"Ra, yuk pergi sama ibu." Erna sudah mucul dari balik pintu sambil tersenyum. Ia memandangi puterinya dengan sumringah.
Nara yang sedang menghadap buku di meja belajarnya menoleh, lalu mengerutkan dahi saat melihat ibunya sudah bersiap dengan cantik. Tak seperti biasanya tampil dengan pakaian minim dan sexy, kali ini wanita berumur 42 tahun itu tampak cantik mengenakan celana jeans panjang serta kaos polo kuning.
"Kemana?" tanya Nara dingin. Setelah berminggu-minggu main cuek dengan ibunya,kali ini cewek yang sekarang hanya memakai piyama tidur itu membuka suara. Ia meletakkan pensil yang dipegangnya kemudian menghadapkan tubuhnya pada wanita itu.
"Nge-mall lah. Kan hari minggu." Erna mengulas senyum, lalu berjalan mendekati anaknya kemudian menarik pergelangan tangan Nara untuk berdiri.
"Nara malas bu!"
Erna berdecak. ia sudah tahu jika jawaban itu yang akan dikatakan Nara. Namun hari ini Erna tak akan diam begitu saja dengan penolakan anaknya. Sebagai wanita yang masih menyadari kodratnya sebagai ibu, sebenarnya ia tidak tega melihat Nara hanya berkutat pada buku, pekerjaan dan sekolahnya. Sekali waktu ia ingin mengajak puterinya itu belanja, makan berdua atau bahkan nonton film favorit mereka. Namun Nara tak pernah bersedia.
"Ayolah!" tarik Erna setengah memaksa. "Kali ini saja, turuti permintaan ibu."
Nara menarik nafas panjang, ia lalu mengikuti tarikan tangan ibunya yang belum mau melepaskannya.
"Ibu mau cari apa sih?"
Erna menggeleng. "Nggak ada. Ibu hanya ingin menghabiskan waktu ibu bersama kamu hari ini."
Nara belum menyahut. Ia melirik sekilas pekerjaan rumahnya yang baru dikerjakannya separuh. Mungkin menemani ibunya hari ini tidak terlalu buruk. Lagipula dia juga jarang pergi bersama ibunya.
"Baiklah. Nara mandi dulu." Dengusnya lalu melangkah pelan ke kamar mandi.
****
"Eh, kalau ini gimana?" Lucita memperlihatkan sebuah crop top warna kuning keluaran Zara di depan mata cindy.
Mulut cindy membulat. Ia bisa membayangan betapa sexy-nya tubuh Lucita jika mengenakan pakaian ini.
"Bagus banget!" ia mengacungkan jempolnya. "cocok buat kamu!"
Lucita tersenyum puas, ia lantas memasukkan baju yang dipegangnya itu ke dalam keranjang belanjaanya yang kini sudah tidak muat menampung belanjaannya yang segunung. Maklumlah sejak keluar dari rumah sakit ia belum pernah belanja. Dan ajakan Cindy kali ini ibarat oase yang menenangkan jiwanya, apalagi beberapa hari ini otaknya dibuat berpikir keras karena sikap Rei yang berubah. Jadi bagi Lucita, belanja adalah sebuah obat mujarab untuk mengatasi segala hal.
"habis ini kita kemana Cind?" Tanyanya Lucita acuh sedang tangannya sibuk membolak-balikkan baju yang digantung berderet di tempat itu. jika ada yang sesuai dengan keinginannya, tanpa menunggu lama baju-baju itu akan dengan mudah berpindah ke kantong belanjaannya.
"Em...gimana kalau ke toko jam tangan?" cindy menoleh, meminta persetujuan sahabatnya itu.
Lucita menoleh.
"Ngapain? Bukannya jam tangan kamu baru ya?" ia mengedik pada jam tangan Michael Kors yang melilit pergelangan tangan kiri Cindy.
"Bukan buat aku lah..."
KAMU SEDANG MEMBACA
TRIANGLE (TAMAT)
RandomPlease! Don't be silent readers. Hanya sedikit yang akan kau tahu tentang aku. Tentang masa putih abu-abuku yang suram tak berwujud. Cinta? Akh, itu hanya sebatas mimpi bagiku. Bagaimana aku bisa menemukan cinta, jika aku memang tak akan pantas mend...