BAB 8

2.4K 68 0
                                    

"Mimin Calling"

Gista lalu menggeser tombol hijau pada layar. Ia meletakan ponsel itu ditelinga kirinya. Sambil menyandarkan punggungnya di sisi sandaran kursi.

"Iya Min,"

"Lo lagi apa?" Tanya Mimin di balik speakernya.

"Lagi kerjalah, kenapa?"

Gista mengetuk pulpen yang di sudut meja, sehingga menimbulkan bunyi, sambil menatap layar komputer.

"Gue mau ngajak lo jalan nanti malam," ucap Mimin.

"Malam ini," ucap Gista.

"Iyalah, makan malam aja. Soalnya gue kangen banget sama lo, mau cerita-cerita gitu,"

Gista melirik jam melingkar di tangannya menunjukkan pukul 11.31 menit.

"Boleh deh, di mana?"

"Skye, nanti gue jemput lo," ucap Mimin lagi.

"Oke,"

Sedetik kemudian sambungan terputus. Gista meletakkan ponsel itu di atas meja. Suara interkom berbunyi, Gista mengangkat panggilan itu.

"Iya halo,"

"Bisakah menema ni saya makan siang?,"

Gista mengerutkan dahi mendengar suara berat di balik speaker. Ia pernah mendengar suara itu sebelumnya.

"Ini saya Rey," ucapnya lagi.

"Pak Rey," ucap Gista.

"Bisakah menemani saya makan siang?"

"Saya pak,"

"Iya kamu, saya tunggu kamu di basement,"

Oh Tuhan, ia baru saja menemani laki-laki ini sarapan, dan laki-laki itu mengajaknya makan siang lagi. Baru kali ini ia melihat ada laki-laki yang begitu agresif mendekatinya. Suara sambungan terputus begitu saja, tanpa menunggu jawabannya, Gista menarik nafas panjang, ia meletakkan pulpen itu dalam laci. Ia meletakkan interkom itu kembali. Ia sungguh tidak suka seperti ini, kesannya terlalu terburu-buru. Mau apa laki-laki itu sebenarnya. Gista berjalan mengambil dompet dan ponselnya melangkah keluar ruangan.

Beberapa menit kemudian Gista berjalan menuju tangga darurat. Langkahnya terhenti, menatap mobil hitam itu menunggunya di sana. Iris mata tajam itu memandangnya intens. Ia mengalihkan pandangnnya ke arah laki-laki berkemeja putih yang masuk dari arah lobby.

Bima tersenyum menatap wajah cantik Gista. Ia begitu merindukan sahabatnya ini. Ia lalu merangkul bahu Gista.

"Gis, ayo kita makan siang, bebek goreng kayaknya enak," ucap Bima.

Gista menatap Bima dengan serba salah. Selama ini, ia selalu makan siang bersama Bima, bukan dengan laki-laki di balik kemudi setir itu. Jika di suruh memilih, ia lebih suka makan bersama Bima dari pada Rey, yang tidak ia kenal asal usulnya.

"Tapi Bim ...,"

"Tapi apa sayang,"

"Pak Rey, ngajak gue makan siang," ucap Gista pelan.

Bima mengerutkan dahi, "Pak Rey ...,"

"Ya, itu dia," ucap Gista.

Bima lalu menoleh ke arah depan, ia memandang Rey di balik setir mobil, laki-laki itu membalas pandangannya. Seakan mengatakan Gista adalah miliknya. Gista memandangnya dengan penuh harap.

FRIEND WITH BENEFIT (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang