022. Takut Mati

280 19 31
                                    

Hari senin, identik dengan upacara. Sekarang Salma tengah duduk di depan rumahnya sambil menunggu Reza menjemputnya berangkat sekolah.

"Reza kok lama sih," Salma melirik jam tangan yang melingkar ditangannya. "Nggak lama lagi kan upacara."

Ibu Salma keluar dari rumah sekedar menghampiri anaknya yang terlihat kusut. "Salma nungguin apa kamu nak?"

"Nungguin Reza ma, lama banget."

"Oh yaudah mama balik lagi ke dalam ya?"

"Iya ma, oh iya lupa." Salma bangkit dari duduknya menghampiri sang ibu untuk salim.

***

Di tempat lain.

Jarang-jarang Reza bisa bangun telat seperti ini, biasanya terjadi ketika hari libur. Tapi kenapa kali ini terjadi dihari senin?

Sehabis mandi Reza langsung meraih seragam sekolahnya, untung saja malam tadi sudah disetrika oleh ibunya jadinya rapi. Reza langsung memasang sepatu dan pamit lalu berangkat.

Reza menaikkan gasnya dengan kecepatan melebihi dari biasanya. Tunggu dulu, tumben penumpang dibelakang tidak protes, biasanya dia langsung memukul punggung Reza.

"Sal lo nggak masalah kalau gue naikin lagi gasnya?" tanya Reza.

"Sal, kok lo diem sih?"

"Salma?" Reza menoleh kekaca spionnya ternyata tidak ada Salma.

Reza berhenti memeriksa Salma, ternyata memang tidak ada. Astaga Reza, Reza.

"Bego banget sih gue," Reza memutar lagi arah motornya dan menjemput Salma di rumahnya. Syukur-syukur Salma tidak marah nantinya.

Padahal perjalanan Reza tadi sudah setengah jalan menuju sekolahnya. Yah, jarak rumah Reza dan Salma tidaklah dekat dengan sekolah. Bukan hanya mereka, Bella dan Nico pun jarak rumahnya lumayan jauh.

Reza menghampiri Salma, seperti yang Reza bayangkan. Pagi-pagi seperti ini Salma sudah memasang muka kesalnya kepada Reza.

"Ayo cepetan naik, keburu gerbang ditutup." Reza berucap.

Salma naik tapi jangan harap Salma diam saja, pasti ada-ada saja pertanyaan yang keluar dari mulut Salma setelah ini.

"Kok lama sih?" Salma cemberut.

Bukannya menjawab, Reza malah menyuruh Salma untuk berpegangan yang erat.

"Pegangan Sal."

"Eh, pertanyaan gue jawab dul- AAAA..." Salma berteriak takut jatuh dan dengan cepat ia berpegangan dengan melingkarkan kedua tangannya dipinggang Reza.

Kali ini Salma merasa kalau nyawanya sekarang ada ditangan Reza. Bagaimana tidak, Reza membawa motor kelewatan cepatnya hingga membuat Salma tidak berhenti mengucapkan zikir.

Reza sadar akan itu jadi tertawa nyaring. Salma mendengar tawa Reza langsung saja protes.

"Kok lo ketawa sih, fokus aja ke jalan." Salma memejam matanya, bibirnya tanpa henti mengucap zikir.

"Lo lagi zikir!?" tanya Reza setengah teriak karena suaranya hampir tidak terdengar karena suara kenelpot motor sangat nyaring.

"Iya lah, gue takut mati. Dosa gue masih banyak!" Salma menyahut tidak kalah nyaringnya.

"Kalau mati juga kita matinya berdua Sal."

"Jangan becanda! Nggak lucu tau nggak!?" Salma semakin menjadi.

***

Di situ mereka datang, bel sekolah langsung berbunyi nyaring. Membuat Salma dan Reza bernapas dengan lega karena mereka tidak jadi telat.

Love&Friendship | L&FTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang