BAB18

1.8K 55 0
                                    

Mita kembali melangkahkan kakinya menuju ke lobby. Ia menatap ke arah bangunan gedung, menahan tangis. Ia menahan air mata agar tidak jatuh. Tapi apa data air mata itu kini jatuh dengan sendirinya. Ia lalu dengan cepat menepis air mata itu. Ia memejamkan matanya sejenak, menarik nafas panjang, agar hatinya kembali tenang.

Rasa sakit yang ada di dalam hati begitu dalam melihat Bima bersama seorang wanita di sana. Ia tahu bahwa Bima laki-laki hangat, penuh sejuta posona, yang telah mencuri hatinya. Ia juga mengatakan terang-terangan bahwa ia menyukai laki-laki dewasa itu. Bima memperlakukan dirinya dengan baik, sikap perhatian, dan membuatnya nyaman.

Ia seorang wanita yang memiliki perasaan, perasaan itu tidak akan ia lakukan jika Bima tidak meresponya dengan baik. Tapi apa yang di lakukan Bima terhadapnya begitu hangat. Tapi sekarang ia tahu, bahwa Bima hanya menjaga sikap dan untuk menyenangkannya saja. Ah ia juga paham bahwa Bima hanya sekedar iba, karena dirinya sakit. Toh sekarang ia sudah sembuh, Atau mungkin Bima segan karena posisi sang ayah adalah atasannya.

Sepertinya ia menduga itu sejak awal. Lihatlah ia baru tahu ternyata Bima memiliki kekasih. Kekasihnya begitu cantik dan dia wanita dewasa. Ia hanya wanita muda, yang masih belum mengerti dunia orang dewasa seperti Bima. Cinta yang ia berikan kepada Bima itu tulus, bukan cinta karbitan, yang hanya cinta sesaat.

Walau ia masih muda, bukan berarti ia tidak bisa merasakan jatuh cinta. Ia memiliki sepotong hati yang ia berikan secara cuma-cuma kepada Bima. Hanya untuk Bima, bukan kepada teman sekelasnya dulu mengejar-ngejar cintanya. Sekarang ia tahu bahwa sikap Bima hanya menyenangkannya saja. Betapa sakitnya hati, jika sudah mengetahui kebenarannya. Sebaiknya ia menjauh secara perlahan, agar hati tidak terlalu terluka. Mita dengan cepat menepis air matanya sekali lagi. Ia tidak menyangka bahwa ternyata sakit hati itu, begitu menyakitkan. Mita merogoh tisu di tas kecilnya, dan berjalan menuju area lobby. Ia menatap sang supir masih setia menantinya. Ia membuka hendel pintu, dan menyandarkan punggungnya.

"Pak, kita pulang," ucap Mita pelan, menahan isak tangisnya.

"Iya bu,"

Ia pikir kisah cintanya baru di mulai, ternyata ini merupakan cerita akhir ia bersama Bima. Secepat inikah kisah cinta antara ia dan Bima. Jika sudah tahu seperti ini sejak awal. Ia tidak akan mengganggu laki-laki itu lagi. Ia bukan wanita muda yang mengejar-ngejar cinta seorang laki-laki. Jika dia sudah memiliki kekasih, untuk apa lagi mengejarnya. Ia tidak akan menjadi perusak hubungan orang. Semoga ia secepatnya melupakan Bima.

***

Gista menghentikan langkahnya, menatap Rey. Laki-laki itu berjalan bersama sekretaris nya Mimi, tanpa sedikitpun menoleh kearahnya, padahal beberapa waktu yang lalu dirinyalah yang mendampingi Rey di sana, bukan wanita seksi itu. Ada perasaan tidak suka melihat kebersamaan mereka. Gista lalu memutar arah, dan kembali ruangan. Pupus sudah, buat untuk mengambil uang di ATM depan lobby.

Gista mengibaskan rambutnya ke belakang, sekali lagi ia melirik Rey bersama Mimi berjalan menuju restoran. Baru saja tadi malam Rey mengatakan cinta kepadanya, sekarang dia malah bersama wanita lain. Ia tahu itu hak Rey untuk berjalan dengan siapa saja. Kenapa ia mesti marah seperti ini, padahal seharusnya Rey lah yang marah karena di tolak olehnya.

Gista membuka ruangannya ia menyelipkan rambut di telinga kiri. Semoga saja ia tidak akan bertemu dengan Rey lagi. Itu sama sekali tidak mungkin, karena ia sekaranb bekerja dengan Rey. Rey lah yang menggaji dirinya selama ini. Oh Tuhan, ternyata ia wanita bodoh yang menolak cinta Rey. Cinta? Rey tidak menyatakan cinta melainkan pacaran. Ia tidak yakin pacaran seperti Rey, adalah pacaran sehat dan polos seperti yang di lakukan anak ABG. Mereka dua orang dewasa tidak mungkin, terselip kata tidur bersama di sana.

Gista menyandarkan punggungnya di kursi, ia lebih baik menyibukkan diri seperti ini, dari pada bertemu dengan Rey. Beberapa menit kemudian pintu terbuka, ia menatap Rara di sana. Wanita muda itu berjalan mendekatinya.

"Ada apa Ra?," Tanya Gista.

"Bu, tadi bu Mimi datang, minta penjelasan gaji keryawan kontrak,"

"Penjelasan apa?,"

Rara mengedikkan bahu, "Kurang jelas sih bu, dia ngomong apa. Intinya kata bu Mimi, pak Rey minta penjelasan, kenapa potongan itu, banyak pada karyawan,"

"Oke, nanti akan saya jelaskan,"

Gista menegakkan punggungnya, tumben sekali Rey menanyakan rekap gaji. Rekap gaji udah ia kerjakan bertahun-tahun lamanya, kenapa baru dilihat sekarang. Gista menegakkan tubuhnya dan berjalan menuju pintu utama. Ia akan ke kantor Rey menjelaskan potongan-potongan yang menumpuk itu. Ya memang seperti itulah potongannya, tidak ada yang salah.

Beberapa menit kemudian, Gista telah tiba di ruangan Rey. Ia membuka pintu berestalase kaca itu. Ia memandang Rey di sana. Laki-laki itu sedang sibuk menelfon seseorang, dan menyadari kehadiran dirinya. Ia menatap Rey memberi isyarat agar keluar dari ruangannya. Gista melihat itu lalu menutup pintu itu kembali. Gista memilih duduk di lobby dan menunggu Rey selesai menelfon.

Sementara Rey yang melihat itu hanya menahan tawa. Padahal ia tidak sedang menelfon siapa-siapa di sana. Kepergian Gista ia lalu meletakkan ponsel itu di meja. Ia memilih menunggu lima menit dan setelah itu ia menyuruh Mimi memanggil Gista kembali.

Gista menarik nafas, ia menatap Rey yang sedang duduk di kursi kebesarannya.

"Masuklah," ucap Rey tenang.

Gista lalu duduk, ia memandang Rey. Wajah dingin itu tetap sama, yang selalu di perlihatkan.

"Kata bu Mimi, bapak menanyakan rekap gaji karyawan yang saya buat,"

"Iya," ucap Rey. Ia sengaja mencari kesalahan Gista.

"Begini pak, di sini saya menjelaskan, potongan itu banyak, karena potongan uang makan, bpjs 1 % dari gaji pokok, jamsostek 2,5 %, pensiun 1%, asuransi kesehatan sesuai kesepakatan 3,5%, parkir, telat permenit 1000, dan koperasi,"

"Uang koperasi ini larinya kemana?," Tanya Rey mencoba menyelidiki, karena ia baru tahu ada potongan uang seperti itu.

"Keperusahaan pak, kalau bapak lebih detailnya tanya Joko. Dia yang mengurus itu semua," ucap Gista.

"Kenapa harus ada koperasi seperti ini," tanyanya kembali.

Gista menarik nafas, ia melirik mata elang Rey, yang cukup serius menatapnya,

"Begini pak, tujuan koperasi ini adalah untuk dana outing karyawan setiap tahunnya. Ada juga untuk membantu sesama misalnya ada yang melahirkan, keluarga karyawan yang meninggal dan hadiah pernikahan. Biasa setiap bulan karyawan ada yang meminjam uang pak. Lagian ini kesepakan hasil general meeting. Semuanya tidak merasa terbebani dipotong sepuluh ribu setiap bulannya. Kalau bapak ingin meminta penjelasan lebih detail, tanya sama Joko, dia mengurus bagian itu,"

"Oke, nanti saya tanya Joko. Saya tidak ingin membebankan seluruh karyawan saya, karena potongan itu terlalu banyak,"

"Iya pak, ada yang ingin bapak tanyakan lagi," ucap Gista.

"Kamu panggil Joko ke sini, saya ingin tahu penjelasannya,"

"Iya pak,"

Gista melirik Rey, "Permisi pak saya pamit dulu keluar,"

"Iya,"

***

FRIEND WITH BENEFIT (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang