.32. Hari Tak Bermakna.

20 5 0
                                    

Lo tau gak, sih?
Menghilangnya lo dari pandangan gue sehari aja, atau mungkin setengah hari. Udah buat gue takut.

Takut gak bisa ngeliat senyum lo lagi.

~Meera & Aldy~

Sudah hari kelima SMA Galaksi melaksanakan ujian kenaikan kelas. Sudah hari kelima juga, Aldy tak kunjung menemui atau sekedar mendapat sedikit kabar dari Meera. Tentu saja hal itu membuat Aldy semakin gusar, namun situasi yang sedang ujian memaksanya untuk mengesampingkan sedikit tentang Meera dan tetap fokus pada ujian.

Kedua mata Aldy terlihat kosong menatap rubik yang sedari tadi hanya ia putar-putar. Keadaan di kantin saat itu memang ramai, sangat ramai, namun entah kenapa semua terasa begitu sepi bagi Aldy. Tak ada Meera, tak ada suguhan semangat pagi dari senyum Meera, tak ada kebekuan Meera yang terus membuatnya tak gentar mencairkan benteng es itu.

"Meera masih belum ada kabar?" tanya Lulu yang langsung mengambil duduk di samping Aldy, mulutnya terlihat mengemut permen gagang. Aldy sendirian pergi ke kantin, teman-temannya sedang sibuk bermain bola di lapangan sana. Sebenarnya, Satria sudah mengajaknya, namun Aldy seperti tak ada gairah sama sekali untuk ikut bermain. Kalau ada Meera, pastilah-ah sudahlah.

"Belum." jawab Aldy seadanya.

Toni, Iwan, dan Lulu sudah berbaikan dan keadaan sudah kembali seperti semula. Bahkan, setelah konflik itu, mereka terlihat semakin akrab.

Lulu terdiam sambil memainkan jari-jarinya, "Lo cerita dong, Dy. Meera itu gimana, sih? Kan, selama ini gue belum pernah ketemu Meera. Cuma sering denger namanya aja," ucap Lulu sambil menyengir. Aldy tersenyum miring mendengar permintaan Lulu barusan.

Jari-jarinya mulai bergerak lincah mengacak warna rubiknya, "Dia itu cantik, Lu. Tapi bukan karena cantiknya gue tertarik mau jadi temen dia. Lo tau karena apa?"

"Apa?" tanya Lulu sambil mengeluarkan permen gagangnya dari mulut lalu memasukkannya lagi.

Jari-jari Aldy berhenti bergerak, matanya mendongak membayangkan wajah Meera yang sangat manis saat tersenyum pertama kalinya kala itu, "Dia itu beda dari yang lain. Dia itu terlalu menutupi dirinya dengan benteng es yang tinggi. Hal itu yang buat gue tertarik untuk mengenal Meera lebih jauh. Gue penasaran, sama apa yang ada di balik benteng es nya itu, Lu." ucap Aldy lalu beralih menatap Lulu dengan tersenyum.

"Terus sekarang benteng es nya udah mencair?" tanya Lulu dengan kedua alis terangkat.

Aldy kembali menunduk dan memainkan rubiknya, "Sometimes. Selain dingin, dia juga rumit. Kadang, dia cerita-cerita masalah keluarganya dan kadang juga gue yang banyak cerita ke dia, dia itu pendengar yang baik. Tapi kadang juga, dia berubah jadi pendiem banget. Sampe gue tuh pusing sendiri kalau Meera tiba-tiba diem atau jutek, awalnya. Tapi akhirnya, semakin kesini, gue semakin tau, kalau Meera emang gitu orangnya. Dan hal itu jadi poin tambahan kenapa gue tertarik mau deket sama dia." ucap Aldy lalu menaruh rubiknya yang masih berantakan di tengah meja kantin. Aldy terdiam.

"Menurut lo, Meera itu apa sih?"

Aldy terkekeh mendengar pertanyaan Lulu barusan. Aldy menatap Lulu masih dengan kekehannya, "Meera itu sulit untuk dijelasin. Dia itu terlalu rumit, Lu. Tapi, bagi gue, Meera itu satu-satunya perempuan yang bisa membuat gue bisa melakukan hal yang gak memungkinkan gue lakuin, bisa jadi sangat memungkinkan. Aneh, kan?"

Lulu mencebikkan bibirnya sambil memutar bola matanya keatas, lalu kembali menatap Aldy lagi, "Lo kayanya jatuh cinta deh sama Meera." celetuk Lulu yang  membuat tubuh Aldy langsung menegang seketika.

MeerAldy (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang