013. Setengah dari harga bensin

522 39 59
                                    

Malam ini Salma membuka buku catatan kecil yang sering dibilang diary. Salma membuka lembar demi lembar dan membacanya ulang apa yang ia tuliskan dari buku tersebut.

Ada satu lembar catatan Salma mengenai kepergian ayahnya. Salma kecil, baru berusia sepuluh tahun, dan masih duduk dibangku kelas empat SD.

Salma membaca dan mengingat kembali kejadian yang telah lalu, bagaimana kepergian Ayahnya yang secara tiba-tiba, bagaimana kepanikan Ibu Salma saat memeluk ayah Salma yang sudah hampir tiada dan membisikan sesuatu bahwa ia ikhlas dengan kepergian Ayah Salma, bagaimana ketiadaan Ayah Salma yang Salma saksikan sendiri dan Salma hanya bisa diam.

Salma meraih lembar tisu yang ada di hadapannya kemudian membuang ingus nya ke situ. Salma mengambil lagi beberapa lembar tisu untuk menghapus air matanya yang tidak berhenti keluar dari matanya.

Salma menutup buku diary yang sudah bertahun-tahun lamanya, Salma jadi kehilangan moodnya untuk menulis apa yang terhajadi tadi pagi. Salma melamun, air mata sudah berhenti keluar.

Pintu kamar diketok seseorang, kalau Ibunya melakukan itu. Salma belum yakin, karena biasanya Ibunya memanggil selalu dengan nada teriak. Salma beranjak dari kursinya kemudian membukakan ganggang pintu. Di balik sana ada perawakan cowok tinggi yang menantinya, siapa lagi kalau bukan Revan.

Saat Salma membuka pintu kamar dan mendapati Revan yang tersenyum lebar kepadanya.

Dibalik tangan Revan, dia membawa sesuatu yang pastinya sesuatu yang Salma sukai, apalagi itu kalau bukan coklat putih.

"Eh, kapan datang?" tanya Salma terkejut saat Revan ada di hadapannya.

"Baru aja, tas gue juga ada di ruang tamu," Revan menyingkirkan Salma dari hadapannya, Revan melangkah kan kakinya memasuki kamar Salma.
"Kamar lo gini-gini aja ya," Revan memadang seluruh sudut kamar Salma.

"Emang kalau gitu-gitu aja lo mau ngubah gitu? Iya, gue tau lo Abang yang ngambil jurusan arsitektur. Udah, ubah-ubah aja Van, nggak masalah," Salma meraih buku diary nya sebelum Revan mengambil dan membacanya.

Bagaimana kalau Revan membaca isinya? tentu saja itu sangat memalukan bagi Salma, mengingat semua yang Salma alami selalu ia tulis di situ. Kebehagiaan, kesedihan, makian, keluhan, cinta. Pokoknya dalamnya sangat privasi untuk Salma.

"Emang boleh kalau gue ubah isi kamar lo? Ini boneka boleh nggak kurangin, kebanyakan tau nggak. Kesannya kamar lo sempit, udah sempit tambah sempit," Revan mengambil salah satu koleksi Hello Kitty milik Salma kemudian mengangkatnya ke udara.

Salma menoleh kemudian merebut boneka itu dari Revan. "Boleh, tapi jangan yang ini. Ini juga nggak boleh, ini nggak boleh, semuanya nggak boleh."

Revan menatap Salma dengan alis yang naik sebelah. "Gimana sih." Revan melangkahkan kakinya menuju sudut kamar Salma dekat lemari dan menatap sebuah kotak.

"Ini apa?" Revan mengambil kotak yang Reza berikan tadi pagi saat Reza menjemput Salma berangkat sekolah.

"Ini dari Reza, katanya hadiah gue ulang tahun. Tapi belum gue buka," Salma menahan tangan Revan yang ingin membukanya.

Revan kakak Salma yang tidak bisa diam, mirip sekali dengan Salma. Ada-ada saja bahan menarik untuk dibicarakan jika bersama Revan. Salma dan Revan ini sifatnya hampir mirip tujuh puluh persen, meski sisanya Revan suka jailin Salma.

"Gue mau liat isi dalamnya," pinta Revan dan dibalas gelengan kepala Salma.

"Nggak boleh kepo, gue aja nggak tau isinya apa."

"Ini ada coklat, lo ulang tahun kan? Lo ulang tahun keberapa gue lupa, masalah doa lo nggak usah kepo," cengir Revan mengeluarkan batangan coklat dari kantong jaketnya

Love&Friendship | L&FTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang