BAB 37

1.4K 54 0
                                    

Bima memandang Mita di sana, wanita cantik itu sedang berdiri di dekat pintu lobby dengan mata seembab. Ia tahu bahwa wanitanya, menangis. Bima menarik nafas, dan lalu berjalan mendekatinya.

"Hey, kamu kenapa?" Tanya Bima, ia menarik pergelangan tangan Mita, dan menyuruh masuk ke dalam mobil. Saat ini ia memang akan ke bank, tapi malah menemui Mita di sana.

"Pak langsung jalan, muter-muter aja dulu, jangan langsung ke bank," ucap Rey kepada sang supir. Jarak bank dan hotel memang tidak terlalu jauh, makanya ia berkata seperti itu kepada supir.

"Iya pak,"

Mobil pun lalu berjalan meninggalkan area lobby hotel. Bima menatap Mita, ia elus punggung tangan itu,

"Kenapa kamu menangis?" Tanya Bima.

Mita memandang Bima, laki-laki itu masih nampak tenang. Padahal akan pergi meninggalkannya. Ia mengatahui itu dari sang ayah. Beliau mengatakan Bima sudah resign dan akan pindah ke Bali sebentar lagi. Baru saja hubungannya akan di mulai, tapi Bima malah meninggalkannya.

"Beneran kamu sudah resign," tanya Mita, ia tidak kuasa menahan tangis.

"Kamu tahu dari siapa?" Tanya Bima, masalahnya ia belum menceritakan apapun atas kepergiaanya kepada kekasihnya ini.

"Dari papi,"

Bima menarik nafas, ia mengelus wajah cantik itu, "Iya bener, aku sudah resmi resign,"

"Kenapa kamu resign dari perusahaan papi? Papi kurang kasih gaji kamu?" Tanya Mita lagi, jujur ia memang tidak tahu apa-apa tentang perusahaan apalagi gaji Bima di sana.

"Enggak, malah lebih dari cukup," ucap Bima.

"Terus kenapa kamu mau resign," ucap Mita.

"Aku mau berkembang Mita, enggak ada yang lain," ucap Bima lagi.

"Iya kenapa mau berkembang jauh jauh ke Bali. Sementara di sini papi bisa ngasih jabatan lebih tinggi lagi, kalau Bima mau," ucap Mita.

"Emang papi kamu mau ngasih jabatan aku apa, hemmm," gumam Bima.

"Direktur keuangan,"

Bima tersenyum mendengar jawaban itu, "Siapa yang bilang kayak gitu,"

"Papi lah, siapa lagi. Papi sudah bujuk kamu agar enggak keluar dari perusahaan. Tapi kamu malah enggak mau. Kamu mau ngapain di Bali, kenapa enggak di sini aja," ucap Mita.

"Aku mau berkembang sayang. Aku mau buka usaha juga di sana,"

"Iya, tapi kenapa di Bali, di Jakarta juga bisa. Aku rencana mau buka cafe di Pantai Indah Kapuk, soalnya ruko papi banyak yang kosong. Kata papi untuk kesibukan aku aja, soalnya aku enggak kuliah. Kita bisa buka usaha di sana, kamu enggak perlu ke Bali, kelola aja apa yang ada di sini," ucap Mita.

Alis Bima terangkat, kecil kecil seperti Mita memiliki jiwa bisnis yang di turunkan oleh sang ayah.

"Ya, enggak bisa gitu lah cantik, itu kan punya kamu bukan punya aku,"

"Kenapa sih mesti di Bali buka usahanya," ucap Mita lagi.

Bima menarik nafas panjang, ia elus punggung tangan itu, "Ada beberapa alasan aku ingin cepat pindah ke sana, mungkin karena di sana tempat lahir aku, di sana aku dibesarkan, dekat dengan keluarga aku, ikatan keluarganya tinggi, budayanya, lingkungan sekitar, alamnya, dan di sana ada pura. Semua itu tidak aku dapat di Jakarta. Aku tinggal tujuh tahun di apartemen, aku bahkan belum tahu loh, siapa nama tetangga aku,"

"Lagian buka usaha di Bali juga menjanjikan, jadi aku enggak perlu takut, toh setiap tahunnya turis yang datang ke Bali terus meningkat," ucap Bima mencoba menjelaskan.

"Tapi kamu tega ninggalin aku sendiri di Jakarta," ucap Mita.

"Ya mau gimana lagi,"

"Kamu kok tega ninggalin aku, hubungan kita juga baru di mulai. Katanya kamu sayang sama aku,"

Bima menarik nafas, ia mengecup punggung tangan Mita, ia lalu memeluk tubuh ramping itu.

"Aku memang sayang sama kamu," ucap Bima.

"Kalau sayang jangan tinggalin aku,"

"Aku enggak ninggalin kamu," ucap Bima, ia melonggarkan pelukkanya, menatap iris mata bening Mita. Ia sudah berjanji kepada orang tua ini, agar menjaga putri kecilnya.

"Kamu mau hidup sama aku," ucap Bima.

"Iya, mau,"

"Yaudah, kamu ikut aku saja ke Bali," ucap Bima pada akhirnya.

"Iya," ucap Mita, dan lalu tersenyum.

"Kamu yakin," ucap Bima mencoba memastikan.

"Yakinlah,"

"Di sana, aku merintis dari nol loh, enggak ada supir, enggak ada asisten yang ngurusin kamu. Semuanya serba mandiri, kamu mau hidup seperti itu," ucap Bima.

Mita lama terdiam ia mulai berpikir, tersenyum dan mengangguk. Ia mengecup punggung tangan Bima. Ia memandang wajah tampan itu.

"Kamu tidak perlu khawatirkan tentang itu Bima,"

"Aku sudah menetapkan pilihan aku, maka aku akan siap menerima kamu apa adanya. Aku ingin menemani kamu dan kamu enggak akan sendirian. Aku enggak akan membiarkan kamu berjuang sendirian. Aku juga mau merasakan apa yang kamu rasakan, jatuh bangun bersama, tertawa bersama dan menangis bersama,"

"Aku bukan seseorang yang duduk diam aja, melihat kamu berjuang sendiri. Aku ingin menggenggam tanganku dan kita berjalan bersama. Kita menikmati semua proses yang kita jalani,"

Mita lalu memeluk tubuh Bima, ia peluk dengan erat, "Aku ingin bersama kamu, kita hadapi bersama, kita jalani bersama. Karena aku mau tetap bersama kamu,"

Mita melonggarkan pelukkanya, ia mengelus rahang tegas itu.

"Kamu enggak perlu memperlakukan aku secara istimewa dan hidup mewah. Cukup perlakukan aku dengan cara yang sederhana, asal aku bisa bersama kamu,"

"Karena aku tahu, kesederhanaan kamu itulah kemewahan yang sesungguhnya,"

Bima terpana atas jawaban Mita, ia tidak percaya kata-kata itu keluar dari bibir kecil itu. Oh Tuhan, baru kali ini ia mendengar ucapan sedemikian dalam. Ia tidak tahu dari mana kata-kata tulus wanita kecil itu dapatkan.

"Aku senang mendengarnya," ucap Bima.

Bima mengelus punggung ramping Mita, "Kamu sudah makan?" Tanya Bima, ia mengecup puncak kepala Mita.

"Belum,"

"Kenapa belum, ini hampir jam sebelas," ucap Bima.

"Tadi aku enggak nafsu mau makan, denger kamu mau resign, aku belum siap ditinggal kamu,"

"Tapi sekarangkan sudah tahu jawabnnya, aku enggak akan ninggalin kamu. Sekarang kamu mau makan apa hemmm," ucap Bima,

"Aku mau makan ikan asam padeh, di rumah makan Minang," ucap Mita.

Bima tersenyum dan memenuhi permintaan sang pujaan hati. "Pak di depan sana ada rumah makan Minang, nanti kita makan dulu ya, baru ke Bank," ucap Bima.

"Iya pak,"

*********

FRIEND WITH BENEFIT (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang