BAB 20

1.8K 52 0
                                    

"Aku enggak mau dekat dengan laki-laki yang sudah memiliki kekasih. Aku enggak mau jadi perusak hubungan orang. Makanya aku jauh dari kamu," ucap Mita pada akhirnya.

Bima mengerutkan dahi, setelah mendengar ucapan dari bibir kecil itu. Ia memandang iris mata bening itu.

"Kekasih?"

"Ya," ucap Mita, ia melepaskan diri dari hadapan Bima, lalu pergi begitu saja.

Bima menatap punggung Mita dari belakang. Wanita itu lalu pergi menjauhinya. Ia masih bingung kekasih siapa yang Mita maksud. Ia berlari mengejar Mita, akhirnya ia tahu kenapa Mita menghindarinya. Bima meraih tangan kurus itu seketika. Langkah Mita terhenti dan saling berpandangan satu sama lain.

Mita menghentikan langkah, karena tangan kasar itu menarik dirinya.

"Kita perlu bicara," ucap Bima, ia membawa Mita ke parkiran depan, karena disanalah mobilnya berada.

Bima membuka hendel pintu dan menyuruh Mita masuk. Mita melirik Bima, laki-laki itu seperti biasa tampak tenang. Ia lalu duduk di kursi, sedetik kemudian, Bima sudah duduk di kemudi setir bersamanya.

Bima menatap Mita, ia menarik nafas, dan berusaha tenang. "Jelaskan kepada aku. Kekasih siapa yang kamu maksud?" Tanya Bima.

Mita menarik nafas, ia menatap wajah tampan Bima. Wajah hangat itulah yang selalu menghiasi mimpinya. Sepertinya ia bicara jujur kepada laki-laki itu. Saling terdiam satu sama lain.

"Beberapa hari yang lalu aku melihat kamu bersama seorang wanita. Bahkan kamu menciumnya. Jika kamu memiliki kekasih, untuk apa aku mengejar kamu lagi," ucap Mita.

Alis Bima terangkat, semenjak ia pacaran dengan Merry, ia tidak pernah dekat dengan wanita manapun kecuali Gista. Ah, ya mungkin Mita melihatnya bersama Gista. Ia sering mencium sahabatnya itu, tapi hanya sebatas pipi dan puncak kepala tidak lebih. Itu karena ia menyayangi Gista sebagai sahabatnya. Mungkin dulu efek putus dari Merry, sehingga ia ingin memacari sahabatnya itu.

"Mungkin yang kamu maksud adalah Gista," ucap Bima.

Mita mengedikkan bahu, "Aku enggak tahu, siapa wanita itu dan aku juga tidak mau tahu,"

"Dia sahabat aku,"

"Sahabat apa seperti itu," dengus Mita, baru kali ini ia melihat itu sepasang sahabat, sedemikian mesra.

Bima lalu merogoh ponsel di balik saku jas. Ia lalu memperlihatkan layar persegi itu kepada Mita. Ia menunjukkan foto dirinya dan Gista di sana.

"Aku pikir wanita inilah yang kamu maksud sebagai kekasih ku, Iya kan," ucap Bima lagi.

Mita memandang layar ponsel itu, foto itu mereka tertawa bersama.

"Dia sahabatku, namanya Gista, dia dari divisi HR," ucap Bima lagi, ia menatap Mita mencoba menjelaskan.

Mita memandang Bima cukup serius, "Kalian pasangan serasi, Aku bahkan tidak bisa membuatmu tertawa seperti itu. Terima kasih kamu sudah peduli padaku,"

Mita mencoba tersenyum, menguatkan hatinya, "Sejujurnya aku cemburu, melihat kebersamaan kalian,"

"Aku tidak memaksa kamu untuk menyukai aku. Aku juga tidak mau kamu mendekati aku dengan keterpaksaan,"

"Aku tidak apa-apa, Aku sudah terbiasa dengan kesepian. Sekarang kamu tidak perlu khawatirkan tentangku. Aku pasti akan baik-baik saja," ucap Mita, ia lalu membuka hendel pintu. Ia melirik Bima sekali lagi, dan lalu tersenyum.

"Terima kasih," ucap Mita, ia lalu meninggalkan Bima begitu saja.

Sementara Bima menatap Mita dari kejauhan. Ia memperhatikan tubuh itu menghilang dari mobil hitam yang selalu membawanya. Wanita muda itu ternyata keras kepala. Ia bahkan belum sempat menjelaskan apa-apa. Sekarang wanita muda itu meninggalkannya begitu saja.

***

Hari ini Gista memilih makan di EDR bersama Rara. Gista tidak tahu, Bima hilang entah kemana, padahal ia akan mengajak Bima makan ayam bakar. Gista meneguk air mineral, sambil memandang layar Tv di sana.

"Permisi bu,"

Gista mengalihkan pandangannya ke arah sumber suara, begitu juga dengan Rara. Ia menatap salah satu security berdiri di hadapannya.

"Iya," ucap Gista, ia meletakkan gelas itu di meja.

"Tadi saya disuruh pak Rey, mencari ibu. Ibu disuruh menghadap pak Rey sekarang, katanya penting," ucap security kepada Gista.

Gista melirik jam melingkar di tangannya menunjukkan pukul 13.20 menit. "Iya, sebentar lagi saya akan ke sana,"

"Permisi bu, saya pamit kalau begitu,"

"Iya,"

Gista memandang tubuh security menghilang dari pandangannya. Ia melirik Rara yang masih makan dalam diam.

"Ra, kamu lanjut saja makannya. Saya langsung menghadap pak Rey,"

"Iya, bu,"

Gista meninggalkan Rara begitu saja, padahal baru beberapa suap ia makan. Entahlah ini masalah apa lagi, sehingga ia berhadapan dengan Rey. Sungguh merepotkan sekali. Gista membuka hendel pintu ruangan Rey.

Gista menatap Rey sedang berdiri di sana, sambil memasukan ponsel dulu saku jaket kulit. Tidak ada lagi jas kaku yang dikenakannya. Laki-laki itu juga mengenakan celana jins dan sepatu kets berwarna biru berlist putih. Penampilan Rey bukan untuk pergi ke kantor menurutnya. Gista menelan ludah ketika iris mata elang itu menatapnya.

"Kamu lupa hari ini kita akan pergi ke Bali," ucap Rey.

"Ke Bali?," Ucap Gista bingung, ia tidak pernah mengetahui bahwa hari ini akan ke Bali.

"Semalam saya ada mengirim pesan kepadamu, Gista," ucap Rey lagi.

"Owh ya,"

"Coba kamu cek ponsel kamu, bahkan tadi pagi saya mengingatkan kamu lagi,"

"Benarkah?," Gista lalu merogoh ponsel disaku jas nya. Dari tadi malam ia memang tidak mengecek notifikasi masuk, karena biasa itu adalah group anak-anak office yang membicarakan hal yang tadi penting.

Gista memandang dua pesan singkat dari Rey, yang tidak di bacanya. Ia membaca pesan singkat itu.

"Besok jam 3.45 penerbangan kita ke Bali,"

Pak Rey. 21.30

"Gista, jangan lupa hari ini kita berangkat ke Bali, persiapkan diri kamu,"

Pak Rey. 07.30

Gista menepuk jidat, oh Tuhan ia tidak tahu ternyata hari ini ia akan ke Bali. Ia tidak tahu apa yang harus ia bawa. Ia tidak mungkin kembali ke apartemen.

"Ya tentu saja, jam tiga penerbangan kita," ucap Rey, ia melirik jam melingkar di tangannya menunjukkan pukul 13.30 menit, seharusnya mereka sudah di jalan.

"Aku baru saja membaca pesan singkat bapak," ucap Gista.

"Jadi ...."

"Tunggulah sebentar, aku mengambil tas di kantor,"

"Oke, Aku tunggu kamu di lobby,"

"Iya," Gista bergegas keluar dari ruangan Rey.

Oh Tidak, kenapa ia tidak tahu bahwa ia akan berangkat ke Bali secepat ini. Ia bahkan tidak membawa perlengkapan apa-apa selain pakaian yang ia kenakan hari ini. Masalah perlengkapan pakaian, toh ia bisa beli di Bali.

***

FRIEND WITH BENEFIT (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang