32

83 4 0
                                    

Rei sudah menduga jika reaksi orang-rang di kantin akan seperti ini. Saat mereka melangkah pertama kali di depan pintu kantin, semua mata memandang mereka tak berkedip. tak berhenti sampai di situ, mata mereka lantas mengekor kemana arah kedua sejoli itu berjalan. Bahkan mereka belum menyudahi tatapan penasaran mereka saat Rei sudah menyuruh Nara untuk duduk di sebuah bangku kosong paling pinggir.

"Rei...aku..." Nara berbisik lirih. Ia mendongak pada Rei yang berdiri di sampingnya dengan tangan bertumpu pada meja. Tubuh cowok itu sedikit mencondong ke arah Nara, seolah melingi tubuh ceweknya dari tatapan-tatapan tidak suka tersebut.

Berbeda dengan Nara, cowok itu tampak tenang meskipun hatinya bergemuruh marah. Ia tidak ingin semakin menjadi pusat perhatian jika sedikit saja mengatakan sesuatu pada orang-orang itu.

"Udah, nggak usah di gubris. Santai aja kayak ngak terjadi apa-apa." desisnya kemudian berusaha menenangkan hati Nara meskipun ia sendiri tidak yakin jika kalimatnya akan membuat cewek itu lebih baik.

Nara tak menjawab. bagaimanapun kalimat Rei untuk menenenangkannya seperti percuma saja. Nara benci keadaan seperti ini. Nara benci jadi pusat perhatian dengan segala mata memandangnya dengan tatapan-tatapan tajam yang tak bisa ia perkirakan.

"Udah, yok makan dulu. Kamu mau pesen apa?" Rei mengambil sebuh kursi dan duduk tepat di seberang cewek itu.

Kalau boleh jujur, rasa lapar tak menghampiri perut Nara pagi ini. Bagaimana bisa di lapar saat semua menatapnya penuh penghakiman tersebut.

"Sama kayak kamu aja." Rei melambai pada salah seorang pelayan kantin yang kebetulan sedang membereskan piring di dekat mereka. Pelayan wanita berusia 35 tahunan itu menghampiri.

"Buk, pesan dua gelas teh hangat sama dua piring batagor ya." wanita itu mengangguk sambil tersenyum lalu berlalu pergi mengambilkan pesanan. Tak lama kemudian, wanita itu sudah kembali datang dengan baki berisi makanan pesana Rei tadi.

"Silakan mas." Kata wanita itu menaruh piring kedua di meja depan Rei dan Nara.

Rei tersenyum. "makasih bu." Wanita itu berlalu pergi.

"Ayok makan dulu." Rei mendekatkan mangkok batagor di depan Nara lengkap dengan sendok dan garpunya. "Aku nggak mau pacar aku kurus kering kayak lidi." Ia mencoba melucu namun hanya ditanggapi dengan senyuman kecil dari sudut bibir Nara.

"Atau mau aku suapin?" Rei mendengus saat dilihatnya Nara masih belum berinisiatif untuk menyendok makanannya.

"Jangan!" tolak Nara cepat. "Aku malu sama temen-temen."

Rei tersenyum, mencondongkan tubuhnya ke arah Nara lalu berbisik.

"Makanya makan dong, kalau enggak aku cium lho ntar di sini?"

Nara melebarkan matanya. Ia tau Rei bukan orang yang suka bermain-main. Apa yang dikatakannya, itulah yang akan dilakukannya. Makanya tanpa menunggu perintah Rei sekali lagi, Nara langsung menyendok batagornya dan mengunyahnya dengan cepat.

Rei tertawa. "Takut banget kayaknya, mau beneran aku cium."

Nara tersenyum kecil dengan mulut penuh dengan batagor.

"Gimana, enak kan?" Rei membuka mulut di sela-sela kunyahannya.

Nara hanya mengangguk, lantas melirik ke samping kanan kirinya. Rupanya mata-mata siswa yang berada di tempat itu sudah tak menatapnya lagi. Bosan mungkin, atau makanan yang mereka makan tidak akan bisa habis jika terus menatapnya.

TRIANGLE (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang