Seindah apapun moment kita, akan terasa menyakitkan dan menyedihkan jika mengingatnya di waktu yang telah berbeda.
~MeerAldy~
™
"Tapi, Mee. Apa gak lebih baik kalau kamu mainnya di rumah sama Aldy?" ucap Nandhy sambil menuang susu cokelat hangat ke gelas Meera.
Meera menggeleng pelan, wajahnya semakin memucat. Lingkaran hitam di matanya terlihat lebih jelas. "Meera gak apa, Anne. Meera mau ke gedung kesenian, kalau ada apa-apa, kan, ada Aldy." ucap Meera tanpa menatap Nandhy. Ia terus mengunyah nasi goreng yang ada di hadapannya.
"Assalamualaikum!"
Meera dan Nandhy sontak menolehkan matanya ke arah pintu utama yang terketuk beberapa kali.
"Kamu yakin?" tanya Nandhy lagi, meyakinkan Meera. Meera hanya mengangguk sebagai jawaban. Nandhy mengembuskan napasnya perlahan lalu berlalumembukakan pintu rumah.
"Selamat pagi, tante!" sapa Aldy ketika pintu di depannya sudah terbuka, menampilkan wanita berkepala empat dengan senyuman manisnya.
"Pagi, Aldy. Ayo masuk, Meera lagi sarapan." ucap Nandhy sambil membuka pintu lebih lebar agar Aldy dapat masuk.
"Makasih, tante," ucap Aldy lalu melangkah memasuki rumah Meera. Nandhy tersenyum lalu menutup pintu utama rumahnya dan ikut berjalan beriringan bersama Aldy.
"Tante titip Meera, ya. Keadaan Meera lagi gak baik-baik aja, tante khawatir dia kenapa-kenapa, tapi dia keukeuh mau pergi sama kamu," ucap Nandhy berbisik seraya berjalan menuju ruang makan.
Aldy mengkerutkan kedua alisnya lalu melirik Nandhy, "Meera lagi sakit, tante?"
"Yaa, begitu." ucap Nandhy memelan karena mereka sudah sampai di ruang makan.
"Hai, Mee." sapa Aldy sambil beralih duduk di hadapan Meera. Meera hanya tersenyum. Aldy terdiam memperhatikan wajah Meera, sepertinya Meera memang sedang tidak baik-baik saja, lihat saja bagaimana wajahnya yang semakin memucat setiap hari.
"Lo lagi sakit? Kalau lo sakit, mending gak jadi aja. Kita mainnya di sini aja," ucap Aldy yang langsung dibalas gelengan oleh Meera.
"Gue mau nunjukin sesuatu ke lo. Gantian dong, emang lo doang yang bisa nunjukin ruang musik ke gue?" ucap Meera diakhiri kekehan walau bibirnya sangat pucat. Aldy ikut terkekeh.
"Btw, yang mau lo tunjukin itu apa sih?"
Meera terkekeh sambil menyampirkan tali sling bag nya di bahu sebelah kanan, "Kalau penasaran, ayo berangkat," ucap Meera langsung berdiri. Aldy ikut berdiri dan mengikuti langkah Meera menuju bagasi untuk mengeluarkan sepeda gunung Meera.
🐣
Aldy mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru gedung yang sangat besar ini. Ada banyak kursi-kursi beludru berwarna merah seperti di bioskop, sebagian sudah terisi dan sebagian masih terlihat kosong. Dari tempat Aldy dan Meera berdiri, tepatnya di depan pintu masuk, terlihat panggung berukuran cukup besar yang paling mendominasi gedung ini, terlihat pula seorang penari sedang bergerak lincah di atas panggung sana. Keadaan di gedung itu cukup gelap dan tidak terlalu ramai, seperti sedang di bioskop. Meera bilang, ini biasa digunakan untuk pertunjukan seni teater, drama musikal, dan hal semacam itu dan hanya diadakan setiap dua minggu sekali oleh panitia.
"Ayo, Dy," ajak Meera beralih menatap Aldy dan menyadarkan Aldy dari keterlamunannya. Aldy masih diam menatap wajah Meera, yang entah kenapa saat itu terlihat sangat manis di bawah redupnya pencahayaan gedung karena lampu temaram di beberapa sudut.

KAMU SEDANG MEMBACA
MeerAldy (On Going)
Teen FictionTanganku bergerak ragu membuka surat itu, lagi. Tapi tulisan itu selalu bisa membuat rinduku terobati akan sosoknya. Perlahan, senyumku terlihat menyedihkan kala menatap tulisan itu untuk kesekian kalinya. Dengan tinta hitam dan kertas menguning yan...