7

162 9 0
                                    

                "Kenapa sih lo ngajakin gue kesini, setan?!" Evander menatap Tio dengan kesal. Sekarang ia tengah berada di dalam mobil Tio dan berhenti di depan rumah besar berpagar tinggi yang entah milik siapa.

"Ngapain sih parkir di depan rumah orang!"

Tio meringis. Ia menepuk pundak Evander pelan.

"Malam minggu lo biar nggak kelabu gaes."

Evander membuang nafas. Yah setidaknya lebih baik sih, daripada harus gabut di rumah. paling banter juga ngelihat Aulia dan Mark sayang-sayangan juga di ruang tamu.

"Nah, itu dia!" Tawa Tio melebar. Ia menunjuk arah pintu gerbang yang kini sudah terbuka. Wajah cowok beranting itu tampak sumrigah. Seperti baru saja memenangkan lotre.

berkebalikan dengan wajah Evander yang langsung berubah tegang. Bagaimana tidak, Cindy keluar dari rumah besar itu, diikuti Lucita di sampingnya. Sama kayak Evander, wajah Lucita juga tampak sebal. Mungkin karena dia juga tahu bahwa di dalam mobil BMW merah itu juga ada Tio, cowok yang paling dibencinya setengah mati.

"Hai Evan, hai Tio." Itu kalimat pertama yang keluar saat Cindy membuka pintu mobil bagian belakang.

"Haiii Cindy.... Hai....Lucita!" Tio tak bisa menyembunyikan perasaan bahagianya. Akhinya ia bisa jalan malam mingguan dengan Lucita, sang pujaan hatinya.

Lucita membuang nafas. Ia melipat tangannya di depan dada, sambil membuang muka dari Tio.

"Akh Cin, gue balik aja ah!"

Cindy menatap Lucita dengan tenang, kemudian tersenyum penuh intimidasi.

"Hayooo....Louis Vuitton-nya nggak jadi nich?"

Lucita mendengus. Beebrapa jam yang lalu Cindy berjanji akan membelikan tas Louis Vuitton edisi terbaru, jika Lucita mau menemaninya malam mingguan bersama Evander dan juga Tio.

"Okeh...okeh..." Lucita bergumam kalah. Ia lantas mendorong Cindy untuk beringsut karena ia siap duduk di samping cewek itu. Saat matanya beradu padang dengan Tio yang meliriknya dari kaca spion tengah mobil, mata Lucita mencelos.

Tahan Lucita....Tahan....hanya 2 jam dan tas itu jadi milik kamu!

Sepanjang perjalanan Tio dan Cindy terus-menerus bercuap-cuap tiada henti. Sedang Evander dan Lucita memasang muka masam dan bodo amat. Terlebih Evander, ia menyesal telah meninggalkan Tio dan Cindy di kantin kemarin. karena ternyata mereka punya ide gila yang menyesatkan.

Tepat melewati sebuah hotel, pandangan Evander terpaku. Mungkin ia salah orang. Itu yang diharapkannya. Ia melihat seorang cewek cantik dengan dress selutut yang menampilkan belahan atas dada dan punggungnya yang mempesona turun dari taksi dan melangkah pelan ke dalam hotel.

Evander mengucek-ucek matanya berkali-kali. Ia beharap cewek itu bukan cewek yang bebrapa hari ini sering dipikirkannya, ia juga berharap sedang berhalusinasi sekarang. Tapi, bagaimanapun Evander menolak, cewek itu benar-benar Nara! Cewek pendiam itu.

"Eh, Van. Lo ngelamunin apa sih?" Tio menyenggol lengan Evander.

"Iya ih, Evan kok pendiem gitu." Cindy yang duduk di belakang ikutan nimbrung. Dia baru menyadari jika sedari tadi Evan sama sekali tidak menyahut saat dia bebicara.

Ah, enggak kok." Evander memutar pandangannya ke belakang. Hatinya lega karena tak satupun dari teman-temannya yang tahu jika Nara baru saja masuk ke dalam sebuah hotel.

TRIANGLE (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang