P A R T - 18

76 6 0
                                    

Hari ini menjadi hari pertama Chelsea bekerja, sebagai pekerja baru ia berniat akan berangkat lebih awal. Melihat Siska yang masih tertidur membuat hatinya lega, dengan begitu ia tak harus mendengarkan ocehan Siska yang selalu saja menyudut-nyudutkan Chelsea.

Selimut dan bantal yang tercecer di lantai bekas ia tidur semalam, segera ia rapihkan. Ia mengenakan pakaian bebas namun sopan tentunya, celana jeans hitam dan kemeja lengan panjang berwarna biru laut polos tak lupa ia juga mengikat rambutnya yang panjang, ia sempat berniat untuk mengepang rambutnya tetapi hal itu membutuhkan waktu yang agak lama, oleh karena itu ia lebih memilih dengan menguncir kuda rambutnya.

Ia mengenakan Flat Shoes putih serta slim bag berwarna biru laut.

Ia memoleskan sedikit pelembab pada wajahnya, juga memoleskan lipstik berwarna nude pada bibirnya. Tak lupa ia memakai jam tangan Dior favoritnya dan membawa handphonenya yang berada di meja. Jam ditangannya kini sudah menunjukan pukul 8.00 ia bergegas turun ke bawah.

Suasana di bawah masih sepi, ia melihat ke sekeliling ruangan. Kamar Radit masih tertutup, kamar Agustin pun sama dan kamar Rio juga masih tertutup. Tak ada tanda-tanda seseorang sudah bangun selain dirinya sendiri. Hal ini menjadi situasi yang bagus bagi Chelsea. Karena ia tak perlu menjelaskan dan berbicara terlebih dulu dengan orang-orang rumah ketika berpapasan. Chelsea menutup pintu rumah serapat mungkin, lalu melangkahkan kakinya menuju luar pagar.

Lalu lalang motor dan mobil serta sepeda yang melintas, pejalan kaki yang terlihat tergesa-gesa, suara kicauan burung di pagi hari dan sinar matahari yang hangat serta udara yang begitu sejuk.

Chelsea menyukai saat-saat seperti ini.

Berkali-kali ia menghirup udara yang segar. Wajah yang belakangan ini terlihat sedikit muram sekarang sudah terlihat ceria kembali, senyuman ramah mulai terlihat di raut wajahnya saat menyapa pejalan kaki yang sedang menenteng sebuah kantong plastik besar berwarna hitam.

Tiba-tiba kakinya berhenti melangkah ketika ia sadar akan satu hal.

"Loh! Kan aku gak tahu tempatnya" ia memukul pelan jidatnya berkali-kali.

Tangannya merogoh handphone yang ada di saku celananya, dengan cepat ia mencari-cari satu nama.

"Yah mana punya nomor dia"

Terkadang ketika terburu-buru hal yang tak terduga bisa terjadi, Chelsea misalnya... yang sudah siap-siap akan bekerja, mengenakan semua pakaian rapih tetapi tidak tahu ia bekerja dimana bahkan tempatnya pun ia tak tahu. Adakah manusia yang seperti itu? Ya... Tentu ada. Chelsea orangnya.

Ia menepuk jidatnya lagi sambil menggerutui dirinya sendiri kenapa bisa seceroboh ini.

Antara pulang dan melanjutkan perjalanan itulah yang tengah di pikirkan oleh Chelsea. Namun ia tak memilih dua-duanya. Diam adalah hal mujarab yang Chelsea lakukan saat ini. Berdiri di pinggir jalan melihat kanan kiri? Begitulah.

Sebuah Motor berwarna hitam yang entah berasal dari mana tiba-tiba berhenti di samping Chelsea. Laki-laki itu mematikan mesin motor dan membuka helmnya yang sedaritadi menutupi wajahnya.

"Lo mau kemana?"

Dengan rasa malu dan grogi Chelsea tertawa dan menggaruk leher belakangnya yang ternyata tak terasa gatal sama sekali.

"Mau kerja hehe"

"Oke. sampai ketemu di sana"

Laki-laki itu memakai helmnya kembali dan menyalakan mesin motornya

"Tunggu! Tunggu! Eh... Masalahnya. Aku kurang tahu tempatnya dimana hehe"

"Kurang tahu?"

"Mmm.. Gak tahu maksudnya" Chelsea kembali menggaruk leher belakangnya yang saat ini memang terasa gatal, mungkin selama mereka berbicara tadi ada nyamuk di leher belakangnya.

"Makanya jadi orang jangan so tahu"

Chelsea hanya bisa cengengesan mendengar jawaban ketus dari Rio. Ia menertawakan dirinya sendiri, apa yang ia lakukan benar-benar konyol dan memalukan.

"Gak usah ketawa kalo terpaksa" suara tawa Chelsea tiba-tiba tak terdengar lagi. Ia segera mengatupkan mulutnya rapat-rapat.

"Ayo, naik"

Saat hendak menaiki motor Chelsea sempat melirik ke arah wajah Rio yang begitu datar. Chelsea menghela nafas
Kambuh lagi. Gumamnya

***

Satu jam setelah Chelsea pergi dari rumah, Agustin terbangun dalam keadaan tiba-tiba teringat pada Chelsea. Bahkan ia bergegas ke kamar Chelsea. Ketika membuka pintu yang ia lihat hanyalah Siska yang masih tertidur.

Namun sepertinya Siska bisa merasakan kedatangan Agustin. Matanya terbuka dan langsung melihat ke arah pintu kamar dan ternyata benar disana terlihat begitu jelas Agustin sedang berdiri. Senangnya bukan main. Hati Siska benar-benar bahagia saat ini. Hati siapa yang tak senang ketika melihat orang yang kita cinta hadir saat membuka mata? Bahkan saat ini Siska tengah senyum-senyum sendiri.

"Dimana Chelsea?"

Satu kata yang membuat moodnya berantakan, satu kata yang membuat hatinya sakit, dan satu kata yang membuatnya benci. Chelsea

"Dimana dia?" tanya Agustin lagi. Namun tak ada jawaban apa-apa dari Siska

"Agustin!"

Agustin meninggalkan kamar itu, dan segera turun kebawah mengambil kunci mobilnya.

"Kenapa lo?"

Agustin tak sempat menjawab pertanyaan Radit. Bahkan pertanyaan Radit tak terdengar olehnya. Satu yang ada dipikirannya hanyalah Chelsea. Melihat Agustin tergesa-gesa, Radit mengikutinya dan segera masuk ke dalam mobil berwarna merah mengkilap itu. Kecepatan mobil yang saat ini di kendarai oleh Agustin tak menentu.

"Woy! Bro! Santai"

Agustin melihat ke arah Radit dan baru sadar bahwa Radit mengikutinya dan berada di sampingnya saat ini.

"Chelsea gak ada di rumah dit"

Agustin menghela nafas dan memukul stir mobil dengan keras.

"Chelsea? Dia kerja"

Mendengar ucapan Radit Agustin refleks menginjak rem, Radit terpental ke depan mobil pasalnya Radit tak mengenakan sabuk saat ini. Nafas Radit terengah-engah ketika dirinya terpental ke depan untung saja dirinya tak sampai menghantam kaca mobil.

"Lo mau bunuh gue?" teriak Radit.

"Lo tau darimana?" tanya Agustin, menghiraukan pertanyaan Radit.

"Dasar lo, yang bener dong kalo bawa mobil, udah tahu gue gak pake sabuk".

"Suruh siapa gak pake sabuk, Lo tahu dari mana Chelsea kerja?"

"Sms, dia Sms gue semalam dan baru gue buka tadi pagi pas bangun"

"Kerja dimana?"

"Mana gue tahu, dia cuma bilang kalo dia kerja, belum gue tanyain dia kerja dimana"

"Bales sekarang, tanyain dia kerja dimana, di daerah apa dan kerja sebagai apa"

Radit menatap sinis ke arah Agustin.

"Nyuruh mulu bisanya" gerutu Radit sambil membenarkan posisi duduk dan menstabilkan detak jantungnya, karena insiden tadi.

"Cepetan dit"

"Bentar. Bentar. Kalo mau ngesms itu harus ada HPnya kan? HP gue kagak di bawa. Putar balik" titah Radit pada Agustin. Tanpa panjang lebar lagi Agustin berputar arah dan tancap gas.

***

Sementara Siska yang masih berada di dalam kamarnya terlihat sedang meremas selimut dengan kuat.

Matanya terlihat mulai merah, air mata di pelupuk matanya sudah tak bisa terbendung lagi.

"Lo keterlaluan Agustin".

.
.

~Tobecontinue~

CHELSEA [Completed]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang