kanya selalu melirik ke arah pintu masuk rumahnya. Sesekali melirik layar ponselnya. Berharap seseorang yang sedang dalam perjalanan, secepatnya sampai.

"Dia jadi ke sini?" Pertanyaan yang terlontar dari Fanya memecahkan fokusnya. Ia menghembuskan napas kasar.

"Lagi di jalan katanya."

"Setegang itu, ya cuma ketemu dia?" Fanya memang memperhatikan gelagat adiknya sejak tadi. Semacam salah tingkah, khawatir, dan merapihkan hijabnya dengan frekuensi berulang. Itu tampak jelas sekali.

"Kelihatan banget, ya?"

"Nenek-nenek juga tahu, kali!" sindir Fanya. Tawanya pecah. Namun, itu hanya sebentar. Digantikan dengan ketukan pintu yang akhirnya.

Kanya melangkah sambil membenarkan gamisnya yang sedikit lusuh. Sebelum membukanya, Kanya tahu siapa seseorang yang berada di balik pintu itu. Padahal ini bukan kali pertama orang itu mengunjungi rumahnya, namun sepertinya ini terkesan berbeda. Dan mungkin yang terakhir kali.

"Assalamualaikum," sapa seseorang itu ketika pintu terbuka lebar.

"Wa'alaikumussalam. Masuk, Kak."

Kanya melangkah lebih dulu daripada Arga hingga sampai di ruang tamu. Terlihat Fanya masih setia dengan ponselnya di sana. Kanya memang meminta kakaknya untuk menemani selama ada Arga di rumahnya.

"Kamu udah lulus, ya, Ga?" tanya Fanya pada Arga. Sebelumnya memang diawali salam kepada Fanya, kemudian Arga duduk di sofa berhadapan dengan Kanya. Dengan tiga gelas orange jus beserta makanan ringan di atas meja yang letaknya berada di tengah-tengah mereka.

Arga mengangguk. "Iya, Kak. Baru tadi pengumumannya."

"Lanjut ke mana?" Fanya bertanya lagi. Sedangkan Kanya hanya mendengarkan percakapan mereka. Ini sepertinya terbalik.

"InsyaAllah, ke Bandung."

Fanya berdecak kagum. "Wah! Congrats!"

Setelah mengucapkan, 'thanks' pada Fanya, kini Arga beralih pada Kanya. Ia memberikan sebuah kotak persegi dengan pita berwarna pink di sana. Sontak membuat Kanya tertegun.

Tangan Kanya perlahan membuka kotak itu sambil tersenyum. Sebuah Al-Qur'an berwarna merah bermodelan seperti dompet. Ukurannya tidak terlalu besar, tidak juga terlalu kecil, yang pasti mudah dibawa ke mana-mana. Kemudian dia menatap Arga untuk meminta penjelasan dari hadiah itu.

"Itu Al-Qur'an tajwid berwarna, buat bantu kamu belajar, dan ada penjelasan hadist di bawahnya."

Seandainya tidak ada Arga di hadapannya, mungkin Kanya sudah menitihkan air mata. Ia jadi teringat waktu pertama mereka bertemu. Arga pun memberikan hijab putih untuk dipakai di sekolah. Sampai saat ini, Kanya masih memakai hijab itu. 

Kanya hanya membalasnya dengan senyuman sambil menatap kembali Al-Qur'an itu. Ingin mengatakan sesuatu, namun seakan tenggorokannya tercekat begitu saja. Bisu seketika.

"Tuh, udah di kasih mahar aja. Padahal kan Kakak yang mau nikah," celetuk Fanya menggoda adiknya. Kanya tersipu malu. Ada rona merah di wajahnya. Dia menyenggol lengan Fanya pelan, sebagai isyarat agar tidak mengatakan hal yang aneh lagi.

"Berangkatnya kapan, Kak?" Cepat-cepat Kanya mengalihkan arah pembicaraan, daripada ia harus menahan malu sebab ulah kakaknya.

"InsyaAllah, minggu depan. Saya mau cari tempat kos dulu di sana, sekalian lihat-lihat kampusnya."

Kanya hanya mengangguk-ngangguk saja. Masih bingung kata apa yang harus ia katakan selanjutnya. Seolah rasa canggung itu menyelimuti mereka, padahal sebelumnya tidak seperti ini.

"Bandung itu masih di Indonesia, Kanya! Kurang lebih tiga jam aja nyampe, kok." Lagi-lagi Fanya meledek adiknya. Fanya memang tahu rasa cemas gadis itu.

"Kamu jangan khawatir gitu, Arga nggak bakal lirik-lirik perempuan lain sampai kamu lulus. Bukan begitu saudara Arga?"

Seketika Arga menjadi gugup dengan pertanyaan yang Fanya ajukan. Ia hanya tersenyum dan mengangguk kecil.

"Saya pamit dulu, Kak Fanya." Arga berdiri sambil merapihkan kemejanya. Dia tersenyum sambil menundukan kepalanya sedikit sebagai tanda pamit undur diri. Kemudian, menatap ke arah Kanya. Masih dengan senyuman yang sama.

Setelah kepergian Arga disertai dengan salam, Kanya rasanya ingin sekali mencakar-cakar wajah kakaknya yang sudah berhasil membuat dirinya malu. Namun, sudah pasti itu tidak akan terjadi. Sebab Fanya lebih dulu melarikan diri ke dalam kamar.

Sementara Kanya masih menatap kotak persegi itu dengan Al-Qur'an di dalamnya. Ia baru tersadar, bahwa ada sepucuk surat yang terletak di bawah Al-Qur'an. Hanya kertas kecil, tetapi mampu membuat Kanya semakin menjadi dengan perasaannya.

Assalamualaikum Kanya,

Saya memberikan kamu hadiah ini bukan tanpa alasan.
Saya ingin kamu tetap istiqomah dalam hijrahmu.
Selalu semangat tiada henti.
Dan saya ingin kamu membaca Al-Qur'an setiap hari, bukan karena ini pemberian dari saya,
Melainkan karena kecintaanmu sendiri terhadap Al-Qur'an dan mempelajarinya.

Arga Mahendra

Kali ini karena sudah tidak orang di dekatnya, air mata itu membasahi kelopak mata Kanya. Buru-buru ia mengusapnya, takut jika kakaknya melihat.

Kanya tahu, dirinya bukan siapa-siapa bagi Arga. Kanya sadar, tak seharusnya ia mencintai ciptaan-Nya melebihi Pencipta-Nya.

Kanya hanya bingung, bagaimana menyikapi rasa yang selalu bergetar saat bertemu dengan Arga?

Dulu, Kanya melampiaskan rasa hatinya dengan pacaran. Tapi sekarang? Hanya dengan seuntas doa yang selalu ia panjatkan sebagai pelampiasan rasa hatinya saat ini.

Berharap Sang Pemilik Hati dapat mempertemukan dia dan dirinya lagi. Walau ada jarak di dalamnya.

Di sisi lain, jika sampai umur, Arga pun berharap semoga perempuan yang selalu ia sebutkan dalam doanya, menjadi teman hidupnya. Bukan hanya di dunia, tetapi juga akhirat.

Sebab banyak pasangan hanya mencari kesenangan dunia saja, seakan lupa jika ada kehidupan yang abadi. Dan tujuan mereka menikah semata-mata hanya tradisi turun-temurun, bukan dijadikan sebagai ibadah.

~Bersambung~

After Meet You [ REVISI SELESAI ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang