BAB 26

1.6K 49 0
                                    

"Ra, bu Gista kemana? Kok enggak ada di ruangannya?" Ucap Bima, ia menghentikan langkah Rara di dekat lobby, setelah morning briefing berakhir.

Rara menatap Bima tanpa berkedip, ia memandang wajah tampan sang manager keuangan dari jarak dekat seperti ini. Sumpah, dirinya merupakan salah satu fans laki-laki tampan itu. Ia memutar memori ingatannya. Ia mengingat apa yang di ucapkan ibu Gista tadi malam.

"Ibu Gista cuti ke Palembang pak, Ada urusan keluarga mendadak," ucap Rara.

"Owh ya, kok saya enggak tahu," ucap Bima, tidak biasanya Gista seperti ini. Kalaupun cuti Gista pasti memberitahu dirinya.

"Namanya juga mendadak pak, kemarin siang sih perginya," ucap Rara lagi.

"Kamu tahu kenapa atasan kamu ke Palembang?"

"Enggak tau pak, hanya bilang urusan keluarga. Cuma dua hari kok, palingan lusa udah pulang," ucap Rara lagi.

"Owh gitu, makasih informasinya Ra," ucap Bima, jika cuti Gista selalu memberitahu dirinya. Tidak biasanya sahabatnya pergi begitu saja seperti ini. Nomor ponselnya juga tidak aktif.

"Permisi ya pak saya pergi dulu," Rara lalu berjalan melewati Bima begitu saja.

Bima mengalihkan pandangannya ke arah lobby. Ia memandang sebuah mobil mewah berwarna hitam berhenti tepat di depan pintu lobby. Ia tahu betul siapa pemilik mobil mewah itu. Mobil itu adalah mobil yang biasa mengantar jemput pak Roby. Ia memandang pak Roby di sana. Pak Roby lalu tersenyum kepadanya. Ini merupakan kebetulan, ia bertemu beliau di sini. Tidak enak rasanya jika ia berlalu pergi begitu saja.

Pak Roby berjalan mendekatinya. Bima membalas senyuman itu, dan masih di posisi yang sama.

"Selamat pagi pak," ucap Bima.

"Selamat pagi juga Bima, kebetulan saya ke sini ada perlu sama kamu," ucap Pak Roby.

"Sama saya pak" Ucap Bima, mencoba meyakinkan.

"Iya perlunya hanya sama kamu. Kita ngomong di restoran saja," ucap Pak Roby, lalu berjalan menuju restoran.

Bima mengikuti langkah pak Roby. Ini merupakan kebanggan tersendiri pak Roby bertemu dengan dirinya secara empat mata seperti ini. Beberapa para karyawan menatapnya sambil berbisik-bisik. Ia melirik Joko di dekat counter meja receptionis, sambil mengacungi jempol ke arahnya. Hanya laki-laki jelek itulah yang tahu hubungannya dengan Mita. Bima dan pak Roby duduk di salah satu kursi kosong. Seorang waiters membawa dua gelas cangkir kopi dan beberapa roti di meja.

Pak Roby memeperhatikan Bima, laki-laki itu seperti biasa selalu tenang dan satu hal lagi Bima selalu terlihat menarik di matanya.

"Bagaimana keadaan kamu?" Ucap pak Roby, ia menyesap cangkir kopi itu.

"Baik pak, bagaimana dengan bapak?," ucap Bima tenang.

"Seperti yang kamu lihat, saya sehat-sehat saja," pak Roby meletakkan cangkir itu di meja.

"Syukurlah kalau gitu," ucap Bima, ia meraih cangkir dan menyesap kopi itu secara perlahan. Ia harus tenang berhadapan dengan sang pemilik perusahaan ini.

"Ini masalah Mita, putri saya," ucap pak Roby.

Bima sudah menduga, bahwa ini masalah putri kesayangannya. Akhir-akhir ini ia memang dekat dengan putri beliau. Sudah ia pastikan sang bapak, turut adil dalam masalah ini.

"Mita ingin ke Bali,"

Alis Bima terangkat, ternyata keberangkatan ke Bali inilah yang menjadi pembahasannya.

"Iya, Mita juga mengatakan hal itu kepada saya," ucap Bima.

Pak Roby lalu tersenyum menatap Bima, "Kamu sekarang orang terdekat Mita, jadi apa-apa dia curhatnya sama kamu. Semuanya berhubungan sama kamu. Saya pikir kamu orang yang tepat, untuk menjaga Mita," ucap pak Roby melirik Bima sambil tertawa.

FRIEND WITH BENEFIT (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang