"Lho, Lucita mana?" Nara memandang nanar bangku Lucita. Padahal ia tadi sudah melihat cewek itu di sekolah, namun kenapa bangkunya masih kosong padahal jam mulai pelajaran sudah berbunyi.
"Pindah kelas." Jawabnya Listi acuh tak acuh. Ia sibuk memainkan game di ponselnya sehingga pertanyaan Nara tak ditanggapinya dengan serius.
Nara mengerutkan dahinya tak mengerti.
"Pindah kelas?"
"Iya, minta sekelas sama Rei katanya." Cindy yang sejak tadi berkutat dengan kameranya ikut nimbrung. Tangannya sibuk dengan kamera D-SLR yang dipegangnya.
Nara tak menyahut, ia lantas duduk dan menaruh tas di laci mejanya lalu mengambil buku pelajaran untuk pelajaran pertama hari ini. Sebenarnya bukan ia tak peduli berita yang didengarnya ini, namun ia lebih memilih diam saja. bahkan Nara yakin jika Lucita berubah aneh padanya sejak ia menjenguk cewek itu di rumah sakit waktu itu.
"Eh, buat apa sih bawa-bawa kamera segala?" Listi yang sudah selesai dengan game-nya menepuk pundak Cindy yang duduk tepat di depannya. Nara yang sibuk membolak-balikkan buku ikut memandang Cindy dengan penasaran.
"Buat ngintilin bokap." Jawabnya datar tak menoleh.
Listi dan Nara saling pandang tak mengerti.
"Maksud kamu ngintilin?" tanya Listi kemudian, ia menyilangkan tangannya di atas meja, sedang wajahnya terlihat serius menunggu jawaban Cindy. "Emang bokap kenapa?"
Cindy menghela nafas pelan.
"Bokap selingkuh."
"Hah selingkuh?" Listi menatap Nara.
Cindy mengangguk.
"Makanya aku pengen nyari bukti tentang perselingkuhan papa."
"Terus caranya gimana?"Listi mencondongkan tubuhnya mendekati Cindy.
Cindy mengedikkan dagu.
"Nanti aku mau sewa seseorang buat ngikutin bokap." Jawabnya.
"Wadaaaw.....jadi dektektif donk kamu sekarang. Emang yakin berhasil?" Listi antusias, sedangkan Nara menghela nafas tak tertarik lalu kembali membuka buku dihadapannya.
Cindy mengedikkan bahu.
"Yaah....semoga saja berhasil." Desahnya kacau.
Listi berdecak, ia menjeda nafasnya sebelum akhirnya menanyakan sebuah pertanyaan yang disimpannya sejak tadi.
"Bokap lo selingkuh sama siapa sih Cin?" tanyanya pelan setengah berbisik.
Nara kembali tertarik, ia mengangkat dagunya.
Listi belum menjawab, ia merebahkan badannya di sandaran kursi lalu menggeleng kemudian.
"Aku juga belum tau Lis." Jawabnya."Mungkin teman kantornya, atau mungkin wanita jalang yang ditemuinya di jalanan. Sejenis pelacur gitu."
Deg!
Nara terpaku mendengar kalimat Cindy. Setiap ia mendengar nama wanita jalang, pikirannya tertuju pada ibunya. Mungkin hampir seluruh orang yang mengenal ibunya menyebut wanita yang melahirkannya tersebut sebagai wanita jalang, wanita tanpa kehormatan.
Nara manggut-manggut. Ia hendak kembali membuka mulut saat Pak Darminto, guru Kimia mereka masuk kelas.
****
KAMU SEDANG MEMBACA
TRIANGLE (TAMAT)
RandomPlease! Don't be silent readers. Hanya sedikit yang akan kau tahu tentang aku. Tentang masa putih abu-abuku yang suram tak berwujud. Cinta? Akh, itu hanya sebatas mimpi bagiku. Bagaimana aku bisa menemukan cinta, jika aku memang tak akan pantas mend...