Mengaku kalah

1.4K 116 0
                                    

"Cintai dia yang mencintai rabbnya! Pernyataan yang sangat menyiksa jika pada kenyataannya cinta tidak bisa diatur arahnya"

-Khodijah-


Dinginnya malam tidak menandingi sikap dinginnya khodij pada Abi disampingnya. Mungkin khodij sudah pernah menyampaikan bahwa pria itu adalah sesosok manusia dengan sikap pemaksa yang melekat padanya, khodij sudah menolak, khodij sudah mengatakan dia tidak ingin tapi tetap saja dia berakhir diatas rooftop bersama pria itu.

Mereka sudah cukup lama diatas sana tapi bungkam menjadi pilihan khodij atas abi, tak sehuruf pun keluar dari bibir manisnya sejak tadi, hanya ada helaan napas, dan hal itu yang membuat abi frustasi sendiri. Berkali-kali pria itu mengatakan maaf tapi seolah gadis dihadapannya mati pendengaran.

"Khodijah tolonglah, bicara pada ku"

Khodij bukan tidak mendengar, dia hanya tidak bisa menjawab, pikirannya menarik cukup banyak fokusnya. Khodij lagi-lagi menghela napas.

"Baiklah jika kau tetap ingin diam. Baiklah jika kau menolak bicara padaku. Tapi tolong dengarkan apa yang ingin kukatakan"

Abi menghela napas panjang meyakinkan dirinya sendiri untuk ucapan selanjutnya.

"Hari itu aku tidak bermaksud membentak mu, aku tidak bermaksud meninggikan suaraku dihadapan mu. Maaf untuk itu, kau tahu terkadang seseorang sulit mengendalikan dirinya sendiri. Dan.. Dan untuk ucapanku-"

Abi menelan salivanya kuat, entah tapi terasa sangat berat untuk mengatakan hal itu.
"Untuk ucapanku tentang Agama mu. Aku sangat menyesal mengatakan itu. Aku tidak tahu khodij, kata-kata itu keluar tanpa kuminta aku tidak mengerti bagaimana aku bisa mengatakan itu. Tolong lah aku tidak bermaksud menghina Islam, aku hanya lepas kendali dan mengatakan kalimat setan itu"

Tanpa disangka khodij memutar tubuh menghadap Abi, tersenyum, dan hal itu membuat abi begitu bahagia. Senyuman itu menjadi objek utama abi dari wajah khodij, pria itu tak bisa menahan gejolak setelah lama tak melihat senyuman manis itu.

"Aku tidak marah"

Dan suara lembut tulus itu, Abi kini mendapati hatinya tak karuan hanya dengan suara itu.
"Marah ku sudah hilang Abi, marah itu sudah lama lenyap dan sekarang aku tidak
marah lagi"

"Benarkah? Kau memaafkan pria bodoh ini?"

"Jika tuhan saja selalu memaafkan hambanya, kenapa aku tidak. Aku tidak berhak marah padamu"

Abi mengangguk anggukan kepala, dia sangat bahagia kali ini.

"Tapi kurasa Allah tidak akan lagi memaafkan ku" tutur khodij lemah.

Abi langsung menatap khodij, apa maksudnya? Abi mengernyit tidak mengerti.
"kenapa? Untuk alasan apa tuhanmu tidak memaafkan mu?"

"Untuk sesuatu yang seharusnya tidak ada, untuk sesuatu yang seharusnya tidak tumbuh dan untuk sesuatu yang tidak boleh kulakukan"

Suara khodij bergetar, abi kaget khodij menangis, jika saja dia tidak tahu ada larangan dalam agama khodij untuk bisa menyentuh gadis itu, maka abi mungkin akan merengkuh tubuh gadis itu dalam dekapannya.

"Ada apa kho? Tolonglah jangan menangis, katakan padaku apa masalah mu?"

"aku menghianati tuhan ku, aku pasti sudah mengecewakannya."

"menghianati? Mengecewakan? Apa maksudnya?"

"Kita tidak seharusnya seperti ini Abi, kita lalai dalam berteman, maksudku aku! Aku yang mungkin lalai dalam menjalankan peran berteman dengan mu, hingga aku lupa seharusnya aku membatasi itu. Aku seharusnya tidak merasa jatuh pada hal yang mustahil. Aku tidak seharusnya berpikir bahwa sesuatu yang berbeda itu boleh bersatu"

Derai air mata khodij semakin banyak, mengalir tanpa henti bersamaan dengan perasaan khodij yang dihujam rasa aneh. Setengah sudah khodij akui bahwa dia telah kalah pada pertempuran hatinya, meski kesadaran selalu datang menyiksa dengan mengingatkan bahwa diantara pilihan yang ada tidak ada pihak yang membela khodij.

Abi pergi, entah apa yang membuat pria itu memutuskan untuk pergi dengan kebingungannya, dia tidak mengerti apa maksud khodij tapi dia memilih menarik langkah. Dan ditempatnya khodij menangis sejadi jadinya, coba dia tahan tapi gagal karna isaknya semakin mengeras dililit oleh perasaan sakit dihatinya.

Dia hanya seorang manusia berjenis perempuan, dimana spesies itu terkadang banyak yang disiksa karna masalah perasaan. Dan kali ini khodij tak bisa lagi membohongi dirinya sendiri bahwa ada cinta lain yang tumbuh disisi hatinya, khodij menyerah pada perasaannya atas pria itu. Inilah yang khodij takutkan, inilh yang khodij coba hentikan tapi dia gagal. Perasaan itu akhirnya menampakkan diri, perasaan itu akhirnya datang dengan berbagai penyiksaan terhadap khodij.

"Ya Allah, maaf menyukai dia yang tidak mengenal Mu. Jika engkau tidak ridho, maka tolonglah bimbing hamba pada pintu keluar dari perasaan itu."

.....

"Aku tidak tahu. Aku tersakiti dengan melihatnya menangis, aku tersiksa mendengar isakannya. Aku sangat ingin memeluknya tapi aku tidak bisa, penjelasan mu waktu itu menahanku"

"Yang boleh menyentuhnya hanya mahromnya. Dan kau bukan salah satu dari mereka"

"Kapan aku bisa menjadi mahromnya?"

Hiba terdiam, dia sendiri bingung harus menjawab apa. Mungkin tidak akan pernah selama tembok itu tidak diretakkan, temboknya sangat tebal karna terbuat dari perbedaan keyakinan.
"Pak dengarkan aku, jika kau berniat untuk menjadi mahrom nya gadis itu, mungkin akan sangat sulit dan butuh proses yang panjang. Ada perbedaan yang besar antara kau dan dirinya, dan hal itulah yang harus pertama kali kau robohkan"

"Apa kami dilarang bersatu karna kami berbeda?"

Hiba mengangguk. Dan abi menghela napas. Jika khodij hanya bisa mengaku pada tuhannya, abi bisa berbagi pada Hiba, salahsatu pegawainyanya. Hari itu saat melihat Hiba makan bersama khodij dikantin dia punya niat ingin mengulik informasi tentang apa saja yang gadis itu lakukan diluar sepengetahuannya, karna sejak awal abi mulai sadar akan perasaannya sendiri. Setelah semuanya abi kini tahu bahwa Hiba menganut agama yang sama dengan khodij, dan beberapa pengetahuan tentang islam abi dapatkan dari wanita itu.

"Apa kau benar mencintai khodij pak?"

"Aku sangat mencintainya, aku ingin bersamanya selalu, dan aku ingin membahagiakannya?"

"Apa kau akan berubah demi dirinya?"

"Berubah?"

Hiba menghela napas, dia menatap pria dihadapannya dengan tatapan intens dan tanpa dijelaskan pria itu mengerti maksudnya.

Malam itu menjadi malam yang menyiksa untuk khodij dan malam penuh kebimbangan untuk Abi. Keduanya menderita untuk hal yang sama. Khodij berpikir apa yang terjadi itu salah, dan harus dihentikan sementara Abi berpikir bahwa apa yang terjadi itu harus diputuskan langkahnya.

Masih dimalam yang sama, dikamarnya kini gadis itu ambruk diatas tempat tidur, tenaganya habis dihantam berbagai perasaan yang terombang-ambing. Jika saja ada Ayah atau Bunda nya disini mereka pasti langsung menarik putri nya kedalam dekapan penuh kehangatan, menyalurkan kekuatan mereka pada anak ini, menyelesaikan masalah-masalah sang anak dengan bijaksana.

Dan perasaan itu semakin menyiksa khodij. Mungkin orangtuanya akan kecewa padanya saat tahu bahwa putri mereka, yang matia-matian mereka didik sedari kecil kini menangis karna pria? Kini putri mereka mengenal rasa menyukai tapi pada pria yang berbeda keyakinan? Tidak terbayang bagaimana sakitnya mereka untuk itu.

***

Assalamualaikum.
Smga kalian suka.
Jgn lupa vote❤

KHODIJAH (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang