5

202 8 1
                                    

                "Jadi jawab gue, semalem lo kemana aja?" Tio memandang Evander penuh selidik. Semalam sahabatnya itu berjanji akan datang ke rumah Tio untuk main PS sampai pagi. Namun saat Tio menunggunya sampai ketiduran, batang hidung Evander tak terlihat sama sekali.

"Mana gue hubungi handphone lo gak aktif lagi!"

"Em...gue dilarang sama Aulia." Jawab Evander bohong. Ia memainkan sedotan es tehnya.

Tio mencebik.

"Kibul banget sih lo!"

Evander mengangkat muka.

"Kibul gimana sih?!"

"Gue telepon rumah lo, dan kakak lo bilang lo belum pulang!" Tio melirik dengan tajam. "Nah lo, ketauan kan kalau kibul!"

Evander berdecak. malas menanggapi.

"Heh setan! Lo kemana semalem!!!" Tio habis kesabaran, ia memiting Evander sampai cowok itu ngap-ngapan. Beberapa siswa yang sedang makan di kantin menoleh sekilas lalu kembali menyibukkan diri mereka dengan makanan mereka kembali. Pemandangan seperti ini sudah sering mereka lihat di kantin. Bahkan beberapa orang menyebut mereka pasangan gay karena kemana-mana selalu berdua.

"Heh, lepasin goblok. Gue nggak bisa nafas." Evander mendorong tubuh Tio untuk menjauhinya.

"Habisnya kamu bohongin ekye sih. Ekye kan jadi kefikiran kemana-mana. Mana kamu nggak bawa hp lagi." Tio berlagak banci, dengan luwes dia menyentil dagu Evander. "Kamu enggak tahu kalau ekye frustasi berat?"

"Huek najis gue!" Evander bergidik ngeri. Tangannya sudah mengepal, siap menoyor kepala sahabatnya itu.

"Hai Evan...." Suara lembut memecah canda dua orang sahabat tersebut. Cindy tiba-tiba sudah berdiri di antara Evander dan Tio.

Kedua cowok itu menoleh bersamaan. Cindy tersenyum pada Evander. Tangannya memegang baki berisi semangkok bakso dan segelas es jeruk.

"Oh.....hai.... Cin." Evander meringis. Ia tahu, dan mungkin seluruh siswa seantero sekolah juga tahu jika Cindy menyukainya. Namun Evander pura-pura tak paham. Ia berusaha bersikap senatural mungkin pada cewek itu.

"Boleh gue ikut duduk?" Cindy mengedik ke arah bangku kosong di samping Evander.

Evander melirik Tio. Cowok beranting itu mengerjapkan matanya, memberi isyarat bahwa 'it's oke. Persilakan aja dia duduk di situ.'

"Boleh kok. Silakan!" Evander menggeser duduknya agar Cindy bisa melewatinya.

Cindy tersenyum puas. Sepanjang ia menjatuhkan hatinya pada Evander, baru kali ini ia bisa duduk bersebelahan dengan cowok idamannya tersebut.

"Evan nggak makan?" tanya Cindy kemudian dengan nada manja pada Evander. Gadis itu berkonsetrasi tinggi dengan bakso urat yang ada di mangkoknya. Memotong-motongnya jadi bagian-bagian kecil.

Evander dan Tio menoleh pada cewek itu bersamaan. Tio menahan tawa, sedang Evander bergidik ngeri mendengarnya.

"Ceileeeeh.... Evan udah makan?" Tio berbisik, menirukan nada suara Cindy yang lembut mendayu-dayu.

Mata evander melebar. Tanpa ba bi bu ia langsung mengijnak kaki Tio dengan keras, membuat cowok di depannya itu meringis kesakitan sambil mengumpat di dalam hati.

TRIANGLE (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang