P A R T - 45

44 2 0
                                    

Pekarangan rumah yang bersih, rumput jepang yang sudah di pangkas rapih terhampar luas di halaman rumah, tak hanya itu beberapa bunga yang ditata mengitari pagar rumah terlihat begitu cantik.

Warna cat rumah yang putih dipadukan dengan warna abu muda menghiasi pintu dan bingkai jendela membuat rumah mungil itu terlihat menakjubkan bagi Chelsea.

Terlebih lagi beberapa meter jarak dari rumah ke sebrang jalan terbentang luas lautan berwarna biru muda, memperlihatkan matahari yang sudah setengah terbit dengan jelas. Suara khas deburan ombak yang berlari-lari menyapu pasir pantai samar-samar mulai terdengar.

Udara sejuk kini mulai menusuk masuk menyelimuti hidungnya, tangannya mulai merasakan dinginnya udara.

Ia mulai menginjakan kakinya dirumah ini. Rumah milik Rio dan ibunya, hari ini ia akan tinggal disini hanya hari ini entah dengan hari esok dan lusa.

Chelsea melangkahkan kakinya membuntuti Rio dan ibunya yang kini mulai memasuki rumah itu, ia melihat sekeliling ruangan yang begitu klasik.

"Kamarmu disini sayang" wanita itu membukakan pintu untuk Chelsea lalu tersenyum. Kenapa aku selalu merepotkan orang lain Chelsea menganggukan kepalanya dan membalas senyuman wanita itu.

Chelsea menyimpan barang-barangnya disana, di kamarnya.

Setelah semua selesai gadis itu mengamati sekeliling pemandangan baru yang begitu memanjakan mata, berulang kali ia menarik nafas, menghirup udara yang sejuk sepuasnya.

Ia menatap jauh ke lautan yang terlihat tak berujung, mendengarkan lebih detail suara laut yang terdengar begitu menyenangkan baginya.

"Kau suka disini?" ucap Rio yang saat ini menghampiri Chelsea memasukan kedua tangannya ke dalam saku celana dan berdiri di samping gadis itu.

"Aku sangat suka tempat ini" Chelsea melirik ke arah Rio yang saat ini tengah menatapnya.

"Kalau begitu tinggallah disini"

Haruskah Chelsea merepotkan orang lain lagi selain Agustin? Gadis itu tak menjawab. Pandangannya kini beralih menatap lautan. Jika ia menerima tawaran Rio berarti ia mulai menyusahkan laki-laki itu lagi.

Berapa orang yang sudah ia repotkan? Lebih dari satu orang

"Menikahlah denganku" perkataan Rio sangat singkat namun berhasil membuat
gadis yang saat ini disampingnya kaku, ekspresinya sulit ditebak antara bahagia kah? bingung? tak suka?. Kata-kata itu terdengar begitu bermakna di telinga Chelsea Apa aku bermimpi?

Tatapan Chelsea beralih melihat wajah tampan Rio. Apa aku salah dengar? Apa telingaku bermasalah?

"Menikahlah denganku"

Kedua kalinya Rio mengucapkan kalimat yang sama. Dan kini Chelsea benar-benar mendengar sekaligus melihat dengan jelas apa yang Rio ucapkan.

Chelsea diam bukan berarti menolak. Ia diam karena rasa bahagianya saat ini sulit di deskripsikan.

Gadis itu tak menjawab, senyuman bahagia terukir jelas di wajahnya. Antara malu, tak percaya, dan benar-benar diluar dugaan. Ia memeluk laki-laki yang saat ini berada di hadapannya.

Sesaat Rio terdiam menunggu jawaban Chelsea tapi responnya sudah lebih dari cukup, Rio anggap itu adalah jawaban.

***

Kedua wanita dan laki-laki berumur itu kini terlihat duduk di samping ranjang Agustin. Melihat dan mengawasi apabila tiba-tiba ada perubahan atau sesuatu yang terjadi.

"Evelin, lebih baik kau pulang saja dulu, makan dan istirahat"

"Aku tak lapar bu"

Pikiran yang kacau membuatnya kehilangan nafsu makan

"Kami akan disini menemani kakakmu. Radit akan mengantarmu kerumah, Ayah sudah bicara padanya"

Tak lama dari itu pintu terbuka dan memperlihatkan Radit yang tengah berdiri disana menganggukan kepala sebagai tanda mengajak Evelin.

"Radit sudah menunggu" tegas ayahnya, Evelin melirik ke arah ibunya yang saat ini tengah berdiri membawakan tas Evelin yang terletak di dekat kursi tempatnya wanita itu duduk lalu memberikannya pada Evelin.

Perlahan Evelin melangkahkan kakinya menghampiri Radit dan berlalu menutup pintu.

Kini diruangan itu hanya ada Agustin yang masih terbaring dan belum sadarkan diri dan kedua orangtuanya yang menemaninya.

"Maafkan Aku" ucap lirih laki-laki yang terlihat berumur 50an itu pada wanita yang kini berada di hadapannya.

"Sudahlah, itu kejadian masa lalu. Tak perlu di bahas lagi"

Wanita itu benar-benar tegar dan penyabar. Bahkan disaat seperti ini ia masih bisa melemparkan senyuman pada suaminya.

"Terimakasih kau sudah menerimanya sebagai anakmu"
Laki-laki itu menatap nanar wanita yang tidak lain adalah istrinya.

"Aku akan memberikan waktu padanya supaya bisa menerima ku sebagai ibunya" Jelas wanita itu

Laki-laki itu terlihat tersenyum ketika istrinya mengatakan hal itu. Dengan perlahan ia memeluk Istri tercintanya "Aku pastikan akan membuatmu bahagia" bisik laki-laki itu pada wanita yang saat ini tengah di peluknya.

Suara samar-samar yang berasal dari laki-laki yang saat ini terbaring membuyarkan pikiran mereka.

Sulit sekali mengucapkan satu kata. Namun ia berusaha keras memanggil nama itu.

Kedua orangtuanya pun tak mengerti siapa yang terus menerus di panggil anaknya.

Melihat Agustin kini tiba-tiba sadar mengucapkan nama yang sama berulang-ulang membuat orangtuanya panik dan kebingungan, "Agustin sadar nak, buka matamu sayang" ucap wanita yang kini sedang mengelus wajah Agustin yang terlihat berkeringat.

"Aku akan memanggil dokter"

***

"Kau marah?" tanya Evelin kepada Radit pasalnya sejak mereka berangkat tak ada satu katapun yang keluar dari mulut Radit.

"Tidak" Laki-laki itu tak melirik sama sekali, pandangannya lurus kedepan melihat jalanan dan fokus mengendarai mobil.

Sementara Evelin kini melihat sekilas ke arah Radit yang terasa sedikit berbeda Aku tahu kau marah padaku merasa sedaritadi di acuhkan dan di abaikan ia memalingkan wajahnya melihat ke luar kaca, sepertinya kejadian kemarin masih membekas sampai sekarang "Aku minta maaf, aku membantunya karena dia temanku dan aku tak tahu semuanya akan seperti ini"

Mendengar perkataan seperti itu Radit menoleh melihat Evelin yang saat ini tengah memalingkan wajahnya.

"Aku sudah berusaha menyadarkannya dan aku tak ikut campur lagi urusannya, terakhir kali dia meminta bantuan aku menolaknya, lalu dia meminjam mobilku dan sampai saat ini aku tak tahu dia dimana" lanjut Evelin menjelaskan.

"Agustin seperti itu karena Siska, target utama Siska adalah Chelsea, namun tiba-tiba disana ada Agustin, aku pun tak sempat melihat dari mana datangnya Agustin"

Evelin menutup mulutnya.

"Apa ayah dan ibuku tahu bahwa Adikmu dibalik semua ini?" tanya Evelin dengan perasaan tak karuan.

"Tidak"

.
.

~Tobecontinue~

CHELSEA [Completed]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang