Lucita melihat Cindy yang melambai ke arahnya di kursi paling pojok di sebuah resto nasi goreng. Cewek itu tersenyum, lantas mengayunkan langkahnya mendekati meja tersebut dengan seribu satu pertanyaan di dadanya. Pasalnya siang tadi Cindy tiba-tiba menelponnya dan ingin bertemu.
"Ngapain sih dadakan manggil aku?" tanya Lucita menggeser kursi kemudian menjatuhkan bokongnya disana. Pandangannya lantas berkeliling mencari waiters agar ia juga bisa memesan sesuatu. "Kamu tahu aku lagi patah hati berat." Dengungnya kemudian. Namun meskipun begitu, ia butuh asupan karbohidrat agar tetap bertenaga.
"Aku lagi pengen cerita penting." Jawab Cindy pelan. Wajahnya tampak sendu dan pucat. Tidak seperti Cindy yang biasanya. Yang begitu ramah dan hangat.
"Cerita apa?" tanya Lucita bebarengan dengan kedatangan seorang waiters cewek menyerahkan sebuah menu padanya.
Cindy belum menjawab, matanya mengekor jemari Lucita yang membolak-balikkan buku menu.
"Minum aja deh mbak. Sama kayak punya temen saya ini." Lucita menujuk lemon squash yang berada di depan Cindy. Tiba-tiba keinginannya untuk makan hilang ketika melihat wajah Cindy yang terlihat tidak bisa meminum seteguk air, apalagi makan.
Waiters itu mengangguk, kemudian berjalan menjauhi mereka untuk mengambil pesanan.
"Ayo cerita penting apa?" Lucita fokus menatap Cindy. Pandangannya meneliti Cindy dari ujung rambut sampai ujung kaki. Ia menemukan bahwa wajah sahabatnya tersebut tak menyiratkan senyum sedikitpun. Sama seperti wajahnya kemarin, seharian memeluk bantal sambil menangis akibat patah hatinya.
"Aku mau tanya, kenapa kamu segitu nggak senengnya sama Nara?" tanya Cindy kemudian.
Lucita mengangkat bahu.
"Penting?" tanyanya kemudian. Ia tiba-tiba berubah badmood saat Cindy kembali mengungkit nama itu di depannya. Bayangan bagaimana gadis bernama Nara itu merebut pria yang disukainya serta betapa mereka begitu mesra kemarin membuat hati Lucita kembali seperti diremas.
Cindy mengangguk. Ia lantas menoleh pada waiters yang datang membawakan pesanan Lucita. Setelah Cindy mengatakan terimakasih dan pelayan itu pergi ia kembali menatap Lucita penuh pertanyaan.
"Pertama, karena dia begitu pintar. Dan sejujurnya aku iri ngelihat seseorang yang hanya berbekal buku-buku perpustakaan saja bisa sampai sebegitu pintarnya. Kedua karena dia dan Rei pacaran." Jawab Lucita sewot. "Udah deh nggak usah bahas dia. Kamu tau nggak kalau sekarang tuh aku anti berat sama namanya Nara Danita itu!"
"What? Pacaran?" Cindy menaikkan alisnya. " Dia beneran pacaran sama Rei? Wah nggak usah ngaco kamu Ci. Mentang-mentang nggak seneng!"
Lucita mengangguk dan wajahnya kembali berubah sendu sekaligus kesal.
"Kemarin aku melihat mereka pelukan di rooftop. Dan bagi aku itu sudah menunjukkan arah hubungan mereka tau nggak Ci. Dan coba tebak, apa yang semakin buat aku senewen sama dia?"
Cindy tak bergeming.
"Apa?"
"Rei bisa tertawa lebar bersama cewek itu." jawab Lucita cepat. " Bayangin aja, selama ini aku nggak pernah lihat Rei sebegitu bahagianya Cin!"
Cindy menghela nafas panjang.
"udah nggak usah bahas itu, kamu mau cerita apa sih? Sepenting apa?"
Cindy tampak berfikir, menatap raut wajah Lucita yang penuh pertanyaan.
"Kamu tau nggak ada 2 hal yang ngebuat aku tiba-tiba berubah jadi orang bodoh."
KAMU SEDANG MEMBACA
TRIANGLE (TAMAT)
RandomPlease! Don't be silent readers. Hanya sedikit yang akan kau tahu tentang aku. Tentang masa putih abu-abuku yang suram tak berwujud. Cinta? Akh, itu hanya sebatas mimpi bagiku. Bagaimana aku bisa menemukan cinta, jika aku memang tak akan pantas mend...