Kedua tangan Agustin tiba-tiba mengepal dengan sendirinya, rahangnya mengeras begitu saja, melihat pemandangan seperti ini rasanya masuk kedalam salah satu daftar hal yang sangat tidak ia sukai, matanya masih tertuju pada Chelsea yang sedang berjalan bersama Radit, beberapa detik setelah itu barulah ia menyadari bahwa dirinya benar-benar tak punya hak untuk marah ataupun benci ketika melihat Chelsea bersama laki-laki lain. Agustin tak punya hak, ya tentu saja dia tidak punya hak sama sekali terhadap Chelsea. Gadis itu bukan miliknya.
Tangan yang semula mengepal dengan keras tiba-tiba luluh begitu saja ketika melihat Chelsea tertawa, rahang yang mengeras pun mulai kembali normal seperti biasa bahkan tatapan nya pun berubah menjadi tatapan penuh kelembutan.
Semua ini hanya perlu waktu.
"Akan ku jadikan kau milikku Chelsea, milikku sepenuhnya dan seutuhnya" senyuman manis terlihat jelas di wajah Agustin.
***
Suara tawa Radit mengalahkan suara motor dan mobil yang berlalu lalang, tawanya begitu lepas dan terlihat bebas tanpa beban. Entah topik apa yang sedang mereka bicarakan, mungkin sebuah lelucon atau sebuah teka-teki. Bisa jadi!
Bahkan saat ini Chelsea pun ikut tertawa, tetapi bukan tertawa karena topik pembicaraan yang sedang dibicarakan melainkan karena ia merasa geli ketika melihat ekspresi Radit saat tertawa.
Tak terasa rumah yang mereka tempati pun sudah terlihat di depan mata. Tinggal beberapa langkah lagi mereka sampai ke rumah.
"Makasih yaa dit"
"Buat apa?"
"Mau dengerin cerita hidupku yang penuh masalah"
"Kamu tahu? Hidup tanpa masalah itu gak asik. Gak dapat feelnya. Tapi ya jangan sampe cari-cari masalah juga" terkadang Radit tiba-tiba menjadi sosok yang bijak, Chelsea merenungkan perkataan Radit.
"Kamu gak akan tahu arti kehidupan kalo kamu menolak adanya masalah, toh kitapun bisa menjadi lebih dewasa karena adanya masalah, mengambil pelajaran dari kesalahan sebelumnya supaya tak terjebak dalam kesalahan yang sama, bukankah begitu? Introspeksi diri! Kayaknya itu kata yang tepat" tambahnya lagi, dengan wajah yang serius ia menatap Chelsea.
Chelsea tahu Radit akan berubah menjadi lebih baik. Ia memberikan senyuman pada Radit dan begitupun dengan Radit yang kini terlihat dengan jelas sedang menampakan giginya yang putih bersih serta rapih.
Akhirnya mereka menemukan seseorang yang tepat untuk berbagi cerita hidup satu sama lain.
***
Sebuah motor melaju begitu kencang, laki-laki yang menggunakan jaket hitam itu begitu fokus menatap ke depan. Ia menyalip beberapa mobil di depannya, entah apa yang sedang ia kejar. Seharusnya ia masih bekerja saat ini karena Jam masih menunjukan pukul 5 sore. Tapi ia memutuskan pulang lebih awal.
Kecepatan motornya mulai berkurang setelah jaraknya sudah dekat dengan rumah. Ia melihat seorang perempuan dan seorang laki-laki sedang berdiri dengan posisi saling berhadapan, mereka berdiri tepat di depan rumah, keduanya terlihat sedang berbicara dan terlihat begitu akrab.
"Kemarin Agustin? Sekarang Radit" matanya sinis melihat kedekatan Chelsea dengan Radit.
"Dasar bocah!" ucapnya lagi ketus.
Setibanya di depan rumah, Rio sengaja menekan lama klaksonnya sampai membuat Chelsea dan Radit terkejut karena suaranya begitu keras. Bahkan mereka menutup kedua telinganya yang terasa berdengung karena suara berisik klakson.
"Lo apa-apaan sih?" kesal Radit menghampiri Rio dan memukul bahunya.
"Ati-Ati lo" ancam Radit dengan suaranya yang berat dan tegas, ia meninggalkan Rio dan bergegas memasuki rumah.
Sedangkan Chelsea? Dia masih berdiri di sana tepat di depan motor Rio.
"Mau mati lo?" ucap Rio dengan nada datar yang mematikan.
Chelsea menatapnya dengan tatapan kesal, Kasar sekali! dengan cepat ia pun meninggalkan Rio dan segera masuk ke dalam rumah.
***
Siska menyilangkan kedua kaki dan kedua tangannya, ia sedang bersantai di depan kolam renang. Setibanya Chelsea di rumah ia bergegas mencari Siska. Sebenarnya ia ingin berbaikan dengan Siska. Hanya saja mungkin ini akan membutuhkan waktu yang cukup lama.
Chelsea berjalan ke arah kolam renang, ia bisa melihat Siska sedang duduk di kursi. Rasa gelisah pun mulai terasa kembali oleh Chelsea, namun ia berusaha menepiskan perasaan itu, ia memutuskan untuk duduk di lantai tepi kolam lalu memasukan kakinya kedalam kolam renang.
Jarak antara Chelsea dan Siska tak begitu jauh hanya berjarak kurang lebih 2 meter, dengan begitu apa yang Chelsea ucapkan masih bisa terdengar oleh Siska.
"Hei!" sapa Chelsea pada Siska yang masih memejamkan matanya.
Siska menyadari itu suara Chelsea dan sudah pasti gadis itu kini ada di dekatnya, ia hanya merasa malas ketika harus berbaikan dengan Chelsea. Ia tak ingin kejadian sama terulang kembali.
"Aku tadi keluar, jalan-jalan"
"Sendiri?"
"Sama Radit"
Bibir Siska terlihat tersenyum singkat ketika mendengar Chelsea pergi keluar bersama Radit, setidaknya bukan nama seseorang yang tak diharapkan oleh Siska keluar dari mulut Chelsea.
"Chelsea?"
Merasa suaranya di panggil oleh seseorang, Chelsea pun menoleh. Begitupun dengan Siska. Karena sepertinya Siska hafal betul suara siapa yang memanggil Chelsea.
Agustin mulai mendekati Chelsea, dengan jarak yang lumayan dekat.
"Kita harus bicara!"
Tak ada respon dari gadis itu, Chelsea memalingkan wajahnya, ia kaku melakukan itu, mencoba menjauh dari Agustin? Sulit sekali. Ia mencoba bersikap biasa dan kembali menatap air kolam yang bergoyang.
Chelsea tak pernah menyangka Agustin akan memegang tangannya seperti yang ia lakukan saat ini. Meraih tangan Chelsea seolah mengajaknya pergi dari sana dan membicarakan sesuatu dengannya.
Namun Chelsea masih tetap duduk disana, posisinya tak berubah sama sekali. Dengan sekuat tenaga ia menepiskan tangan Agustin yang sekarang sedang memegang tangan gadis itu. Usahanya sia-sia, dengan cepat Agustin memegangnya lagi. Dengan berat hati dan perasaan penuh bersalah ia segera berdiri, Chelsea menatap Agustin dengan tatapan serius yang bahkan selama ini ia tak pernah melakukan hal seperti itu pada Agustin.
"Lepasin!"
"Kita harus bicara!" ucap Agustin lagi mengulang kalimat yang sejak awal sudah di lontarkan.
"Kamu melukai tanganku Agustin"
Dengan cepat Agustin melepaskan tangan Chelsea, tangan yang sedaritadi ia genggam dengan sedikit keras. Tanpa berkata apapun lagi Chelsea melangkahkan kakinya meninggalkan Agustin. Melihat Chelsea bersikap seperti itu pada Agustin ternyata membuat Siska benar-benar bahagia, ia merasa luka di hatinya sedikit demi sedikit terobati. Namun berbeda halnya dengan Agustin, laki-laki itu merasakan suatu perubahan yang begitu drastis dalam diri Chelsea.
.
.~Tobecontinue~
KAMU SEDANG MEMBACA
CHELSEA [Completed]✔
Teen FictionKatanya sejauh apapun dan diujung dunia manapun mereka berada jika keduanya ditakdirkan bersama maka mereka akan bersama. Seperti itukah? Lalu bagaimana dengan takdir seorang gadis bernama Chelsea yang benar-benar sudah kehilangan segalanya, keluarg...