Chapter 26

272 17 0
                                    

•••AFTER MEET YOU•••

Lima belas menit setelah bel pulang sekolah, Kanya masih menunggu kakaknya yang berniat ingin menjemput. Namun, nyatanya sampai sekarang pun belum ada tanda-tanda kehadiran Fanya.

Sekolah belum sepi, siswa yang mengikuti eskul basket sedang berkerumun di tengah lapangan. Sebagian anggota Rohis pun masih berkeliaran di depan ruangannya. Hanya saja Kanya merasa sendiri menunggu di kursi taman.

Mengingat keberadaannya di taman saat ini, Kanya jadi flashback. Memorinya berputar kembali saat seseorang menegurnya ketika ia sedang terlelap tidur. Kanya tersenyum mengingatnya. Dulu, ia benar-benar tak terima jika dinasihati. Selalu saja memberontak.

Setiap apa yang terjadi memang selalu ada hikmah yang tersembunyi. Kanya bersyukur bertemu dengan seseorang itu. Walau meluluhkan hatinya untuk menerima setiap nasihat yang dia berikan tidak mudah, tapi dia melakukannya secara perlahan. Sampai-sampai Kanya terjebak oleh situasi itu.

Kak Fanya
Kamu duluan aja ke restonya, Kakak sama Mas Rizky harus ke toko roti dulu.

Kanya membaca satu pesan itu sambil menghembuskan napasnya kasar. Jika sejak tadi Fanya mengatakannya, Kanya tidak perlu menunggu seperti ini.

Akhirnya mau tidak mau, Kanya beranjak menuju gerbang, kemudian memesan taxi online. Ia memang sengaja tidak membawa kendaraan sendiri, sebab tadinya Fanya dan suaminya yang akan menjemput.

Menunggu lagi. Kanya rasa itu adalah hobinya saat ini. Setelah sepuluh menit Kanya dibuat lelah, taxi online dengan nomor polisi sama persis seperti di aplikasi berhenti di hadapannya.

"Kanya, ya?" tanya supir itu sembari membuka kaca mobil.

Kanya mengangguk, kemudian masuk ke dalam mobil dan duduk di kursi belakang. Dalam perjalanan, Kanya sambil melapisi kemeja putihnya dengan kardigan berwarna abu yang selalu ia bawa di dalam tas.

_____________

Semenjak hari di mana Arga mengetahui perasaan Aira sebenarnya, ia tetap tak menjauh. Justru Aira yang menghindar dari Arga. Biasanya setiap selesai kelas, perempuan itu selalu muncul di hadapan Arga. Namun, kali ini tidak. Bahkan sudah beberapa hari tak kelihatan batang hidungnya.

Arga sampai khawatir, sebab tiba-tiba saja Aira bersikap dingin seperti itu. Padahal Arga sendiri tidak mempermasalahkan atas rasa yang tak dapat dikuasai oleh manusia.

Sehabis shalat ashar di Masjid kampus, Arga melihat Aira sedang membaca buku di bawah pohon yang letaknya tidak jauh dari Masjid. Berhubung kelas terakhir pukul dua, jadi setelah ini ia ada waktu luang. Mungkin akan Arga manfaatkan untuk berbicara dengan Aira sebelum ia melanjutkan kegiatan organisasinya.

Arga masih memperhatikan perempuan itu dari jauh. Tampaknya sangat serius sekali. Sampai Arga tiba di hadapannya pun, Aira tetap fokus pada satu titik.

"Ra, apa pun itu yang mengganggu pikiran kamu, jangan diambil rumit. Kita nggak akan dihisab sama sesuatu yang nggak kita kuasai."

Kalimat yang dilontarkan Arga, berhasil membuat Aira menoleh ke arahnya. Arga ikut duduk bersila di hadapan Aira. Hembusan angin yang melintas ditambah daun-daun yang berguguran, seakan-akan sedang berada di musim semi.

Aira meletakan buku yang berjudul Pengantar Desain Komunikasi Visual di sampingnya. Kemudian, menautkan kedua alisnya ke arah Arga.

"Daun Yang Jatuh Tidak Pernah Membenci Angin. Kamu pasti pernah baca novel itu, kan?"

Arga mendongak ke atas. Tangannya meraih salah satu daun yang baru saja jatuh.

"Kita nggak punya kuasa kepada siapa hati kita berlabuh. But, kita punya kuasa akan di ke manakan rasa itu."

Arga mengangkat daun berwarna kecokelatan itu sambil menunjukannya ke arah Aira. "Ibarat daun ini. Dia nggak pernah minta untuk gugur. Dan sewaktu dia gugur pun, dia nggak membenci angin yang udah buat dia jatuh. Karena apa? Ya, karena itu takdirnya. Setelah gugur, maka akan ada lagi fase di mana daun itu tumbuh kembali. Bahkan lebih indah."

Aira rasa dirinya sedang berada di posisi Tania dalam novel karya Tere Liye itu. Jatuh cinta kepada seseorang yang sudah menganggapnya adik sendiri.

Seandainya saja Tania nyata, Aira ingin sekali memeluknya. Dan mungkin, akan menangis bersama.

"Kamu ... nggak marah sama aku, Ar?" tanya Aira ragu-ragu.

"Buat apa saya marah? Justru saya kira kamu yang marah." Arga tertawa pelan melihat perubahan sikap Aira.

Perempuan itu justru mengangkat kedua sudut bibirnya, lega. Mungkin setelah ini, ia harus mengubur rasa itu dalam-dalam. Aira tahu diri, Arga sudah menyebut satu nama perempuan dalam doanya. Dan itu ... bukan dirinya.

Dirasa sudah cukup berbicara dengan Aira, Arga berdiri sembari membersihkan celana bagian belakangnnya yang terkena tanah.

Arga pamit disertai salam sebelum akhirnya meninggalkan Aira kembali.

_____________

Lagi, Kanya harus menununggu kehadiran Fanya dan Rizky yang ternyata masih dalam perjalanan. Delapan menit sudah berlalu, Kanya hanya mengaduk-aduk mocacino yang ia pesan sambil mengedarkan pandangan ke setiap pengunjung. Sesekali melirik ke arah ponselnya. Hasilnya nihil. Tidak ada notifikasi apa pun.

Seandainya memecat kakak dari kartu keluarga bisa dilakukan, maka Kanya akan melakukannya. Sebab terlalu tega membuat adiknya menunggu yang ditotal mungkin sudah setengah jam lebih.

Brak

Seseorang yang baru saja melintas, tersandung sesuatu di sebelah meja Kanya. Sontak membuat Kanya ikut menoleh ke arahnya. Dan mengambil ponsel yang terjatuh tepat di bawah sepatunya.

"Maaf, ini handphone-nya, Kak."

Laki-laki memakai baju seragam putih abu-abu yang dilapisi hoodie hitam itu ikut melengak ke arah Kanya sambil meraih ponselnya, namun belum sampai bertemu pandangan. Dia masih sibuk membersihkan kemeja putihnya yang terkena sedikit tumpahan air yang dibawa.

Kanya masih bersikap biasa saja sampai ketika ia tahu ternyata laki-laki itu adalah mantan kekasihnya. Mereka saling beradu pandangan sebentar, kemudian Kanya segera mengalihkannya.

Ini jadi boomerang buat Kanya sendiri. Dulu, ia berharap tidak ingin bertemu dengan Bryan lagi. Namun, nyatanya keadaan selalu membawanya bertemu dengan dia.

"Kanya?"

~Bersambung~

After Meet You [ REVISI SELESAI ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang