P A R T - 28

64 3 2
                                    

Jumat, 3 Januari 2020

______________________________

Suasana dirumah Agustin kini terasa sepi, Radit tak keluar dari kamarnya. Bahkan ia mulai benci melihat Agustin. Ia akan berencana pulang setelah bertemu dengan Evelin.

Mengingat nama Evelin ia teringat sesuatu. Tangannya dengan cepat menscroll kontak di handphonenya.

Evelin

xxxxxx888797

Radit menatap nomor yang saat ini terpampang jelas di layar handphonenya, seketika sebuah senyuman singkat terukir di wajah Radit. Ia mengirimkan pesan teks pada nomor itu. Setelah pesan dikirim ia mulai gelisah dan berharap-harap cemas. Matanya tak bisa lepas dari layar handphone, berharap handphonenya menyala dan terdapat notifikasi pesan sms disana.

Drrt... Drtt

Dengan satu klik, pesan langsung terbaca. Entah mengapa Radit begitu antusias langsung membalasnya. Sebenarnya Ia hanya ingin mengingatkan Evelin bahwa besok adalah malam minggu, yang dimana Evelin sudah berjanji akan mentraktirnya. Namun respon Radit ternyata terlalu berlebihan. Tapi Setidaknya Radit bisa sedikit melupakan semua kekacauan yang terjadi saat ini.

***

Pagi ini di sebuah hotel, Chelsea terlihat membawa beberapa bingkisan di kedua tangannya. Ia tak masuk ke dalam kamarnya melainkan langsung mengetuk pintu kamar Rio, ia perlu memastikan keadaan laki-laki itu baik-baik saja.

"Masuk" mendengar suara Rio mengijinkan, Chelsea pun langsung membuka pintu.

"Gimana sekarang?" tanya Chelsea. Sayangnya Chelsea benar-benar tak bisa menyembunyikan perasaan khawatirnya terhadap Rio.

"Tumben, sejak kapan khawatir padaku? Oh... Sejak semalam rupanya" Rio mulai meledek Chelsea dan berusaha mengingatkan Chelsea akan kejadian semalam.

Rio benar-benar membuat Chelsea tersipu malu, lihat saja sekarang dia menundukan kepalanya untuk menyembunyikan wajahnya yang mulai terlihat memerah. Pasalnya Chelsea mengingat kembali kejadian semalam, saat dirinya menangis seperti anak kecil di hadapan Rio? Itu benar-benar memalukan!

"Ini" Chelsea memberikan bingkisan yang sedaritadi ia bawa, ia berusaha mengalihkan pembicaraan.

"Apa ini?"

"Nasi goreng" Chelsea beranjak meninggalkan kamar Rio.

"Mau kemana?"

"Aku akan makan di kamarku"

"Kita makan bareng aja, temani aku" tawar Rio dengan senang hati.

Sepertinya sekali ini saja tidak apa. Chelsea melangkahkan kalinya perlahan menuju ujung tempat tidur dan mendaratkan pantatnya disana.

Rio mulai beranjak dari tempat tidurnya dan mensejajarkan diri dengan Chelsea, duduk di sampingnya lalu berkata

"Kamu belum menjawab perasaanku"

"Sejak kapan bilang aku-kamu?" kedua kalinya Chelsea berusaha mengalihkan pembicaraan.

Entah mengapa ketika membahas soal perasaan, jantungnya selalu berdetak tak stabil, kulitnya pun kini terasa dingin sedingin es, dan sikapnya pun selalu berubah tiba-tiba grogi.

"Kayaknya sejak semalam, sejak aku bilang... Aku akan terus menggenggam tanganmu lalu aku bilang Aku menyukaimu" Rio sengaja lebih menekankan dan memperjelas pengucapan kalimat terakhir.

Belum pernah Chelsea merasa sebahagia ini. Kali ini... Ia harus jaga image, kejadian semalam tak bisa Chelsea lupakan dan tak ingin Chelsea ulang. Chelsea tersenyum pada Rio yang saat ini masih saja menatapnya. "Sampai kapan terus lihatin aku kayak gitu?"

"Sampai kamu jawab perasaanku"

Kenapa dia begitu manis seperti ini... Apa dia benar-benar menyukaiku? Aku tak boleh berlebihan. Wahai jantungku kumohon harap tenanglah! Gumam Chelsea

"Aku udah menjawabnya" jawaban yang tegas dan meyakinkan.

"Kapan?" Rio tak mau kalah, ia butuh jawaban yang pasti.

"Semalam" Chelsea memalingkan wajahnya dan segera membuka bingkisan yang terletak di sampingnya.

"Semalam... Aku benar-benar serius mengungkapkannya. Aku menyukaimu" Rio tak ingin ada jarak lagi antara dia dan Chelsea, Rio tak ingin menyangkal perasaan nya terhadap gadis itu. Ia mencintainya. Sejak dulu!

Perlahan gerakan tangan Chelsea melambat ketika mendengarkan habis perkataan Rio. Benarkah? Gadis itu bergumam lagi. Bertanya pada dirinya sendiri.

Chelsea menatap lekat mata Rio, ia berusaha mencari ketulusan disana. Dan sepertinya laki-laki yang kini berada di hadapannya benar-benar serius mengenai apa yang baru saja diungkapkannya.

***

Kamarnya begitu berantakan dan acak-acakan, sebelumnya ia adalah laki-laki yang perfeksionis, elegan, cool dan berkarisma. Tapi saat ini semua itu tak nampak lagi. Luka memar di wajahnya tak terobati sama sekali. Bahkan saat ini luka di tubuhnya semakin bertambah. Ia tak peduli dengan dirinya sendiri. Ia benci pada dirinya sendiri.

Cermin di kamarnya terlihat pecah karena pukulan keras tangannya menghantam cermin itu, ia tak ingin melihat dirinya di dalam Cermin. Selimut yang seharusnya berada di atas tempat tidur ia lempar dengan mudah, kursi yang seharusnya menjadi tempat duduknya ia tendang begitu keras. Meja yang berada di kamarnya sudah tak layak lagi sebut meja, semuanya sudah terlanjur rusak, lampu kamar yang seharusnya meneranginya saat tidur ia pukul dengan keras sampai menghantam tembok dan pecah karena hantamannya begitu keras.

Pikirannya sudah buntu, tak bisa berpikir jernih. Sempat terlintas dalam pikirannya untuk mengakhiri hidup. Namun ia berpikir dua kali untuk hal itu.

Aku masih ingin melihat wanitaku!

***

Seperti biasa hari ini Chelsea kembali bekerja dan tentunya bersama Rio. Hanya saja yang membuat hari ini berbeda adalah keduanya tampak selalu tersenyum dan terkadang saling menatap dengan tatapan yang berbeda. Selama bekerja pun Rio tak bisa mengalihkan pandangannya dari Chelsea, ketika matanya mulai kehilangan jejak Chelsea ia segera mencarinya ke setiap sudut ruangan.

Kevin yang melihat tingkah Rio berbeda. Mulai mengerti

Pasti mereka...

Kevin menyenggol bahu Rio dengan siku tangannya. Ia mengerti apa yang terjadi. Rio tersenyum pada Kevin. Namun Senyumannya tampak berbeda, bahkan Kevin belum pernah melihat Rio tersenyum seperti itu sebelumnya.

***

Ternyata mudah sekali memperngaruhi mereka, baiklah sepertinya bagian selanjutnya akan lebih menarik.

Entah mengapa Siska tak merasa bersalah sedikitpun ketika melakukan semua ini, bahkan dirinya sampai hati melukai Agustin yang notabenya orang yang selama ini ia cintai.

Sepertinya kesabaran Siska terhadap masalah ini sudah hilang. Rasa balas dendamnya kini semakin bertambah kepada Chelsea.

Padahal Chelsea tak merebut Agustin, Chelsea tak mempunyai perasaan apa-apa, Agustin lah yang selalu mencari perhatian padanya meskipun begitu Chelsea menganggap semua itu hanyalah sikap biasa seorang teman, karena Chelsea memang tak mempunyai perasaan khusus pada Agustin.

.
.

~Tobecontinue~

CHELSEA [Completed]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang