"Sel bawang merahnya terlihat berlapis-lapis jika dilihat dengan mikroskop. Di dalamnya terdapat dinding sel, sitoplasma, dan juga nukleus yang berbentuk oval," jelas Sandra pada Bu Eka.
"Sekarang coba kamu tambahkan metilena biru. Lalu lihat dengan pembesaran 450 kali. Lakukan hal yang sama dengan menggunakan yodium."
"Iya, Bu."
Bu Eka meninggalkan meja kelompok Sandra dan pergi ke meja kelompok lain.
Sandra mengambil metilena biru dan meneteskannya ke permukaan bawang merah yang telah diiris begitu tipis oleh Malika.
"Malika, lo kenapa?" tanya Wira yang melihat Malika menutup kedua matanya dengan tangan. Mendengar itu, Sandra mengalihkan pandangannya pada Malika.
"Lo nangis, Mal?"
Malika membuka tangannya dan menatap Sandra dan Wira bergantian. Matanya terlihat berair. "Gue bukan nangis tauk! Mata gue perih nih!"
Sandra dan Wira kemudian menatap irisan bawang yang berada tepat di depan Malika. Seketika tawa mereka berdua meledak. Malika yang melihatnya pun menjadi kesal. Apanya yang lucu?
"Ya ampun, Mal. Gue kira lo nangis kenapa," ucap Sandra. "Lagian kan tadi gue nyuruh lo iris satu aja. Kenapa malah lo iris semua. Dikata lagi praktek tataboga kali ah!"
Malika memajukan bibirnya. "Terus gimana dong? Sayang nih kalo dibuang."
"Lo kasih aja ntar ke Bi Sri buat digoreng. Kan lumayan buat bakso," ucap Wira.
"Ih ... Wira pinter! Ide bagus tuh! Nanti ke kantin barengan. Sandra yang bayarin kok!"
"Loh, kok gue?" Sandra yang sedang mengotak-atik mikroskop itu mendadak kembali mengangkat wajahnya dan menatap Malika tidak terima.
"Itu kan bawangnya lo yang bawa, Mal. Gue kan cuma nyuruh lo bawa dua. Ini juga yang dipake cuma dua iris doang. Lo malah asal ngambil aja," lanjutnya.
"Si Malika ngira mau praktek di warungnya Bi Sri kali." Wira kembali tertawa. Kali ini Malika tidak tinggal diam. Dia pun memukuli lengan Wira. Keduanya mendadak senyap begitu mendengar suara Bu Eka yang tengah memelotot ke arah mereka berdua.
Dua puluh menit kemudian bel istirahat berbunyi. Seluruh kelompok sudah mengumpulkan tugas mereka dan satu per satu mulai meninggalkan lab biologi.
"Mau ikut gak, Wir? Serius nih gue. Lumayan tauk ini kalo di goreng," ucap Malika yang menatap plastik berisi irisan bawang merah di tangannya.
"Enggak ah. Buat lo berdua aja."
"Ya udah deh. Yuk, San. Ke kantin!" Malika secara tiba-tiba menarik tangan Sandra hingga mereka terpisah dengan Wira.
"Lho ... gak ke kelas dulu, Mal? Nyimpen tas."
"Gak usah. Gue udah lapar banget nih."
Sandra pun hanya bisa menurut saja. Sebenarnya dia paling malas ke kantin Bi Sri. Selain karena antreannya yang panjang, di sana adalah tongkrongan favorit murid laki-laki. Jadi sebagian besar murid yang berada di sana adalah laki-laki. Sebagian kecilnya lagi murid perempuan.
"Lo tunggu di sini ya." Malika mendudukkan Sandra di salah satu bangku yang masih kosong. Dilihatnya cewek berambut keriting itu berlari menerobos antrean dan menyelonong masuk ke dalam mendekati Bi Sri yang tengah membuat beberapa porsi bakso.
Sandra hanya menggelengkan kepalanya. Dia sudah terbiasa melihat kelakuan bar-bar teman sebangkunya itu.
"Bi, tolong gorengin ini ya. Buat dua porsi aja. Buat aku sama Sandra. Hehe."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kesandra ✔
Teen FictionKehidupan Sandra berubah semenjak bertemu kembali dengan rivalnya sejak kecil, yakni Kevin. Hari-harinya terasa begitu menyebalkan karena cowok itu terus-menerus mengganggunya. Namun di balik semua itu ternyata Kevin menyimpan sebuah rahasia dengan...