P A R T - 35

35 2 0
                                    

Saat ini pukul tiga pagi training dan jaket sudah melekat ditubuh Rio, ia menatap ke arah luar jendela yang masih tertutup kaca, membuka sedikit jendela dan merasakan udara pagi yang benar-benar dingin, dengan cepat ia menutupnya kembali.

Perlahan-lahan ia memutar knop pintu dan segera menutupnya. Sebisa mungkin ia berjalan tanpa suara. Ini waktu yang tepat baginya untuk memecahkan permasalahan yang selama ini begitu rumit dan terus menghantui pikirannya, karena esok pagi ia bekerja dan tak mungkin ia bertemu lalu membahas masalah ini di tempat ia bekerja, maka ia putuskan permasalahannya harus segera Clear!.

Pandangannya mengintrogasi sekeliling, ia mencari-cari seseorang yang sudah membuat janji akan menemuinya.

Rio melihat seseorang tepat di depan gerbang hotel yang sepertinya kebingungan. Dengan cepat ia menghampiri orang itu dan mengajaknya ke dalam.

Laki-laki itu menyimpan koper di samping kursi tempat duduknya, melepaskan sarung tangan yang menempel di jari jemarinya, menggosok-gosokan kedua tangannya lalu menegakan bahunya dan menyilangkan tangannya di depan dada seolah memberikan isyarat pada Rio bahwa ia siap mulai membicarakan permasalahan yang terjadi.

Rio menegakan dan sedikit mencondongkan tubuhnya ke depan dengan kedua siku tangan yang bertumpu pada lutut. Ia mengambil handphonenya dan menunjukan sebuah foto pada Radit.

Raut wajah kaget dan tak percaya tentu saat ini terlihat di wajah Radit. Dahinya semakin mengkerut ketika menatap dengan fokus foto yang baru saja Rio tunjukan.

"Dan nomor ini yang kirim foto itu ke gue".

Melihat ekspresi Radit yang saat ini terdiam seribu bahasa membuat Rio mengerti.

"Kayaknya lo tahu itu nomor siapa".

Radit tak menyangkal semua ini, ia tahu siapa nomor itu dan rasanya ia tahu siapa dibalik semua kekacauan dan semua permasalahan ini. Ia sangat tahu.

"Gue tahu ini hal konyol dan gila, tapi dia adik gue yang harus gue lindungi dan menjadi tanggung jawab gue" jawaban Radit benar-benar di luar dugaan.

***

Gadis itu menatap nanar cermin didepannya, menunjukan bayangan dirinya yang ternyata begitu kejam dan jahat.

Terlibat turun tangan mencelakai seseorang yang dirinya sendiripun tidak mengenal orang itu sama sekali, semata karena membantu temannya agar bisa membalaskan rasa sakit hatinya karena cinta bertepuk sebalah tangan? Ia melakukannya.

Sulit menerima kenyataan bahwa ternyata ayah Evelin pernah selingkuh ketika sudah berstatus menikah dengan ibunya, dan dari hasil perselingkuhannya membuat Evelin harus menerima dengan berat hati bahwa dirinya memiliki seorang kakak tiri karena ternyata wanita selingkuhan ayahnya lebih dulu melahirkan daripada ibunya, wanita yang menjadi selingkuhan ayahnya meninggal dunia karena sebuah kecelakaan beruntun yang menewaskan 3 orang ditempat kejadian termasuk dengan wanita itu.

Evelin tak pernah berharap bisa melihat wajah wanita itu dan harapannya terkabul.

Selama beberapa bulan ayahnya terpuruk, mengurung diri di kamar dan meninggalkan pekerjaan yang seharusnya ia kerjakan. Dan istrinya? Dia wanita yang sangat tangguh, penyabar, ikhlas, mencintai suaminya dengan tulus dan tentunya setia, setiap pagi selalu membawakan suaminya makanan, mengelus pundaknya, dan memegang tangannya dengan penuh kasih sayang. Evelin tak bisa membayangkan seberapa parah kah perasaan ibunya pada saat itu. Ibunya wanita normal mempunyai perasaan dan terkadang bisa merasakan sakit hati juga, namun ibu tak menunjukannya.

Apakah Evelin juga akan seperti ibunya menerima dengan lapang dada? Tentu! Tidak!. Sampai beberapa bulan ia tak mau bertemu dengan ayahnya bahkan tak ingin melihat ayahnya. Ia benar-benar benci saat itu.

Namun ibunya selalu menasehati Evelin, karena bagaimanapun juga laki-laki itu adalah ayahnya.

Seiring berjalannya waktu Evelin pun bisa menyesuaikan dirinya dan perasaannya. Ia bisa berdamai dengan rasa sakit dan rasa benci yang selama ini selalu menggebu-gebu dan memanas di dalam hatinya.

Di usia 18 tahun Evelin mulai sadar dan mengikhlasnya semuanya. Dengan membenci ayahnya, tidak akan bisa mengembalikan semuanya seperti awal dan baik-baik saja. Rasa benci tak akan berujung. Kecuali ia mengahiri semuanya, memaafkan perbuatan ayahnya dan mencoba menerima kenyataan hidup yang sudah di gariskan.

Dan sampai sekarang dia belum bertemu dengan kakak tirinya, bahkan ia tak tahu seperti apa wajah kakak tirinya, Apakah akan mirip dengan Ayah? Atau mungkin akan lebih mirip dengan Alm.Ibunya yang sudah meninggal?

Mengingat kejadian masa lalu membuat Evelin sadar kembali, kehidupan yang ia lewati selama ini sangat berharga baginya, banyak pelajaran hidup di sana.

Tapi mengapa sekarang ia dengan mudah membantu semua tindakan kejahatan ini semata untuk membalaskan rasa sakit hati temannya. Evelin harus sadar.

***

Setelah bertemu dengan Rio, Radit langsung kembali ke rumah Agustin, kini ia terlihat sedang berada di sebuah kamar dan menceramahi seorang gadis.

"Gue gak peduli itu bukan urusan gue, itu urusan antara mereka dan itu kejadian lama, gak ada hubungannya antara yang gue lakukan saat ini".

Sekali lagi, Radit menceritakan dan memaparkan dengan jelas apa yang terjadi dan mencoba menghentikan hal konyol yang terus dilakukan adiknya semata karena cintanya tak terbalas? Konyol Sekali.

"Lo pikir setelah gue mendengar semuanya dari lo gue berubah pikiran gitu? Meminta maaf? Menangis tersedu-sedu didepannya? Lalu melihat dia bersama Agustin? Berlarian kesana kemari dan tertawa? Hidup bersama selamanya? Happy ending? Hidup gak selucu itu. Prinsip gue apa yang gue mau harus gue dapetin. Dan itu urusan gue. Gue gak nyusahin lo".

"Gue kakak lo, urusan lo urusan gue juga. Kali ini gue bakalan bantuin lo, asal lo janji ini yang terahir dan lo gak bakalan lagi bikin masalah kayak gini".

Siska menyunggingkan bibirnya saat mendengar perkataan yang mengejutkan dari Radit.

"Oke itu gampang. Tugas lo bawa dia kemari, gue punya rencana baru".

.
.

~Tobecontinue~

CHELSEA [Completed]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang