Rei baru saja memarkir mobilnya di pelataran rumah kakeknya saat ponselnya berdering nyaring. Nama Anan tertera di layar. Sepertinya Rei tau apa tujuan pria itu menelponnya.
"Kenapa?"
"Mas, ini tentang gadis malam minggu kemarin."
"Sudah ketemu yang aku minta?"
"Sudah mas. Bukannya dia teman satu sekolah Mas Reiga ya?"
Reiga mendesah pelan.
"Benar. Makannya aku ingin tau."
"Dari informasi yang saya dapat, ibunya bekerja sebagai wanita penghibur mas. Tapi untuk Nara sendiri, saya belum menemukan bukti apapun jika dia mengikuti jejak ibunya. Mungkin malam minggu kemarin adalah yang pertama bagi dia. Dan juga....." Anan menghentikan kalimatnya.
"Juga apa?"
"Ternyata dia adalah gadis paling cerdas di SMA Bhineka. Dan bahkan, dia mendapatkan beasiswa khusus dari tuan Harvey karena kecerdasannya."
Rei tercenung beberapa saat. Rupanya cewek aneh itu menyimpan banyak rahasia di hidupnya. Mulai dari pekerjaan ibunya, kepura-puraannya menjadi wanita penghibur dan juga yang lebih mencengangkan adalah Nara mendapatkan beasiswa khusus dari papanya. Sangat luar biasa.
"Ada yang perlu ditanyakan lagi mas?" Anan memecah keheningan.
"Tidak perlu. Terimakasih."
Evander menutup telepon, setelah mematung sesaat ia kembali mengayunkan langkah untuk masuk ke dalam rumah kakeknya. Cowok tinggi itu langsung menuju ke ruang kerja kakeknya setelah salah seorang pelayan berbaju putih memberi tahu.
Rupanya pria berumur 75 tahun itu sudah menunggu kedatangan Rei. Buktinya saat melihat Rei membuka pintu, ia tersenyum lebar.
"Akhirnya, kamu kembali ke Indonesia juga." Sebastian tertawa lebar saat Reiga mendekatinya.
Reiga tak menjawab. ia mendekati kakeknya lantas mencium punggung tangan Sebastian dengan kasih sayang.
"Kalau tidak karena kakek, aku tidak mungkin kembali ke sini." Jawabnya kemudian.
Sebastian mangut-mangut. Ia tau betul keadaan yang menimpa cucunya. Ia juga tahu betul jika orangtua Reiga menomor satukan pekerjaan lebih dari segalanya, bahkan ia sampai melupakan putera tunggalnya.
"Apa orang tuamu masih sibuk?"
"Begitulah kek." Rei menghempaskan tubuhnya ke sebuah sofa di depan kakeknya. "Rei sekarang tinggal di apartement."
Sebastian tersenyum. Bagaimana mungkin cucunya itu akan betah tinggal di rumah orangtuanya. Apalagi mereka selalu bersikap dingin seperti itu.
"Kapan kakek kembali dari Eropa?"
"Kemarin."
"Jadi, kakek akan tinggal di sini?"
Sebastian menggeleng.
"Kakek akan kembali ke Eropa dan menetap di sana. Kakek kesini hanya ingin bertemu kamu."
"Masalah warisan?" Tanya Rei to the point.
Sebastian mengangguk.
KAMU SEDANG MEMBACA
TRIANGLE (TAMAT)
RandomPlease! Don't be silent readers. Hanya sedikit yang akan kau tahu tentang aku. Tentang masa putih abu-abuku yang suram tak berwujud. Cinta? Akh, itu hanya sebatas mimpi bagiku. Bagaimana aku bisa menemukan cinta, jika aku memang tak akan pantas mend...