Bagian Dua Puluh Sembilan : Pengunduran Diri

447 24 1
                                    

Sandra menatap beberapa orang yang juga berada di dalam ruangan. Cewek itu sudah tidak asing dengan wajah-wajah mereka, yang tidak lain adalah peserta yang juga ikut kompetisi bersamanya nanti. Dia pun mendudukkan dirinya di sebelah Agus, siswa kelas X.

"Kenapa mukanya pada tegang gitu? Bapak kan bukan mau ngasih kalian hukuman," ucap pak Bambang. Dan semua murid di sana mendadak menghela napas seakan kembali ingat dengan caranya bernapas.

Pak Bambang sampai menggeleng-gelengkan kepalanya. Kenapa ruangan BK begitu ditakuti oleh hampir sebagian besar pelajar? Padahal di dalamnya enak, ada AC. Suasananya juga tenang.

"Gimana persiapan kalian buat kompetisi nanti?"

"Hampir seratus persen, Pak. Gak sabar nih. Hehe," ucap Ria yang merupakan perwakilan dari kelas XI IPS.

"Yang lain? Ada masalah?" Pak Bambang me atap satu per satu siswa di depannya.

"Enggak, Pak."

"Bagus. Bapak harap kalian bisa mengharumkan nama sekolah. Dan Bapak punya sedikit info untuk kalian." Ucapan guru BK kelas XI itu membuat semua siswa di sana mendadak penasaran.

"Bapak mendengar dari salah satu guru, bahwa salah satu peserta dari sekolah lain ada yang mengundurkan diri karena memiliki kasus. Bapak tidak akan menyebutkan sekolahnya karena itu privasi mereka. Tapi, Bapak harap kalian memanfaatkan keadaan ini karena peserta yang mengundurkan diri adalah peserta yang sering menjuarai kompetisi-kompetisi sebelumnya. Jadi sekolah kita memiliki peluang yang cukup besar."

Sandra mengerutkan dahinya. Kompetisi sudah dekat. Siswa mana yang secara tiba-tiba mengudurkan diri? Apakah takut kalah? Kenapa harus takut jika memang sering jadi juara?

Cewek itu hanya mengedikkan bahunya. Merasa tidak begitu penasaran dengan ucapan pak Bambang. Baginya saat ini yang penting kesehatan Daffa cepat pulih dan dia bisa bertemu dengan Daffa di kompetisi nanti.

"Kalau boleh tahu kasus apa, Pak?" tanya salah seorang siswa yang terlihat begitu penasaran. Sandra menatap pak Bambang. Lelaki itu hanya tersenyum.

"Itu privasi dia. Bapak tidak berhak memberitahukannya. Bapak hanya ingin menyampaikan informasi ini saja. Tapi kalau boleh jujur, Bapak sebenarnya sangat kagum dengan siswa itu karena kemampuan berpikirnya yang mengagumkan. Dia sangat berprestasi di sekolahnya. Dan yah ... " Pak Bambang menjeda ucapannya sebelum kembali melanjutkan, "Bapak kali ini sangat kecewa sama dia."

Kok perasaan gue mendadak jadi gak enak gini, ya? batin Sandra. Kemudian dia tidak sengaja mendengar percakapan siswa lain. Meskipun dia mengatakannya dengan nada pelan, namun Sandra masih bisa mendengarnya.

"Gue yakin pasti kasus yang dimaksud tuh narkoba."

"Hus! Gak usah sok tahu!

"Ya terus menurut lo? Pak Bambang aja gak berani ngasih tahu kan? Kalau alasan kesehatan, dia pasti udah ngasih tahu dari tadi."

Sandra melirik ke arah kedua orang itu. Entah kenapa pikirannya mendadak kacau.

"Sudahlah, kalau begitu kalian boleh kembali ke kelas kalian masing-masing. Ingat! Persiapkan diri kalian!" Pak Bambang mengucapkannya dengan cukup lantang hingga membuat kedua siswa tadi terperanjat.  Semua siswa pun satu per satu keluar dari ruangan.

Namun berbeda dengan Sandra yang justru terlihat murung, seperti siswa yang benar-benar diberi hukuman. Malika yang sedari tadi menunggunya di luar pun mendadak cemas begitu melihat raut wajah sahabatnya.

"Kenapa, San? Pak Bambang marahin lo? Dia ngasih hukuman?"

Sandra menggelengkan kepalanya. "Enggak kok. Cuma ngasih informasi tentang kompetisi nanti. Lagian bukan cuma gue yang dipanggil. Peserta yang lain juga ada di sana," ucapnya dan beralih merangkul bahu Malika.

Kesandra ✔ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang