BAB 7

2.6K 75 0
                                    

"Selamat pagi abang tampan,"

Bima lalu menoleh ke arah sumber suara. Sepertinya ia pernah mendengar suara cempreng itu lagi. Ia mengalihkan pandangannya ke arah wanita muda, yang berdiri di daun pintu. Tidak sembarangan orang berani masuk ke dalam kantor ini. Ia menatap semua karyawan diam di tempat, ia melirik Joko dan Ikbal, ke dua laki-laki brengsek itu menahan tawa.

Masih teringat jelas, wajah wanita muda itu. Wanita itu berkulit putih, hidungnya kecil, bibirnya tipis, dan begitu lucu menurutnya. Wanita itu adalah Ramita, yang ia temui di lift kemarin. Sekarang wanita muda itu mengenakan dress merah, rambut keriting itu diikat kebelakang. Ia yakini wanita muda itu masih berstatus sekolah menengah atas.

"Kenapa kamu bisa masuk ke kantor saya," ucap Bima bertolak pinggang.

"Emang enggak boleh ya,"

Bima berjalan mendekati meja Joko, ia akan memarahi pemuda itu, mempersilahkan orang yang tidak dikenal, masuk seenak udelnya. Ia juga akan menuntut security yang berjaga, karena membirakan wanita ini masuk tanpa seizinnya. Saat ini juga, ia pastikan akan memberi surat teguran kepada semua staff, ia punya wewenang memberi surat peringatan kepada bawahannya. Ia menatap Joko, laki-laki kurus cungkring itu masih menahan tawa.

"Bukankah kalian sudah tahu selain staff, dilarang masuk. Kenapa kalian membiarkan wanita itu di sini," ucap Bima berang, menahan geram.

"Jadi bapak enggak tahu dia siapa?," bisik Joko.

Bima mengerutkan dahi, ia melirik wanita muda di depan daun pintu. Wanita itu masih menantinya di sana.

"Emang dia siapa?," Tanya Bima melirik wanita bernama Mita itu.

"Seluruh karyawan Grand hotel ini tahu siapa dia siapa pak,"

"Emang dia siapa, cepat kasih tau saya?." Menahan geram.

Joko menarik nafas ia mendekatkan wajahnya ke arah Bima dan lalu berbisik.

"Dia itu, putri sulungnya pak Roby. Mana ada yang berani ngusir dia dari sini pak, bisa jadi kita yang dipecat sama dia," ucap Joko.

Alis Bima terangkat, ia melirik wanita muda itu. Astaga, ternyata wanita muda itu anaknya pak Roby. Gila, pantas saja seluruh staff tidak ada yang berani mengusirnya. Ia mengusap tengkuknya yang tidak gatal. Ia hanya tahu bahwa pak Roby memiliki dua putri, yang masih berstatus sekolah. Ia tidak menyangka bahwa yang di temuinya itu adalah pewaris bisnis ini.

"Serius,"

"Serius pak, sumpah,"

"Sejak kapan dia ada di sini?," Tanya Bima penasaran.

"Kata OB, dari jam tujuh pak," ucap Joko.

"Ngapain pagi-pagi dia ke sini,"

"Nyariin bapak katanya,"

"Wanita itu bener-bener," Bima mendadak gerah.

"Bapak bakalan menjadi pewaris kerajaan ini, kalau bisa nikahi bu Mita. Garis telapak tangan bapak, kayaknya memang ditakdirkan untuk wanita muda itu. Bapak tahukan Grand Hotel tersebar diseluruh Indonesia, apalagi di tambah pabrik ayam yang di miliki beliau. Bapak orang yang paling beruntung," .

"Gila, kamu ya,"

"Rejeki jangan ditolak pak, cantik gitu," ucap Joko lagi melirik Mita.

"Kamu benar-benar gila Jok, yaudah kamu kerja lagi yang betul," dengus Bima.

Bima menarik nafas, ia melangkah mendekati daun pintu. Ia menatap Mita, masih di posisi yang sama. Bima lalu merogoh kunci di saku celananya. Ia membuka pintu ruangan, dan menyalakan lampu di dekat daun pintu. Ia juga tidak berani mengusir wanita muda itu, bagaimanapun juga wanita inilah anak pemilik hotel ini. Bima berjalan menuju meja, dan ia lalu duduk di kursi kebesarannya. Bima menghidupkan power CPU. Sementara tas rasel, ia simpan di dekat lemari kabinet.

FRIEND WITH BENEFIT (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang