BAB 34

1.4K 53 0
                                    

Gista membuka matanya secara perlahan. Ia mendengar nafas teratur dari tubuh Bima. Ternyata ia tertidur di pelukkan Bima. Ia memandang wajah tampan itu masih terpejam. Begitu nyamannya berada di pelukan Bima. Laki-laki inilah yang sebenarnya ia inginkan.

Bima selalu tahu apa yang terbaik buat dirinya. Gista melepaskan diri dari pelukkan Bima. Ia menatap ke arah jendela, matahari malu malu menampakkan sinarnya. Ia harus kuat menjalani hari. Toh, apa yang telah terjadi biarkan lah, ia sudah dewasa, ia akan bertanggung jawab apa yang telah ia lakukan. Ia tidak akan menangis terus menerus, sepeti tadi malam. Tadi malam, Bima sama sekali tidak meninggalkannya sendiri. Laki-laki mana yang akan ia dapat seperti Bima. Gista lalu mengecup pipi kiri itu, dan lalu menegakkan punggungnya. Meninggalkan Bima yang masih tertidur pulas.

Bima membuka matanya secara perlahan, ia meraskan kecupan hangat dari Gista. Ia tahu ini bukan yang pertama kali wanita itu menciumnya. Bahkan sudah sering, tapi entahlah ia merasa bahagia dan begitu menanangkan. Bima dengan cepat menarik tangan kurus Gista, otomatis Gista lalu menoleh ke arahnya. Ternyata laki-laki itu sudah bangun. Iris mata itu saling berpandangan satu sama lain.

"Kamu mau ke mana?"

"Mau buat sarapan,"

"Siapin gue air hangat, gue mau mandi," ucap Bima.

Gista lalu tersenyum mendengar permintaan Bima, "Iya,"

"Mendekatlah," ucap Bima.

Gista kembali mendekati Bima, ia memandang wajah tampan setengah ngantuk itu, begitu menggemaskan menurutnya. Bima lalu mengecup kening Gista, ada perasaan hangat menyelimutinya. Bima melepas kecupan itu, ia menatap iris mata bening Gista,

"Kita dilahirkan dua mata, dua telinga dan satu hati. Agar kamu dapat melihat, mendengar, dan merasakan. Jadi kamu bisa menerima pujian, kritikan dan ketenangan,"

"Jangan takut karena kehilangan, karena ini adalah awal kamu mulai kehidupan," ucap Bima

Gista tersenyum mendengar kata-kata bijak dari laki-laki itu, entah dari mana dia mengutipnya,

"Kamu pinter sekali buat hati seorang wanita luluh," ucap Gista.

Alis Bima terangkat, "Owh ya,"

"Pantas saja semua wanita tergila-gila kepada kamu," ucap Gista, lalu melepaskan diri dari Bima. Gista berjalan menuju dapur, ia mengambil panci dan mengisi air di dalamnya.

Bima lalu tertawa, ia menegakkan punggungnya. Ia merenggangkan otot otot di tubuh Bima berjalan mendekati jendela, ia membuka gorden. Setelah itu ia memilih duduk di sofa, meraih remote dan menghidupkan TV. Ia akan menikmati siaran berita pagi.

"Bim ...,"

"Hemmm," ucap Bima, ia menatap Gista di sana.

"Kalau apartemen lo udah terjual, pindah ke sini aja, kayaknya gue butuh lo di samping gue," ucap Gista, ia membuka kulkas dan mengambil telur dan keju. Ia akan membuat omelet untuk sarapan kali ini.

Bima mendengar itu lalu tersenyum, "Oke, pulang kerja gue langsung pindah," ucap Bima mengedipkan mata.

"Lo mau minum kopi?" Tanya Gista, ia mengocok telur di dalam mangkuk.

"Enggak usah repot-repot, nanti gue bisa buat sendiri," ucap Bima, ia melangkah mendekati Gista. Kali ini ia tidak akan membahas masalah apa yang terjadi di Bali kemarin. Ia tidak ingin membuat Gista menangis lagi.

"Hari ini, nge gym yuk," ucap Bima.

"Oke," ucap Gista.

Gista melirik Bima, yang berada di sampingnya, "Bim, gue mau ke Bogor," ucap Gista, ia menuangkan telur itu dalam teflon.

FRIEND WITH BENEFIT (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang