BAB 33

1.4K 54 0
                                    

Setelah pulang dari Bali, Bima langsung ke apartemen Gista. Ia perlu bicara kepada Gista. Bima melirik jam melingkar di tangannya menunjukkan pukul 20.30 menit. Bima menekan tombol bell di dekat daun pintu. Ia masih menunggu sang pemilik apartemen membuka pintu untuk dirinya. Sedetik kemudian pintu terbuka. Ia menatap Gista, wanita itu mengenakan celana pendek, dan baju hitam bertali spaghetti. Rambut panjang itu sedikit berantakkan, terlihat jelas sahabatnya itu baru bangun tidur.

"Kita perlu bicara," ucap Bima.

Gista sebenarnya malas berhadapan dengan Bima. Gista tidak ada pilihan lain, dan memperlebar daun pintu.

"Masuklah," ucap Gista.

Bima lalu masuk ke dalam, ia memandang Gista sedang menutup pintu. Gista memilih menyandarkan dirinya di dekat meja pantry. Semenjak kejadian di Bali, suasana memang sedang tidak beres. Ia melirik Bima, terlihat tatapan itu menyala-nyala.

"Sejak kapan lo dekat dengan Rey?" Tanya Bima, ia menatap Gista.

Gista tahu, inilah yang menjadi pembicaraanya Bima. Ia akan membahas tentang Rey,

"Sejak dia ngajak makan siang," ucap Gista pelan.

"Ternyata masih baru," ucap Bima.

"Lo bohongin gue, atas kepergian lo ke Bali. Pantas aja dari kemarin, gue nelfon lo, tapi hp lo enggak aktif. Gue Tanya Rara, dia bilang lo pergi ke Palembang, ternyata lo sama Rey," dengus Bima.

"Enggak semuanya gue mesti cerita sama lo," timpal Gista.

Bima menarik nafas ia mendekati Gista, "Ya, lo benar enggak semuanya hubungan lo di ceritain sama gue. Tapi setidaknya dengan lo cerita gue bisa ngasi masukan sama lo. Gue bisa cari info laki-laki mana yang udah lo dekati. Gue enggak marah lo dekat sama siapa aja. Tapi itu Rey, gue orang terdekat lo, jadi gue tau betul siapa Rey," ucap Bima geram, kali ini ia tersulut emosi. Ia ingin menyadarkan sahabatnya.

Gista memandang Bima dengan pandangan berapi-api, Gista memegang sudut meja, menguatkan hatinya. Sudah berapa tahun ia menjalani persahabat dengan laki-laki itu. Baru kali ini melihat Bima marah. Jujur ia takut melihat Bima seperti itu,

"Emang siapa Rey?" Tanya Gista pada akhirnya.

Bima nyunggiingkan senyum, menatap Gista, "Semua di seluruh hotel ini tau siapa Rey,"

"Owh ya, selama gue dekat sama Rey, dia baik sama gue," ucap Gista. Ia terlalu bodoh tidak mengenal siapa Rey. Padahal ia selama ini mengurus seluruh karyawan. Ia hanya tahu bahwa Rey dekat dengan Mimi, itu juga dari gosip gosip anak front office.

"Ya jelaslah dia baik sama lo, karena dia mau tidur sama lo doang, Gis,"

Gista lalu terdiam mendengar kata tidur di sana. Ya, dirinya membenarkan ucapan Bima, ia sudah tidur dengan Rey.

"Benerkan apa yang gue omongin sama lo. Dia udah nidurin lo. Lo tidak lebih dari Mimi, menjadi sampahnya Rey. Dia dulu make Mimi setiap hari, setelah bosan dia campakkan. Tanpa rasa bersalahnya, sekarang dia dekatin lo. Lo sahabat gue, gue enggak terima. Dia memperlakukan lo sepeti itu," Bima berjalan mendekati Gista. Ia pandangi wajah cantik itu.

"Gue dengar cerita itu dari Mimi gis, soalnya Mimi sepupu nya Iqbal staff gue. Lo liat enggak, sudah berapa hari Mimi enggak di ruangannya?"

"Kenapa?" Tanya Gista pelan, ia menggigit bibir bawah, menahan isak tangisnya.

"Karena Rey sudah pecat dia, tanpa sebab," ucap Bima.

Jantungnya bergemuruh hebat, keringat dingin membasahi pelipisnya.

"Kenapa lo enggak cerita sama gue Gis, atas hubungan lo sama Rey. Lo mau aja di bawa dia ke Bali," ucap Bima, ia memegang pundak Gista.

"Tapi lo juga enggak cerita sama gue lo dekat sama anaknya pak Roby," timpal Gista, ia memandang Bima dengan berani.

FRIEND WITH BENEFIT (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang