P A R T - 7

56 8 0
                                    

Jam berwarna biru muda berbentuk doraemon yang terletak di sudut nakas menunjukkan sudah pukul 10 malam. Sementara di dalam sebuah kamar terlihat dua orang gadis yang sedang sibuk menggunakan laptopnya masing-masing.

"Sis, datanya udah di isi semua?"

"Dikit lagi selesai"

Mereka berdua berencana akan kuliah tahun ini, ada beberapa persyaratan yang harus mereka isi untuk bisa masuk ke sebuah Universitas. Chelsea mengklik tanda kirim yang terdapat dalam data yang harus ia isi tersebut.

"Akhirnya! Selesai" sepertinya Chelsea sudah mulai kelelahan, lihat saja sekarang gadis itu menguap dan segera menutup mulutnya dengan tangan kanannya. Tangannya kembali mengarahkan kursor tepat pada ikon kali di pojok kanan atas laptop, sampai muncullah wallpaper Menara Eiffel di layar laptop Chelsea, kini ia mematikan dan menutup laptop yang sedang di pangkunya di atas paha lalu berdiri dan menyimpannya di atas meja. Chelsea merebahkan dirinya diatas kasur yang berukuran besar itu. Ia menatap langit-langit kamar, pikirannya sedang berkecamuk memikirkan apa yang baru saja ia lakukan.

"Kenapa lo?"

Tanya Siska yang rupanya ia memperhatikan Chelsea sedaritadi. Siskapun menyimpan laptopnya dan merebahkan dirinya di samping Chelsea.

"Sis, sebenarnya aku ragu bisa kuliah".

Antara kaget dan penasaran ketika mendengar kata-kata itu Siska pun langsung menoleh pada Chelsea yang ternyata masih saja menatap langit-langit kamar berwarna merah muda itu.

"Kuliah itu kan butuh biaya yang besar" ucap Chelsea lagi.

Akhirnya Siska mulai mengerti apa yang di maksud oleh Chelsea. Bagaimanapun juga Chelsea sungkan bila terus meminta pada bibi Eli dan paman Ridwan, meskipun dari sejak kecil ia hidup bersama bibi dan pamannya tetapi tetap saja ada rasa sungkan di dalam hatinya ketika meminta sesuatu apalagi meminta uang untuk biaya hidupnya di sini.

"Andai aja mereka gak meninggalkan aku" Chelsea mulai menatap nanar langit-langit kamar.

"Maksud lo?" Karena penasaran Siskapun langsung memposisikan dirinya untuk duduk dan menghadap ke arah Chelsea.

Setetes air mata tiba-tiba keluar dari sudut mata Chelsea, dengan cepat ia langsung menghapusnya dan mengedipkan matanya berkali-kali.

"Bibi bilang padaku" Kata-kata yang akan Chelsea ucapkan tertahan di tenggorokan, antara sanggup dan tidak sanggup melanjutkan apa yang akan ia ucapkan.

"Ada apa?" Tanya Siska yang mulai serius menatap Chelsea.

"Saat umurku 5 tahun, Ayah dan Ibuku pergi meninggalkan aku, mereka pergi tanpa alasan. Bibi bilang mereka menyayangi aku. Tapi jika mereka menyayangiku seharusnya mereka tidak meninggalkan ku seperti ini, bukankah begitu?" Air mata nya terlihat sudah menggenang di pelupuk matanya. Chelsea berusaha menahannya agar tak keluar.

"Selama ini aku hidup bersama bibi dan paman, dan saat SMA aku bertemu Agustin, kami teman dekat dia selalu membantuku, perasaan kesepian di hatiku mulai sedikit terobati dan beberapa bulan yang lalu kami bertemu lagi, dan dia menawarkan aku untuk tinggal di rumahnya. Aku tak ingin terus menerus merepotkan bibi dan paman" jelasnya, rumit sekali.

"Dan sebenarnya aku juga tak ingin merepotkan Agustin" ucapnya lagi, ia sedang berada dalam situasi yang membingungkan.

Chelsea memalingkan wajahnya, ia tak ingin Siska melihat dirinya yang begitu kacau. Tangan Siska yang halus tiba-tiba memegang tangan Chelsea yang begitu dingin.

"Aku gak tahu harus bilang apa, tapi menurut gue lo pandai menyembunyikan diri lo yang sebenarnya, lo periang, ceria, baik hati, multitalenta lo segala bisa, bahkan seperih apapun hidup lo, lo terlihat selalu bahagia, dan satu hal lagi yang membuat diri lo spesial dan benar-benar membuat gue iri... lo dikagumi para laki-laki... Wahhhh Gue belum pernah menemukan cewek kayak lo. Dan... Gue yakin saat ini... Dimanapun orangtua lo berada mereka juga merindukanmu Chelsea".

Jelas Siska panjang lebar sambil menepuk-nepuk tangan Chelsea. Chelsea menoleh pada Siska dan segera bangun dari tidurnya, ia memeluk Siska dengan penuh perasaan senang karena akhirnya ada seseorang yang memberikan dukungan padanya.

***

"Woy lagi pada ngapain?"
tanya Radit yang kebetulan akan menonton tv dan ternyata Agustin dan Rio sudah berada disana bahkan televisi dengan ukuran besarpun sudah menyala.

"Fokus amat!" celotehnya lagi karena merasa di abaikan oleh kedua temannya.

Iapun mengambil remote dan menekan tombol angka yang tertera pada Remote dan mencari acara yang menarik. Merasa benar-benar diabaikan Radit segera menghampiri Agustin dan Rio ia menempatkan diri di tengah-tengah antara Agustin dan Rio. Tanpa basa basi Radit segera mengambil handphone yang sedang di pegang oleh Agustin dan Rio.

"Gak usah mulai lagi" ucap Agustin yang masih sabar menghadapi sikap Radit.

Sedangkan Rio? Dia tak berkata apa-apa. Melainkan menatap Radit dengan tajam.

"Kan gue nanya sama lo lo pada" jawab Radit kesal.

Agustin menarik nafas panjang "Lo itu kayak anak kecil tahu gak? Pemikiran lo berubah dewasa kalo berurusan sama cewek doang".

Mendengar kata-kata seperti itu, Radit langsung cengengesan dan memberikan handphonenya pada Agustin, sebenarnya Radit tak terima Agustin berkata seperti itu tapi jika dipikir-pikir kembali perkataan Agustin memang ada benarnya juga. Radit juga akan mengembalikan handphone milik Rio, hanya saja Rio mengambilnya lebih dulu.

"Dasar lo!" gumam Radit pada Rio yang masih saja bersikap seperti itu.

"Gue sama Rio lagi ngisi beberapa data, untuk daftar masuk universitas"

"Jadi? Kalian mau pada kuliah?"

"Hmm"

"Kayaknya gue akan kuliah tahun depan"

"Kenapa gak sekarang bareng kita?"

"Beberapa minggu lagi gue bakalan pulang, ada beberapa progam bisnis yang sekarang sedang di kerjain bokap gue, kalo gue kuliah sekarang, gue gak yakin bisa handle dua-duanya. Jadi sekarang gue fokus bantuin bisnis bokap gue dulu"

Agustin dan Rio menatap Radit dengan serius, bahkan mereka mendengarkan dengan seksama.

"Jadi lo gak bakalan disini lagi?" tanya Agustin

"Kalo bokap gue udah nelpon dan nyuruh gue balik. Ya gue bakalan pulang".

Kedua laki-laki yang sedang mendengarkan pun tiba-tiba berdehem bersama.

"Kalian kenapa?"

Radit kebingungan melihat Agustin dan Rio.

"Kagak" ucap mereka bersamaan

"Tumben kalian sehati" Radit pun tertawa mendengar kekompakan Agustin dan Rio.

.
.

~Tobecontinue~

CHELSEA [Completed]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang