Lagi-lagi Adnan kedapatan sendiri saat ke kantin. Dia tampak berjalan menghampiri meja Malika dan Sandra. Kedua gadis itu menatapnya.
"Si Kevin ke mana?" tanya Malika membuka pembicaraan.
"Di UKS. Dia gak enak badan katanya," jawab Adnan seraya memakan makanannya.
"Kayaknya si Kevin dari kemarin gak enak mulu. Tapi giliran ribut sama Sandra aja semangat banget." Malika melirik Sandra yang duduk di sebelahnya.
"Gak tahu gue, kayaknya dia akhir-akhir ini banyak pikiran."
"Yah, gimana gak banyak pikiran." Malika menghela napas. Dia kembali melirik Sandra sebelum akhirnya memakan makanannya lagi. Adnan yang mendengar itu lantas ikut menatap Sandra, membuat yang ditatap mengernyitkan dahi.
"Kenapa malah liatin gue sih?" ucap Sandra tak nyaman.
"Tuh kan." Malika menyahut tanpa menjeda kegiatan makannya.
"San, gue mau tanya sesuatu nih," ucap Adnan tiba-tiba. Netra lelaki itu kini menatap Sandra penuh, membuat atmosfir yang ada di meja itu terasa semakin aneh bagi Sandra.
"Nanya apaan?" Sandra mendadak tidak nyaman, entah kenapa. Wajah Adnan tampak lain dari biasanya, terlihat sedikit lebih serius.
"Lo percaya istilah benci jadi cinta gak?" tanya Adnan. Malika tampak menyeringai tipis, lambat laun Sandra pasti akan menyadarinya.
"H-hah? Kenapa lo nanya itu?"
"Jawab, San."
"Hm ... percaya sih—"
"NAH, ITU LO PERCAYA!" Adnan dan Malika berkata serentak dengan nada lantang seraya menggebrak meja, membuat Sandra terkejut. Bahkan beberapa orang yang ada di sana menatap ke arahnya.
"Ya ... terus kalo gue percaya emangnya kenapa?" Sandra menatap Malika dan Adnan bergantian.
Adnan seketika melongo. Dia semakin paham kenapa Kevin selalu betah adu mulut dengan gadis ini. Oke, dia akui Sandra memang menyebalkan dan pintar menguras kesabaran.
"Gue gak bermaksud sok tahu sih ya. Tapi tanpa lo sadari atau enggak, si Kevin itu—"
"Setop!" Sandra tiba-tiba memotong ucapan Adnan. "Kenapa malah bahas Kevin?"
"Dengerin dulu, San. Ini penting," sahut Malika.
Perasaan Sandra semakin tidak enak. Dia mulai bisa menebak ke arah mana pembicaraan Adnan. Ucapan lelaki itu pasti masih satu tema dengan ucapan Malika padanya. Cukup, Sandra tidak tahan lagi.
"Gue pergi duluan." Sandra tiba-tiba berdiri dari tempatnya dan langsung pergi dari sana. Adnan dan Malika terkejut, apa Sandra marah? Tapi Adnan bahkan belum mengatakan apa pun.
"Lo udah nyadar ya, Nan?" tanya Malika seraya menatap Adnan.
"Lo tahu, selama ini gue sering godain si Kevin sama Sandra itu bukan semata-mata iseng nyari hiburan. Tapi gue emang udah tahu sejak lama. Lo sepemikiran sama gue kan? Bahkan sebelum Sandra sama Daffa putus, yang kelihatan sakit hati siapa? Itu Kevin. Gue sempet berpikir kalo Daffa sadar sama perasaan Kevin. Tapi kayaknya ada alasan lain."
Malika terdiam seraya menggigit bibir bawahnya. Cewek itu menghela napas sebelum berkata, "gue sebenernya gak pengin bilang ini. Tapi mereka putus, gara-gara Daffa ketahuan pake narkoba. Pergaulannya ternyata parah."
"Hah? Lo gak usah ngarang heh. Yakali si Daffa—"
"Lo pikir bisa bercandain yang kayak gini? Daffa sekarang udah di-DO dari sekolahnya. Dia lagi jalanin rehabilitasi, bahkan orang tuanya juga pindah. Dengan kata lain, Daffa gak bisa ikut kompetisi nanti."
Adnan bungkam. Dia seolah kehilangan kata-katanya. Tidak mungkin, Daffa yang selama ini dia tahu adalah lelaki baik hati nan ramah yang selalu menuai prestasi. Mustahil. Jangankan narkoba, sosok Daffa bahkan terlihat jauh dari benda yang bernama rokok.
"Sandra sering curhat ke gue kalo Daffa berubah. Bahkan dia sempet bilang, kalo dia gak masalah kalo Daffa punya cewek lain. Tapi dia gak akan sanggup kalo alasan Daffa berubah itu karena hal lain."
Oh, tidak. Drama macam apa ini? Kepala Adnan mendadak berdenyut. "Gue benci ngakuin ini. Tapi orang yang jadi korban di sini itu Kevin, bukan Sandra. Lo bisa bayangin dia bungkam soal perasaannya lama banget, dia juga nahan diri setiap kali lihat si Sandra bareng sama Daffa. Terus setelah dia ngorbanin banyak hal, yang paling nyakitin dia itu ternyata Daffa sendiri, orang yang mati-matian dia jaga perasaannya karena hubungan persahabatan mereka."
Malika meminum es jeruknya. "Itulah, makanya jangan dulu muji orang dari luarnya aja. Isi hati manusia cuma Tuhan yang tahu. Ah, tapi gue juga kasihan sama Sandra. Mereka pacaran udah mau dua tahun. Dia pasti kecewa berat. Gue gak akan sanggup kalo jadi dia," ucapnya.
"Kalo gue, justru gak akan pernah sanggup jadi Kevin. Gila woy, dia nutupin semuanya rapi banget. Gue aja sempet gak sadar sama sekali. Kita yang ngelihat gak pernah tahu kapan dia cemburu lihat Sandra sama Daffa dan kapan dia seneng pas sama Sandra. Mungkin aja kan, kebahagiaan dia selama ini justru pas berhasil bikin Sandra kesal. Sumpah, Kevin kuat banget."
"Tapi Sandra kayaknya masih belom siap buat tahu soal ini. Dia masih belom siap kecewa."
"Selain itu, Kevin juga kayaknya gak mau bikin hubungan mereka jadi renggang." Adnan menimpali ucapan Malika.
"Nan," panggil Malika.
"Hm?"
Malika menatap es batu yang nerada di dalam gelasnya. "Ini bukan friendzone biasa. Gue bingung, apa ini disebut enemyzone?"
🌹
Sandra menarik salah satu kursi dan berpura-pura membaca buku. Ya, dia pergi ke perpustakaan hanya untuk menghindari Adnan dan Malika. Sungguh, Sandra tidak mau mendengar apapun tentang Kevin.
"Ah, gue malah pusing." Sandra meremas rambutnya. Dia lantas beranjak dan kembali menyimpan buku itu ke dalam rak dan mencari buku lain.
"San, gue ngomong gini biar lo tahu. Hal yang lo sebut sebagai rival itu, sebenernya cuma luarannya aja. Lo selama ini gak peka, San. Atau mungkin gue harus muji Kevin karena dia selama ini pinter sembunyi?"
"Gak peka?" Sandra menarik salah satu buku. Dia terdiam selama beberapa saat.
"Daffa .... nyuruh gue jaga lo, kan?"
"Dia ngelakuin semuanya demi Daffa, 'kan? Dia sendiri yang bilang." Sandra menghela napas. Dia lantas pergi mencari tempat duduk lain. Saat dia melewati salah satu rak, pandangannya teralih pada sepasang kaki yang ada di atas permukaan lantai. Perlahan Sandra mendekat.
Dia terdiam saat melihat Kevin yang tengah tertidur di sana. Bukannya Adnan bilang kalau Kevin di UKS, batinnya.
"Lo yakin kalo kalian itu masih rival?"
Sandra masih berdiri di posisinya. Kepalanya terasa makin berat. Lusa sudah kompetisi, dia harus bisa menenangkan pikiran.
"Lo percaya istilah benci jadi cinta gak?"
Ucapan Adnan tadi mendadak terlintas di pikirannya. Ucapan Adnan dan Malika benar-benar sebuah toxic. Sandra menatap Kevin yang masih tidur. Dia tidak menyadari kehadiran Sandra sama sekali. Bisa Sandra lihat, wajah Kevin terlihat sedikit pucat. Dia benar-benar sedang tidak baik-baik saja. Entah kenapa hal itu membuat Sandra merasa bersalah.
Sebenernya selama ini lo nganggap gue apa, Vin?
—tbc.
Maaf kalo banyak typo dsb. Demi apa aku ngetik ini sambil nahan kantuk gaess wkwk jadi mohon dimaklumi ya. Haha. Jangan lupa voment. Tq;*
KAMU SEDANG MEMBACA
Kesandra ✔
Fiksi RemajaKehidupan Sandra berubah semenjak bertemu kembali dengan rivalnya sejak kecil, yakni Kevin. Hari-harinya terasa begitu menyebalkan karena cowok itu terus-menerus mengganggunya. Namun di balik semua itu ternyata Kevin menyimpan sebuah rahasia dengan...