Berkali-kali Nara berusaha memejamkan matanya. Namun nihil. Bayangan ciuman dari Rei yang tak terduga tadi membuat matanya tak bisa terpejam, tubuhnya merinding dan jantungnya seakan mau lepas.
Seja tadi Nara berusaha berfikir, apa maksud cowok itu menyentuh dan bahkan menciumnya. Tapi yang ada Nara justru pusing sendiri memikirkan ciuman Rei yang tak beralasan itu. Suka? Akh tidak mungkin! Bukankah ada Lucita yang disayanginya melebihi apapun. Atau jangan-jangan Rei memang menganggapnya sama seperti ibunya? Jika ia, Nara pasti tak akan memaafkannya.
Drrrrt...drrrt.....drrrt...
Nada getar dari ponselnya membuat Nara mengangkat tubuhnya dengan malas. Sekilas ia menatap jam di dinding kamarnya. Sudah jam satu malam namun masih saja ada orang yang menghubunginya. Ia membuka kunci ponselnya, dan nama seseorang muncul di layar.
Evander :
'Ra kamu sudah tidur? Jika belum, temui aku di depan rumah kamu.'
Seketika Nara langsung menegakkan duduknya. Ia lantas berjalan cepat membuka pintu kamarnya, lalu menelusuri ruang tamunya yang sudah gelap. Namun saat ia membuka pintu depan, ia tak melihat motor Evander di sana, melainkan sebuah mobil berwarna merah dengan lampu yang masih menyala.
Kaca mobil itu terbuka, dan Evander melambai dari dalam.
Nara mendesah pelan, lalu bergegas membuka pintu gerbang dan menghampiri cowok itu.
"Masuk Ra!" Perintah Evander dari dalam mobilnya saat Nara belum sempat mengatakan apapun.
"Kemana?" Nara tampak ragu. Ia memperhatikan penampilannya yang hanya mengenakan kaos pendek dan celana jeans tiga perempat.
"Masuk aja. Kita ngobrolnya nggak usah disini, ga enak sama tetangga kalau ada yang lihat."
Nara menelan salivanya perlahan. Benar juga, jika mereka berada di pinggir jalan seperti ini malam-malam, bisa dipastikan tetangaanya akan mengoceh tidak jelas lagi. Mau tidak mau Nara menuruti perintah Evander dan masuk ke dalam mobil.
Evander tak bersuara. Ia hanya melajukan mobilnya dengan pelan meninggalkan depan rumah Nara. Suara musik dari The Beatles yang mengalun merdu mengiringi perjalanan mereka. Hingga sampailah mereka di sebuah cafe yang buka 24 jam. Evander mengehentikan mobilnya, kemudian turun.
"Ngobrol di dalem aja ya?" tanyanya saat Nara sudah berdiri di depannya.
Nara mengangguk. Ia hanya mengikuti langkah Evander dengan seribu satu pertanyaan yang menggantung di benaknya. Ada apa gerangan cowok ini sampai datang kerumahnya malam-malam dan mengajaknya ke tempat sejauh ini?
Evander memilih tempat di rooftop terbuka. Dari tempat merek duduk sekarang, mereka bisa melihat dengan leluasa pemandangan kelap-kelip kota di malam hari. Suasananya yang tenang membuat mood Nara membaik seketika. Meskipun semilir angin malam cukup membuat kulitnya yang hanya tertututpi kaos itu sedikit merinding karena dingin.
"Maaf ya, gangu tidur kamu." Evander membuka suara tepat saat seorang waiters cowok seusia mereka datang dan menawarkan menu. Evander mengamati menu itu lama. Cafe ini hanya menyediakan kopi dan makanan kecil di malam hari. Mungkin cafe ini memang hanya dikhususkan buat para insomnia lovers agar tidak gabut di rumah.
Evander memesan secangki kopi hangat, begitu pula Nara. Di cuaca sedingin ini, kopi panas adalah pilihan tepat.
"Ah, aku juga belum tidur." Jawab Nara saat waiters itu sudah pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
TRIANGLE (TAMAT)
RandomPlease! Don't be silent readers. Hanya sedikit yang akan kau tahu tentang aku. Tentang masa putih abu-abuku yang suram tak berwujud. Cinta? Akh, itu hanya sebatas mimpi bagiku. Bagaimana aku bisa menemukan cinta, jika aku memang tak akan pantas mend...