Satu hal yang tak pernah Nara sadari tentang jatuh cinta, adalah cemburu yang pasti mengikutinya. Iya, lucu kalau dipikirkan. Ia cemburu saat melihat Lucita memeluk kekasihnya dan mengajak cowok itu untuk menikah. Meskipun Nara tahu, jika Rei tak akan mau dengan ajakan itu tapi tetap saja hatinya serasa diremas-remas tak menentu.
Jadi disinilah sekarang Nara berada. Gadis itu terus berjalan tak tentu arah, hingga ia berhenti di sebuah jembatan besar dengan aliran air tenang di bawah sana. Nara menghembuskan nafasnya pelan, tangannya mencengkeram tembok pembatas jembatan, sedangkan matanya nanar menatap ke bawah sana. Sesaat kemudian ia menutup matanya lalu menarik oksigen kuat-kuat masuk ke dalam paru-parunya berharap pikiran kacaunya hilang jika ia melakukan hal tersebut.
Sejujurnya Nara tak ingin seperti anak kecil, tiba-tiba meghadirkan rasa cemburu yang berlebihan di hatinya, tapi rupanya logika dan perasaannya tak mau bekerja sama.
"Kenapa kamu ninggalin aku?" Suara berat itu membuat Nara membuka matanya seketika. Ia tak menoleh, karena ia tahu siapa pemilik suara itu.
Nara menggigit bibir bawahnya, ia tak menyadari kehadiran Rei di belakangnya. Mungkin karena ia terlalu fokus melamun, sehingga suara mobil itu sama sekali tak di dengarnya sama sekali.
"Aku tindak mau kamu tiba-tiba pergi seperti tadi." Tiba-tiab saja Rei sudah memeluknya dari belakang. "Kamu tau, aku cemas." Gumamnya lagi, menghirup dalam-dalam aroma tubuh Nara yang harum.
Nara belum menjawab, diam-diam mukanya memerah mendegar kalimat Rei tersebut. Lantas ia justru mendaratkan tanganya di punggung tangan cowok itu dan memainkan jari-jarinya.
"Aku tidak meninggalkamu. Hanya saja aku kesini karena....."
"Cemburu?" potong Rei cepat. ia kini beralih menggengam jemari Nara dengan kuat, seolah tak ingin melepaskannya begitu saja.
Nara menunduk.mengamini kalimat Rei.
Rei tersenyum, menarik Nara untuk menghadap ke arahnya.
"Jangan cemburu, aku tidak akan membuatmu patah hati."
Nara tetap diam.
"Kamu tahu sendiri bukan, jika aku tak menyukai Lucita?"
"Tapi dia menyukaimu." Jawab Nara pelan. "Aku bisa melihat bagaimana dia menahan kecewa setiap kamu tidak memperhatikannya."
"Lalu apa yang harus aku lakukan Ra? Aku tidak ingin melihat sahabatku patah hati, tapi aku lebih tak ingin melihatmu kecewa. Karena aku mencintaimu."
Nara membuang padang ke sungai.
"Kok kamu tahu aku disini?" Nara mengalihkan pembicaraan. Ia kini berjalan menjuhi Rei lalu berdiri tegak di tepi jembatan.
"Insting."
"Insting?" Nara menoleh. "Insting seperti apa?"
"kalau Kugy sama Keenan di film perahu kertas punya radar, aku juga punya insting Ra. Aku bisa menemukan kamu setiap hatiku berbisik." Jawab Rei mendekati Nara.
Nara tertawa kecil.
"Ngaco kamu."
"Nah...aku suka ngelihat kamu tertawa kayak gini Ra. Cantik!" rei menyentil ujung dagu Nara.
Nara bedecak pelan, ia kembli hanyut dengan pandangannya ke depan. Entah melihat apa.
"Ra, seharunya aku yang cemburu." Kata Rei tiba-tiba.
KAMU SEDANG MEMBACA
TRIANGLE (TAMAT)
RandomPlease! Don't be silent readers. Hanya sedikit yang akan kau tahu tentang aku. Tentang masa putih abu-abuku yang suram tak berwujud. Cinta? Akh, itu hanya sebatas mimpi bagiku. Bagaimana aku bisa menemukan cinta, jika aku memang tak akan pantas mend...