Suara gemuruh dari para penonton di tribun memenuhi gedung olahraga di SMA Bhineka. Mereka berteriak histeris, apalagi saat kapten basket dari SMA mereka yaitu Evander Tarsicio Arman mendrebel bola dengan lincah melewati lawan mereka dan hap! Dengan mudah bola bundar berwarna orange itu masuk ke dalam ring. Sorak-sorai tepuk tangan kembali riuh, semakin membahana memekakkan telinga.
Cowok bertubuh tinggi itu begitu mahir memainkan bolanya, sampai tim lawan dibuat kewalahan karena aksinya. Dan hingga permainan berakhir, tim SMA Bhineka sukses mendapatkan point tertinggi. Itu semua berkat sang kapten, Evander.
"Good job boy!" Mark, guru olahraga plus sang pelatih tertawa puas dengan kemenangan yang didapatkan anak asuhnya.
Evander tersenyum. Ia menangkap handuk yang tadi sempat di lemparkan Mark padanya, lalu ia gunakan untuk menyeka keringat. Sementara ia menjatuhkan badannya di kursi panjang di pinggir lapangan. Mata Evander nanar menatap lapangan, dimana beberapa teman basketnya masih berada di sana.
"Kamu bisa ikut tim nasional jika permainanmu semakin bagus Van." Mark menepuk pundak Evander.
"Benarkah?" ia menatap Mark antusias. Menjadi pemain basket nasional atau bahkan internasional adalah impiannya. Bahkan saking cintanya Evander pada basket, poster Michael Jordan sedang mendrebel bola terpajang indah di tembok kamarnya.
"Tentu saja." Mark menaikkan alis, melirik Evan yang saat ini menenggak air mineralnya.
"Asalkan......"
"Asalkan apa?"
"Asalkan kamu bisa lebih rajin masuk sekolah dan kurangi yang namanya melakukan aktifitas tidak perlu!"
"Maksudnya?"
Mark tersenyum miring.
"Apa kamu pikir aku tidak tahu jika selama ini kamu sering begadang dengan plasystationmu?!"
Evander berdecak kesal. Ia yakin jika Aulia yang melaporkan semua tentang kehidupannya di rumah pada pelatihanya satu ini. Siapa lagi? Bukankah Mark adalah pacarnya?
"Kamu jangan percaya omongan nenek lampir itu!"
Mark tertawa.
"Dan aku lebih tidak percaya omonganmu daripada omongannya boy!" ia mengangkat bahu. "Dia pacarku, kekasihku, calon istriku dan calon ibu untuk anak-anakku nanti. Sedang kamu......" ia melirik Evander. "Cuma calon adik ipar.....ADIK IPAR!"
Evander menepuk jidat. Ia merasa jika hidupnya semakin terintimidasi dengan kehadiran Mark di hidupnya. Tidak hanya di rumah, ia juga terpaksa harus bertemu pria berumur 27 tahun itu di sekolah karena Mark adalah guru olahraga sekaligus pelatihnya.
"Akh!" Decaknya kesal.
"Kenapa boy?" Mark tertawa.
"Aku rasa hidupku semakin sulit sejak kau datang di sekolah ini." Gumamnya kesal kemudian beranjak dari duduknya.
Mark melongo.
"Mau kemana kau?"
Evander melirik sekilas.
"Ke suatu tempat yang tak ada kamu disana!" jawabnya malas sebelum akhirnya melenggang meninggalkan Mark yang terus berteriak memanggil namanya untuk segera kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
TRIANGLE (TAMAT)
RandomPlease! Don't be silent readers. Hanya sedikit yang akan kau tahu tentang aku. Tentang masa putih abu-abuku yang suram tak berwujud. Cinta? Akh, itu hanya sebatas mimpi bagiku. Bagaimana aku bisa menemukan cinta, jika aku memang tak akan pantas mend...