P A R T - 36

37 2 0
                                    

Chelsea menyukai tempat kerjanya, aroma kopi yang tercium disaat bekerja selalu menyegarkan pikirannya. Bosnya yang kelewat baik membuatnya betah bekerja, ia senang karena mendapatkan pekerjaan yang cocok dengannya tanpa harus mengeluarkan banyak tenaga.

Mereka berdua terlihat kembali bekerja, membuat kopi, mengantarkan kopi, membersihkan cafe dan selalu seperti itu setiap hari, hanya saja kini jarak antara Chelsea dan Rio sedikit canggung setelah penjelasan Chelsea semalam. Selama perjalanan menuju tempat kerja Chelsea tak berani menatap Rio apalagi berbicara pada laki-laki itu, mulutnya kelu dan kaku bahkan pikirannya tak mendapatkan ide untuk mencoba mencairkan suasana.

Semalam pun Chelsea kesulitan tidur kepalanya sakit, pikirannya melanglang buana menerka-nerka kejadian ketika dirinya berada di rumah Agustin tepatnya saat dirinya duduk dan tiba-tiba semuanya berubah saat ia terbangun.

Pagi tadi ketika mereka datang keduanya tak nampak menunjukan keharmonisan tak ada keramahan dan senyuman disana, hari ini Rio terlihat sedikit menjadi lebih diam dengan wajah datarnya.

Kevin yang melihat mereka seperti itu menimbulkan beberapa pertanyaan di dalam kepalanya.

Ada apa dengan mereka?

Sesekali Kevin melirik ke arah Rio yang sama sekali tak mengawasi Chelsea dan sibuk pada pekerjaannya, sesekali juga Kevin melirik ke arah Chelsea yang sedang sibuk tanpa menghiraukan orang-orang di sekelilingnya. Kevin benar-benar sangat kepo.

***

"Evelin! Sini nak"

Suara teriakan lembut seorang wanita membuat Evelin memelankan volume lagu Chen ft Punch_Everytime yang sedang ia putar.

"Ada apa bu?" langkahannya gontai menuju ke sumber suara yang memanggilnya.

"Kau ada kegiatan hari ini? Jika tidak... " wanita itu memberikan secarik kertas yang tanpa perlu Evelin menanyakan sepertinya Evelin tahu apa isinya.

Evelin masih berdiri tangannya enggan mengambil secarik kertas yang diberikan ibunya.

"Aku sedang ingin dirumah bu" Evelin melengos berbalik dan melangkah pelan meninggalkan ibunya yang kini sedang duduk di sofa ruang tamu.

"Kau harus mencoba dekat dengan kakakmu, kalau bisa ajak ke sini" betapa murah hatinya seorang istri yang di selingkuhi suaminya, dan bahkan mempunyai anak dari wanita selingkuhannya? masih saja berperilaku baik mau menerima anaknya, juga masih bisa memaafkan suaminya. Aku ingin bisa seperti ibu. Tapi kurasa aku tidak akan bisa.

Evelin hanya belum siap bertemu dengan kakak tirinya, apakah kakak tirinya perempuan? atau Laki-laki? Apakah dia baik? Atau sebaliknya? Apakah dia orang yang humoris? Ramah? Atau mungkin Jahat? Sombong? Psikopat?? Yang jelas Evelin tidak peduli.

"Bu..." rengekan Evelin membuat wanita yang disebutnya ibu itu tertawa pelan, tangannya melambai-lambai memberikan isyarat pada Evelin untuk menghampirinya dan duduk di sampingnya.

"Sayang... Dia keluarga kita, kau pasti akan membutuhkannya suatu hari nanti" jelas wanita itu, tangannya yang lembut mengusap rambut Evelin yang terurai. perkataannya membuat Evelin tak bisa berkata-kata lagi, ia memilih diam dan memainkan jari jemarinya yang lentik, Ibunya menaruh secarik kertas itu di tangan Evelin.

Evelin menggenggam kertas itu sekuat-kuatnya.

***

Rio menatap gadis yang saat ini tengah membuang sampah di sebrang jalan dengan tatapan tajam, memperhatikan dengan detail setiap gerak geriknya.

"Lagi ada masalah?"

Kevin menepuk pelan bahu Rio yang saat ini tengah berdiri memantau kekasihnya.

Rio hanya menggelengkan kepalanya, ia sedang malas berbicara dan berbasa-basi.

Melihat tatapan Rio yang begitu serius, membuat Kevin penasaran dan segera mengikuti kemana arah tatapan Rio.

"Dia baik-baik saja. Kau ini malu-malu kucing, saat dia disini kau cuek bebek dan saat dia di luar kau khawatir".

Kevin menggelengkan kepalanya dan mengambil secangkir gelas yang sudah kosong dan berlalu meninggalkan Rio.

Sedang apa dia?

Rupanya gadis yang Rio awasi kini tengah bersama seorang laki-laki.

Mata Rio membulat sempurna ketika melihat mereka begitu dekat dan sangat akrab sekali. Cih! Meskipun laki-laki itu lebih dulu mendekati Chelsea tapi tetap saja seharusnya Chelsea menjauh atau segera pergi dari sana atau berjaga-jaga karena bagaimanapun dia adalah laki-laki. Tapi ternyata Chelsea menyambutnya. Rio tak bisa tinggal diam.

Belum sempat Rio keluar, gadis dan laki-laki itu terlihat sedang menuju ke cafe. Rio tak suka melihat kedekatan mereka yang begitu menyakitkan mata.

Ia bergegas menuju dapur berpura-pura sibuk dan semacamnya.

"Duduklah, akan ku bawakan kopi" saran Chelsea pada laki-laki itu.

Chelsea melihat kesekeliling cafe namun ia tak menemukan apa yang ia cari Dimana dia.

"Kevin dimana dia?" tanya Chelsea saat berpapasan dengan Kevin yang akan mengantarkan kopi.

"Di belakang"

Dengan cepat Chelsea berjalan ke belakang, akhirnya ia menemukan Rio disana. Namun tiba-tiba terjadi lagi. Ia tak tau harus berkata apa, Chelsea menarik nafas dalam-dalam lalu berjalan melewati Rio, mulai menyalakan mesin kopi serta mengambil gelas kosong.

Kurang lebih lima menit Chelsea dan Rio berdekatan, sepertinya mereka mempunyai ego yang tinggi. Chelsea mengambil nampan, meletakan Kopi di atas nampan itu lalu membawanya dan meninggalkan Rio disana.

"Minumlah"

Secangkir kopi itu ia letakan di atas meja tempat laki-laki itu duduk.

"Chelsea malam ini ada waktu?"

"Ada apa?"

"Aku harap kamu bisa ke rumah Agustin, ada hal penting yang harus kamu tahu"

Chelsea sedikit menimbang-nimbang keputusannya, sebenernya ia takut jika kejadian kemarin terulang lagi. Tetapi karena saat ini teman dekatnya yang meminta maka...

"Sepertinya aku bisa kesana setelah bekerja"

Laki-laki itu tersenyum dengan lebar setelah mendengar jawaban Chelsea dan segera menikmati kopinya.

.
.

~Tobecontinue~

CHELSEA [Completed]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang