BAB 11

2.1K 61 1
                                    

Gista melirik Bima, laki-laki itu fokus dengan setir mobil. Ia makan dalam diam roti tawar yang di olesi dengan selai kacang.

"Lo makan siang lagi sama pak Rey?," Tanya Bima, melirik Gista.

Gista mengedikkan bahu, "Enggak deh kayaknya, kenapa?,"

"Kirain makan siang lagi sama dia," ucap Bima.

"Ya enggaklah,"

"Nanti malam gue balik ke apartemen," ucap Bima, melirik Gista.

"Oke, sudah seharusnya lo balik. Apartemen lo udah jadi sarang tikus tu,"

Bima terkekeh, kepulangannya ke apartmen memang ingin berbenah, sudah hampir seminggu ia tidak pulang. Ia meneruskan perjalannya, menuju gedung hotel tempatnya bekerja. Satu jam kemudian, Gista dan Bima memisahkan diri ke kantor masing-masing. Bima melangkahkan kakinya menuju ruangan accounting. Jujur sejak tadi malam, ia memikirkan Mita. Entahlah kenapa ia memikirkan anak ABG itu, atau ini mungkin karena rasa iba, kekhawatiran yang terlalu berlebihan, ketika mendengar bahwa wanita muda itu sakit paru-paru basah.

Ia sempat mencari informasi tentang penyakit yang di alami Mita. Penyakit paru-paru basah istilah medisnya yaitu pneumonia. Penyakit itu terjadi karena adanya infeksi pada salah satu atau kedua paru-paru. Kondisi tersebut, adanya kantung paru-part (alveoli) akan dipenuhi oleh cairan atau nanah. Paru-paru basah itu, disebabkan oleh virus, jamur, atau bakteri terhadap sistem pernapasan.

Ia tidak bisa membayangkan bahwa Mita, merasakan nyeri dada, kesulitan bernafas, demam menggigil, sering berkeringat, nyeri otot, mual dan muntah. Pneunomia berisiko sampai merenggut nyawa. Bima membuka hendel pintu, ia memandang Joko, berdiri menatapnya. Joko memperlihatkan tempat Tupperware berwarna biru itu kepada Bima. Ia tahu bahwa itu adalah tempat bekal dari Mita. Oh Tuhan bocah kecil itu membuat ia tidak berhenti memikirkannya. Bima menarik nafas, dan berjalan mendekati Joko.

"Ini dari supir bu Mita," ucap Joko menyerahkan tempat tupperware itu kepada Bima.

Bima meraih tempat bekal itu, "Terima kasih," ucap Bima, lalu melangkahkan kakinya menuju ruangannya.

"Bos, rekap service sudah saya email sama bu Gista,"

"Ok," ucap Bima.

Bima merogoh kunci di saku celananya, dan ia buka pintu itu. Bima meletakkan tempat Tupperware itu di meja. Ia lalu duduk di kursi, memandang sekumpulan sushi cantik tersaji di sana. Ia memegang dada, sambil memandang langit-langit plafon. Ada desiran aneh di dada, hingga ia tak sanggup untuk berkata apa-apa. Semoga penyakit yang di derita bocah itu segera sembuh. Sungguh ia ingin mendengar bahwa wanita sudah sembuh. Itu saja dalam pikirannya. Semoga tidak terjadi apa-apa, dia selalu sehat. Sebentar lagi ia akan menelfon bocah kecil itu, menanyakan perkembangan penyakit yang dideritanya.

***

Gista menatap email service dari salah satu staff accounting. Ia lalu mengeprint rekapan service itu. Ia menegakkan punggungnya dan melangkah ke ruangan Rere. Ia memandang Rere di sana, wanita muda itu sedang memainkan ponsel. Rere menyadari kehadirannya dan lalu berdiri.

"Eh ibu," ucap Rere, ia dengan cepat meletakkan ponsel itu di dalam laci.

Gista menyerahkan rekap service itu kepada Rere. "Ini rekap servie, jangan lupa di input," ucap Gista.

"Iya bu,"

"Apakah ada berkas yang akan saya tanda tangani?" Tanya Gista, mencoba memastikan, bahwa bawahannya sering lupa.

"Ada bu," ucap Rere, ia mengeluarkan map dari laci.

"Hanya form form aja sih bu," ucap Rere memperlihatkan form change off dan change shift kepada Gista.

Gista meraih pulpen di saku jasnya, "Yaudah saya tanda tangan di sini saja," ucap Gista, ia menanda tangani.

Seuara ponsel berdering ia merasakan getaran di balik saku jasnya. Ia manatap layar ponsel.

"Bima calling,"

Gista menggeser tombol hijau pada layar. Ia meletakkan ponsel itu di telinga kirinya.

"Iya Bim," ucap Gista.

"Rekap service sudah di email sama Joko. Oiya bilang sama Rere, Joko Minta laporan jamsostek, Bpjs Kesehatan dan asuransi untuk bulan ini,"

"Oke,"

Sambungan terputus, Gista menatap Rere masih di posisi yang sama.

"Joko minta rekap Bpjs, jamsostek, dan asuransi untuk bulan ini,"

"Iya bu, ini langsung mau saya kirim," ucap Rere lagi.

Gista menarik nafas, ia memastikan form form itu sudah semua ia tanda tangani. Ia melangkah keluar dari ruangan Rere. Ponsel miliknya kembali bergetar, Gista menatap layar ponsel,

"Rey Calling,"

Sebenarnya ia malas sekali berhadapan dengan laki-laki ini. Laki-laki itu banyak maunya. Ia dengan terpaksa menggeser tombol hijau pada layar,

"Iya halo,"

"Kamu ada di mana?," Ucap Rey, di balik speaker.

"Saya ada di kantor pak,"

"Setelah morning briefing, saya tunggu kamu di lobby,"

"Mau kamana pak?," Ucap Gista bingung.

"Sarapan,"

"Owh, iya pak,"

Sepertinya sarapan akan menjadi kegiatan rutin dirinya bersama Rey. Laki-laki itu memang banyak maunya.

***

Gista menatap penampilanya, maxi dress polos berwarna merah maroon, menjadi pilihannya. Ia termasuk salah satu wanita yang selalu menjaga penampilannya. Maxi dress ini terkesan sopan, aman dan elegan. Rambut panjang itu ia urai, dan sudah ia blow satu jam lamanya.

Ia berdandan seperti ini bukan untuk menarik perhatian Rey, tapi sudah sepantasnya ia mengenakan ini. Toh, ia akan pergi ke pesta pernikahan, beginilah penampilan seharusnya. Saat menghadiri pesta atau acara resmi seperti ini, seorang wanita jangan tampil polos. Ini semua ia lakukan sebagai bentuk rasa hormat kepada pemilik acara, tapi tidak harus bermake up super tebal.

Percayalah kecantikkan itu dapat mendongkrak percaya diri seorang wanita. Merasa cantik maka akan merasa percaya diri dan bahagia. Merias diri seperti ini juga dapat membuat mood lebih baik. Memberikan energi positif pada orang-orang disekitar.

Suara bell pada pintu terdengar, Gista memandang jam menggantung didinding menunjukkan pukul 18.40 menit. Gista melangkah kan kakinya menuju pintu. Ia menatap sepasang mata elang tepat di depan pintu. Laki-laki itu mengenakan kemeja hitam, dan fit pants berwarna senada. Ia sempat tersihir, iris mata itu seakan menghipnotisnya.

"Pak Rey," ucap Gista pelan.

Rey menyungging senyum ia menatap penampilan Gista. Wanita itu begitu cantik, dan tampil begitu sempurna menurutnya. Ia tidak salah memilih Gista menghadiri pernikahan salah satu sahabatnya.

"Boleh saya masuk," ucap Rey.

"Iya," Gista memperlebar daun pintu.

Rey mengalihkan pandangan kearah ruangan apartemen Gista. Apartemen sederhana dan sempit, tapi cukup nyaman untuk ditempati.

"Kamu tinggal sendiri?" Tanya Rey.

"Iya," ucap Gista.

"Kamu sudah siap?" Tanya Rey mencoba memastikan.

"Iya sudah," Gista lalu meraih tas pesta, berwarna silver,

"Panggil saya Rey, ini bukan di kantor,"

Alis Gista terangkat, dan lalu mengangguk, "Rey,"

"Kamu cantik sekali malam ini," gumam Rey, ia melangkah kakinya keluar dari pintu, di ikuti Gista.

"Terima kasih," Gista lalu menutup pintu itu kembali.

***



FRIEND WITH BENEFIT (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang