Waktu

1.4K 122 0
                                        

"Ikut aku, CEO memanggilmu"

Kemudian ibu hellen berlalu pergi.
Khodijah menatap satu persatu orang disampingnya, mencoba meminta penjelasan apa yang terjadi dan serempak semuanya menggeleng. Hanya marko yang menambahkan gerakan seolah memperingati khodij dengan tangan seakan menyayat lehernya sendiri. Khodijah akan menangis saja rasanya. Tapi untunglah keempatnya menyemangati khodij dan meminta gadis itu agar segera pergi sebelum ibu hellen marah karna bergerak lelet.

Langkah demi langkah terasa sangat berat berjalan menuju lift, khodij mengekor pelan dibelakang ibu hellen dengan perasaan campur aduk, dia takut, gelisah, dia tidak siap. Entah kenapa CEO tiba-tiba memanggilnya, khodij takut dia melakukan kesalahan hingga membuatnya berakhir begini. Sebisa mungkin khodij meyakinkan dirinya sendiri, dan berhuznudzon pada atasannya, mungkin saja ini hanya bentuk perkenalan atau apalah namanya sebagai pekerja baru disini. Mungkin semacam interview?

Setelah melewati lift yang membawa mereka kelantai 25 kini mereka berdiri didepan sebuah pintu kaca buram.
Tidak jelas apa yang ada didalamnya, tapi khodij bisa pastikan bahwa saat ini detak jantungnya sama sekali tidak bersahabat.
Ibu hellen masuk kedalam ruangan, khodijah mengikuti dibelakang dan setelah berada diruangan tersebut khodijah mengedarkan pandangannya.

Satu kata untuk mendefinisikan ruangan itu adalah 'Kosong'. Khodijah bisa mendengar helaan nafas ibu hellen yang saat ini telah menatapnya dengan raut wajah kecewa. Khodijah menunduk, dia tidak berani membalas tatapan ibu hellen yang terlihat sangar.

"Apa kau tahu, atasan kita itu sangat menuntut karyawannya masalah waktu dan rasa tanggung jawab yang besar. Tapi kau lihat sekarang, dia memintaku untuk memanggilmu dan saat sudah kupanggil malah dia yang tidak ada ditempat" keluhnya pada khodij.

Khodijah semakin menunduk. Tidak tahu harus berucap apa.

"Kau tetap lah disini, tunggu sampai bos kembali. Disini ada CCTV jadi jangan coba macam-macam"

Khodijah mengangguk patuh, kemudian setelahnya hanya ada dia didalam ruangan.
Khodijah memilih duduk didalah satu sofa yang ada. Matanya memperhatikan seisi ruangan dengan bingung dan gusar.
Khodijah menghela napas, dia bingung harus berbuat apa diruangan ini sendirian.

5 menit!

10 menit!

15 menit!..

Pintu terbuka, disana berdiri seseorang yang disegani dikantor ini.
Khodijah bangkit dan menatap orang diambang pintu itu.

"Huh! Sangat menyebalkan pastinya harus menunggu selama itu. Bos ternyara pergi untuk proyek pembukaan cabang diluar negri, jadi pertemuanmu batal."

Ibu hellen kemudian meminta khodij untuk keluar dari ruangan dan kembali saja bekerja. Emosinya jadi membludak saat tahu bahwa bos nya itu pergi tanpa memberitahunya, padahal dia sudah mendatangakan orang yang dia minta. Dasar bos menyebalkan.

......

"Iya, tolong beritahukan pada teman-teman mu juga, kita akan bertemu lagi dihari sabtu dan minggu"

"Baik kak, akan kusampaikan inshaAllah. Kalau begitu sudah dulu akan kututup telfonnya"

"Baiklah, assalamualaikum fatimah"

"waalaikumsalam"

Khodijah meletakkan ponsel nya diatas nakas. Dia baru saja berbicara via telfon dengan fatimah untuk memberitahukan bahwa dia sudah mulai magang karna itu waktu halaqoh bersama fatimah dan anak-anak yang lain hanya bisa di hari sabtu dan minggu.

Khodijah berjalan kearah meja dimana sebuah laptop dan berlapis-lapis dokumen yang ia tinggalian disana. Khodij mulai menyalakan laptopnya, bersiap untuk mengerjakan tugas kantor yang cukup banyak malam ini.

Hingga dua jam berlalu gadis itu masih betah menatap layar laptop dihadapannya. Meski pergerakannya mulai melemah karna lelah, tapi ia tidak berhenti. Bagaimanapun pekerjaannya adalah amanah, dia harus menyelesaikan semuanya sebelum besok berangkat lagi kekantor.

Jam sudah menunjukkan pukul 11 malam, khodij semakin lemah dan kantuk semakin menggodanya. Hingga akhirnya pekerjaan itu selesai, khodij menyandarkan punggungnya pada kursi, berjam-jam duduk membuat punggungnya sakit.

Setelah menyimpan hasil pekerjaanya, mematikan laptop. Gadis itu melangkah lemah kedalam kamar mandi, menyegarkan diri dengan berwudhu kemudian kembali lagi ketempat tidur.
Setelah merebahkan diri, khodij menarik selimut untuk menutupi tubuhnya.

Bukannya tertidur gadis itu malah menatapi langit-langit kamarnya dengan nyalang, padahal jika ditanya mengantuk, dia sangat ingin tidur karna lelah tapi matanya enggan tertutup karna tertahan pikirannya. Bukan karna dia kehilangan rasa kantuknya, hanya saja saat ini kepalanya yang tiba-tiba dipenuhi satu nama melarang matanya tertutup.

Satu nama?

revan Abinde Jackson!

Abi!

Pria itu, seharian ini dia tidak bertemu dengannya, seharian ini pria itu tidak menghubunginya seperti biasa. Entahlah tapi bahkan saat ini khodij sendiri tidak paham dengan hatinya, dia sendiri bingung bisa mendapati dirinya dipenuhi keanehan.
Aneh sekali menurutnya jika saat ini ada perasaan tidak tenang, tapi khodij sendiri tidak ingin menklaim lebih jauh tentang perasaan itu.

Rasanya berbeda saat gadis itu tiba-tiba ingin sekali saja mendengar suara dari pria itu, sepenggal kata saja dia punya keinginan utuh untuk mendengarnya sebelum ia terlelap malam ini.

Tapi sebelum semuanya semakin jauh. Khodij segera mengambil posisi duduk. Dia mengusap wajahnya kasar, kemudian menatap lurus pada dinding dihadapannya.

'Astagfirullah'

Kata yang tidak mampu melawan keluh nya lidah khodij untuk berbicara, hingga kata penenang itu hanya berakhir bergumam dalam hatinya. Berkali-kali khodij menghela napas, dia merasa begitu jahat pada Allah.

Dia memikirkan pria itu.
Dia ingin mendengar pria itu.
Dia ingin berbicara dengan pria itu.

Dia rindu!

Kalimat-kalimat yang merusak hati khodij, memikirkan pria yang bukan mahromnya, apa dia gila? Apa dia sudah tidak waras?. Seberapa keras pun khodij menentang bahwa yang tadi itu bukan dirinya, tetap saja faktanya dia masih merasakan perpaduan kalimat itu didalam dadanya.

"Aku kenapa sebenarnya?"
Dan lagi, khodij menghela napas.

.......

"Kau tidak apa-apa, hanya saja kau begitu menarik perhatianku hingga rasanya saat ini aku ingin segera menemuimu"

Udara yang menerpa wajahnya, angin malam yang menerbangkan beberapa helai rambutnya yang agak panjang, tidak mampu mengubah pesona nya ditengah remang.

Bukan orang yang tengah dia ajak bicara, bukan manusia yang berada disebelahnya, hanya sebuah bingkai foto yang berasa digenggamannya. Dan benda itu terus membuatnya gila sendiri.

Sudah bermenit-menit abi berdiri dibalkon kamar hotelnya dengan bingkai foto yang berada ditangannya, mata abi tidak lepas dari gambar pundak kecil yang menggemaskan, matanya tidak berpaling sedikitpun dari sana.
Disini dia bisa menyalurkan emosi rindunya, rasanya sangat menyebalkan saat harus pergi menjauh dari gadis itu meski tetap saja dia akan kembali nantinya. Rasanya sangat menyebalkan saat dia tidak bisa bertemu dengan gadis itu sebelum akhirnya dia harus pergi karna urusan pekerjaan.

Karna suatu proyek mendadak abi harus segera terbang ke singapur untuk urusan itu, bahkan dia baru memberikan kabar pada sekretarisnya ketika tiba dihotel.
Dan karna mendesak dia tidak bertemu atau berbicara pada khodijah, abi tidak mengerti mengapa ia merasa perlu memberikan kabar pada gadis itu.
Abi bisa saja menghubungi khodij sekarang, hanya saja dia tahu ini sudah larut dan gadis itu pasti sudah terlelap.

Meski terasa begitu berat, tapi Abi harus menunggu hingga satu minggu lagi.

***


Assalamualaikum.
Terimah kasih membaca khodijah.
Jangan lupa dukung terus kisah dua insan berbeda ini, jangan lupa koment agar membuat nya semakin baik lagi.
Aamiin

KHODIJAH (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang