16

110 5 0
                                    

                Nara tersenyum tipis menyaksikan ombak yang berkejar-kejaran di depan matanya. Di ujung sana, matahari berwarna orange sudah berada di garis cakrawala. Hampir tenggelam. Sore ini tampak semakin indah tatkala suara camar yang bersahut-sahutan terdengar nyaring di telinga. Cewek itu memejamkan matanya, merasakan hembusan angin pantai yang membelai wajahnya.

Nara menoleh kearah Rei yang juga asyik dengan dunianya. Cowok itu juga tengah menghadap ke laut, melebarkan kedua tangannya sambil merasakan hembusan angin pantai yang lembut.

"Rei!" Panggil Nara. Cewek itu berjalan kearah Rei dengan kaki telanjang.

Rei menoleh. Ia mendapati Nara berjalan ke arahnya dengan senyum tipisnya yang cantik. Senyuman mahal yang susah sekali keluar, dan mungkin hanya Rei yang bisa menikmatinya.

"Apa kamu senang?" tanya Rei, menarik tangan Nara untuk mendekatinya.

Nara mengangguk.

"Terimakasih."

Rei mengulas senyum. Ia memainkan pasir basah di bawahnya dengan jempol kakinya. Terkadang sisa deburan ombak menubruk kakinya yang saat ini tak memakai sepaatu, serta celana sekolahnya yang ia lipat dibawah lutut.

"Sejujurnya aku juga sudah lama tidak pergi ke pantai."

Nara menyunggingkan senyum tidak percaya. Masa iya seorang Rei yang punya banyak waktu luang sampai tak pernah menginjakkan pantai dalam waktu lama. Bahkan jika dia mau mungkin dalam sehari ia bisa pulang pergi ke pantai sampai 5 kali.

"Hei kenapa ekspresimu begitu?" Rei menatap Nara heran.

Nara mengangkat bahu.

Rei berdecak.

"Jika ke pantai sendirian tidak akan semengasyikkan ini Ra." Gumamnya.

Nara melipat tangannya di depan dada. Matanya nanar menatap matahari yang hampir tenggelem di garis cakrawala. Entah kenapa senja selalu indah di mata Nara. Warna langitnya, suasananya serta aromanya selalu mengingatkannya pada almarhum ayahnya. Yah, dulu sewaktu masih hidup ayah sering mengajaknya dan ibunya pergi ke pantai saat senja. Dan itu adalah hal paling mengasyikkan bagi Nara.

"Kenapa diam Ra?" Rei menoleh, menatap wajah cewek yang kini terpaku menatap laut.

"keinget ayah." Jawab Nara singkat lalu menunduk. Kini pandangannya berganti pada kepiting kecil yanag berjalan menembus pasir.

"Ayah?"

Nara mengangguk.

"Ayahku meninggal saat aku kelas 6 SD Rei. Sakit diabetes." Nara menahan air mata yang menggenang di sudut matanya." Dan setelah ayah meninggal, ibu menjadi seperti itu." desisinya pelan.

Rei menarik nafas panjang.

"Ayah dan ibuku masih ada, tapi aku juga merasa tak punya orangtua Ra."

Nara tak menyahut. Rei pernah bercerita perihal kedua orangtuanya. Dan Nara mengerti satu persamaan tentang dirinya dan Rei. Yaitu sama-sama kesepian, sama-sama kehilangan kasih sayang oangtua. Bedanya Nara hidup serba kekurangan, sedangkan Rei serba berkecukupan.

"Aku jadi mengerti kenapa kita bisa sedekat ini."

Rei menoleh.

"Karena kita sama Rei. Kita sama-sama kesepian dan tidak tahu lagi apa yang harus kita lakukan.

TRIANGLE (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang