BAB 2

4.5K 150 11
                                    

"Ayo, kita buat ranjang itu berantakkan," ucap Bima.

Gista memandang Bima cukup berani, "I Gusti Made Bimasena Wasupati, Lo tinggal pilih aja, mau nginap di sini atau gue usir secara paksa,"

Alis Bima terangkat, dan ia lalu tertawa mendengar intonasi penekanan pada nama panjangnya.

"Nginap di sini lah,"

"Jangan macam-macam deh,"

"Gis ...,"

"Ya," ucap Gista, ia menelan ludah, karena Bima berjalan mendekatinya.

"Ada yang harus lo tahu, apa yang ada di pikiran gue selama ini," ucap Bima, ia menyentuh rambut lurus Gista.

"Apa ...," ucap Gista, jantungnya maraton karena posisi Bima begitu dekat, hingga ia memandang otot-otot bisep dari lengan kokoh Bima. Bulu kuduk nya merinding, ketika hembusan nafas Bima terasa di permukaan wajahnya.

Bima memegang pundak Gista, memandangnya cukup serius. Iris mata bening itu begitu cantik dan menenangkan. Ia hingga tidak bosan menatap bagian mata yang paling menarik dari wanita ini.

"Gis, ba mekelo belikenal jak iluh, ba makelo masih iraga barengbareng. Ne jani beli lakar ngorahang, yening beli seken tresna ken iluh. Iluh nyak ke dadi demenan beli?,"

Gista mengerutkan dahi, ia tidak tahu apa yang di ucapkan Bima. Oh Tuhan, ia ingin sekali membentur kepala laki-laki ini. Sumpah, ia tidak suka jika Bima selalu mengeluarkan bahasa ibu nya. Bukan kali ini saja, tapi sering. Jangan harap ia mengerti apa di ucapkan Bima.

"Jangan mulai deh, gue enggak ngerti, apa yang lo omongin, sumpah gondok gue liat lo," ucap Gista, ia lalu meloloskan diri dari hadapan Bima dan lalu menjauh. Ia menjauh seperti agar, bisa menenangkan debaran jantungnya.

Bima tersenyum penuh arti, ia memandang Gista yang berhasil menjauh darinya. Wanita itu selalu seperti itu, padahal ia ingin sekali mencium bibir tipis yang selalu menggodanya.

"Gis, nyak sing dadi demenan yange?," Ucap Bima sekali lagi.

Gista lalu menoleh ke arah Bima, menatap laki-laki itu dengan penuh kesal.

"Lo mandi aja sana, jangan ngomong yang aneh-aneh," ucap Gista, ia lalu membuka blezer yang dikenakannya.

Bima tertawa, ia lalu membuka pintu kamar mandi. Betapa bahagianya ia bersama Gista seperti ini. Wanita itu marah terlihat semakin menarik. Tapi jujur tadi apa yang ia ucapkan sungguh dari lubuk hatinya yang paling dalam.

Gista menyingkirkan meja kecil itu di depan Tv, ia mengambil karpet berbulu tebal itu dari bawah tempat tidur. Anehnya laki-laki itu, memiliki apartemen sendiri, ruangan apartemenya lebih luas dan lebih mewah dari tempat tinggalnya yang sempit ini. Entah kenapa si Bima selalu mengungsi tidur di sini bersamanya. Laki-laki itu selalu merepotkan saja.

Gista menyiapkan bantal dan bed cover untuk Bima. Ia meraih remote Tv, mencari siaran talk show. Setelah itu ia hidupkan Ac, jika pergi kerja atau keluar, ia selalu mematikan Ac, ia tidak ingin pemborosan listrik. Gista membuka gorden, dan menatap langit sudah menghitam. Gista mengalihkan pandangannya ke arah jam dinding, menunjukkan pukul 19.11 menit.

Gista melangkahkan kakinya menuju kulkas, ia mengambil kaleng susu steril berlogo beruang itu. Ia selalu menyetok susu beruang, karena ia harus memulihkan kondisi tubuhnya yang lelah seharian bekerja. Sedetik kemudian, pintu kamar mandi terbuka, ia menatap Bima. Laki-laki itu terlihat segar, handuk berwarna putih itu terpasang di sisi pinggangnya. Bima menatap Gista yang sedang berada di dekat meja pantri. Bima lalu melangkah menuju lemari pakaian, karena di sana lah pakaiannya di letakkan oleh si cantik.

FRIEND WITH BENEFIT (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang